siklus bisnis properti indonesia

Dalam beberapa tahun belakangan trend perkembangan bisnis properti mengikuti siklus lima tahunan. Mari kita lihat ke belakang di tahun 1998 ketika terjadi kerusuhan di Indonesia khususnya di Jakarta.

Kondisi properti pada tahun 1998

Kerusuhan dipicu oleh beberapa kondisi dan kejadian seperti krisis moneter yang berujung pada krisis ekonomi di Indonesia dan krisis finansial di Asia yang menyebabkan nilai tukar mata uang Rupiah terhadap Dollar merosot drastis.

Pemicu lainnya adalah peristiwa penembakan mahasiswa Universitas Trisakti yang berujung lengsernya Soeharto sebagai presiden Republik Indonesia.

Krisis ekonomi menyebabkan masyarakat kehilangan daya beli termasuk daya beli terhadap properti sehingga pasar properti mengalami stagnasi.

Kondisi ini diperparah oleh buntut kerusuhan yang menyebabkan banyak orang yang ingin menjual propertinya di Indonesia, tetapi masalahnya adalah pembeli properti yang langka sehingga harga properti anjlok, ujung-ujungnya banyak pasokan properti yang tidak terserap pasar, proyek mangkrak karena tidak ada pembeli.

Kondisi bisnis properti tahun 2000

Pasar properti mulai membaik di tahun 2000 dan mencapai puncaknya di tahun 2002 dan 2003 yang ditandai dengan harga properti melambung tinggi. Siklus alamiahpun terjadi, harga yang sudah melambung tinggi menyebabkan tidak ada lagi orang yang sanggup membeli sehingga selanjutnya harga properti kembali turun.

Krisis di tahun 2008 memicu crash

Puncaknya adalah ketika terjadi krisis ekonomi jilid 2 di tahun 2008 yang dipicu oleh krisis ekonomi global sebagai rentetan akibat dari krisis ekonomi di Amerika Serikat yang dipicu oleh kredit perumahan beresiko tinggi (subprime mortgage).

Krisis ekonomi di Amerika Serikat itu menjalar ke seluruh dunia karena negeri Paman Sam itu merupakan konsumen bagi banyak produk dari seluruh dunia.

Negara pengekspor produk ke Amerika mengalami krisis hebat karena kegiatan ekspor harus terhenti, krisis di negara pengekspor itu menyebabkan rencana investasi di Indonesia banyak yang urung terjadi, mau tak mau Indonesia turut merasakan dampak krisis ekonomi dunia dan Amerika.

Krisis ekonomi memukul seluruh sektor ekonomi tak terkecuali sektor properti, oleh karenanya di tahun ini pasar properti nasional kembali tertekan. Penjualan properti mengalami penurunan yang signifikan.

Kondisi properti di tahun 2009 dan tahun 2010

Sampai sepanjang tahun 2009 pasar properti tidak terlalu mengalami peningkatan sampai dengan tahun 2010. Namun, kondisi pasar properti kembali membaik lagi di tahun 2011 karena pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai 6,5%.

Pertumbuhan ekonomi yang membaik memberikan dampak signifikan terhadap kemampuan beli masyarakat termasuk kemampuan beli terhadap properti.

Tahun 2012 dan 2013 adalah tahun di mana booming property

Sehingga penjualan properti mencapai puncaknya di tahun 2012 dan 2013 karena selain tingkat pertumbuhan ekonomi yang membaik, rendahnya suku bunga kredit juga turut memicu bergairahnya penjualan properti, tak lupa penyebab lainnya adalah meningkatnya jumlah kalangan menengah yang sanggup membeli properti.

Namun di akhir tahun 2013 Bank Indonesia memperketat aturan tentang kredit karena khawatir terjadi bubble properti, kekhawatiran BI terutama karena melihat bahwa kredit di sektor properti sangat tinggi sementara sektor lain lesu.

Peraturan tersebut diimplementasikan dengan membuat aturan tentang uang muka menjadi lebih tinggi dan larangan bank mengucurkan kredit kepada proyek properti yang belum atau sedang dibangun. Peraturan ini cukup menekan laju pertumbuhan penjualan properti di tahun 2013 akhir ditambah lagi peristiwa politik di tahun 2014.

Kondisi properti melambat di tahun 2014 karena pengetatan oleh BI dan tahun politik

Tahun politik meyebabkan pengembang dan investor memilih wait and see ketimbang membuka proyek baru sehingga di tahun ini pasar properti masih lesu. Ditambah lagi kondisi properti sudah jenuh karena pembukaan proyek besar-besaran pada tahun sebelumnya.

Beralih ke tahun 2015, di tahun ini terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi sehingga sektor properti ikut mengalami tekanan. Beberapa pengembang melaporkan penurunan penjualan, walaupun BI sudah membuat peraturan yang menaikkan nilai Loan To Value (LTV) sehingga uang muka yang harus dibayarkan konsumen menjadi lebih kecil.

Tahun 2016 kondisi properti masih lambat

Di awal tahun 2016 pertumbuhan penjualan properti belum juga terjadi setidaknya sampai semester pertama namun kebijakan tentang relaksasi loan to value (LTV) atau plafon kredit yang akan dikeluarkan pemerintah diprediksi akan terasa dampaknya dalam waktu yang tidak terlalu lama, diperkirakan awal tahun 2017 akan terjadi peningkatan penjualan properti dan akan mencapai puncaknya di tahun 2018 dan 2019.

Dengan melihat siklus bisnis properti di atas dapat diketahui bahwa trennya mudah dibaca. Jika kita lihat mulai tahun 2015 penjualan properti sudah mengalami tekanan, berlanjut di tahun 2016 dan akan membaik di tahun 2017.

Kondisi properti di tahun 2018 dan 2019

Lebih jauh diprediksi pasar properti akan mencapai puncaknya di tahun 2018 dan 2019 dimana harga properti sudah sangat tinggi sehingga banyak pengembang yang melempar produk ke pasar sehingga terjadi over supply.

Dan sikluspun berulang, kondisi pasokan barang yang berlebih sementara permintaan menurun akan menyebabkan harga turun dan bisnis properti kembali lesu, begitu seterusnya.

Nah, jika anda sudah mampu melihat siklus ini maka anda harus bisa memastikan kapan waktu yang tepat untuk membeli properti atau bahkan menjadi pelaku bisnis properti. Keputusan ada di tangan anda.

Lihat artikel lainnya:
Begini Siklus Bisnis Properti di Indonesia

One thought on “Begini Siklus Bisnis Properti di Indonesia

Leave a Reply to indonesia banking school Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

×

Hallo...!

Workshop Cara Benar Memulai Bisnis Developer Properti Bagi Pemula akan diadakan tanggal 20-21 Januari 2024 di Jakarta

× Info Workshop Developer Properti