Seorang teman saya, sama-sama warga Kampoeng SyaREA World (KSW)-tempat berkumpulnya orang-orang yang ingin menerapkan Syari’at Islam dalam berbisnis, mengisahkan pengalaman perkongsiannya dengan seorang rekan bisnisnya. Berikut kisahnya…

Saya punya pengalaman berharga dalam hidup saya, saya pernah menjalani bisnis properti yang berkongsi dengan teman yang saya kenal di suatu training properti. Dari penampilannya saya menilai dia orang yang jujur dan amanah.

Singkat cerita, nasib baik menghampiri, kami mendapat kesempatan mengembangkan proyek seluas 1 hektar yang akan dibangun 68 unit rumah. Proyek ini kami dapatkan setelah beberapa waktu jalan berdua, mulai mencari lahan, investor, arsitek, kontraktor, bank, Notaris, mengurus perijinan ke instansi terkait, mengurus legalitas tanah ke BPN dan sebagainya.

Dari awal, proses persiapan legalitas, perijinan dan disain proyek dapat kami lewati dengan baik. Tiba saatnya kami memulai proyek yang sebenarnya, pembangunan fisik dilakukan, pemasaran digencarkan dan uangpun mulai mengalir.

Tak disangka muncullah kejadian yang tidak diinginkan, partner saya jalan sendiri, karena dia merasa dekat dengan pemilik lahan. Pemilik lahan masih berperan karena proyek ini adalah proyek dengan pola kerjasama dengan pemilik lahan.

Sebagai informasi kepada kawan-kawan bahwa sayalah yang mendapatkan lahan itu dan memperkenalkan pemilik lahan dengan partner saya.

Karena saat itu (2010) saya masih ngantor, saya tidak ada waktu banyak untuk terus menyambangi dan dekat dengan pemilik lahan.

Sementara partner saya saat itu sudah tidak bekerja lagi dan banyak waktu untuk melancarkan teknik negosiasi kepada pemilik lahan seperti mengantarnya ke dokter, mall dan sebagainya.

Karena pemilik lahan adalah seorang janda berumur 69 tahun yang hidup sendiri dan butuh orang untuk mengantarnya kemana-mana.

Karena sering berkomunikasi dan bertemu muka, partner saya merasa lebih dekat dengan pemilik lahan dibanding saya. Singkat kata, partner saya jalan sendiri dalam hal pengerjaan proyek tanpa melaporkan progress-nya kepada saya.

Dalam keadaan seperti ini keributan dan perseteruan tidak terelakkan, bahkan akan dilanjutkan ke Pengadilan. Tapi kelemahan posisi saya adalah, saya tidak punya perjanjian kerjasama syirkah dengan partner saya, karena awal partnership kami hanya dilandasi oleh kepercayaan saja tanpa ada perjanjian tertulis.

Singkat cerita, akhirnya sayalah yang harus mengalah karena saya tidak ingin ribut-ribut, masalah yang diperpanjang hanya akan menguras energi saya. Lagi pula, waktu itu saya masih bekerja sehingga saya tidak ingin terlalu memikirkan permasalahan tersebut.

Sebagai solusi saya minta pengembalian modal yang telah saya tanamkan di proyek itu dan saya putuskan untuk meninggalkan proyek tersebut.

Sangat menyesakkan dada memang, tapi saya fikir sudah cukup tenaga, uang, waktu, keringat, dan air mata saya terkuras karenanya. Awalnya saya tidak bisa ikhlas menerima kejadian ini, tapi lama-lama saya ikhlaskan, karena saya pahami bawah Rezeki Allah SWT-lah yang mengatur, demikian kata isteri saya menguatkan.

Dari kejadian ini saya banyak belajar dan mengambil hikmahnya:

  1. Jangan mudah percaya kepada orang lain dalam berpartner bisnis, apalagi yang baru dikenal. Penampilan tidak menjamin kualitas. Seperti kejadian saya dengan partner saya, awalnya alasan saya mengajak dia berpartner dalam mengembangkan proyek properti adalah karena pada saat itu dia sedang menganggur, sementara anaknya masih kecil-kecil. Pertimbangan saya lebih karena merasa iba alih-alih karena profesional.
  1. Selalulah ada perjanjian tertulis antara pihak yang bekerjasama, hindari kesepakatan lisan dalam mengelola proyek. Prinsip ini juga berlaku untuk partnership dalam hal apapun tidak terbatas hanya tentang bisnis properti.
  1. Jika akan melakukan partnership dalam berbisnis, tuangkan aturan main secara tertulis, dimana di dalam aturan main tersebut dijelaskan sistem kerja yang disepakati. Disamping itu jelaskan juga hak dan kewajiban masing-masing pihak yang terlibat. Kesepakatan-kesepakatan tersebut dibuat dengan akta Notaris lebih baik atau sekedar di-waarmerking juga nggak apa-apa.
  1. Jika akan mengerjakan bisnis skala besar, jangan dikerjakan secara part time, harus full time, karena terlalu besar resiko yang dipertaruhkan.
  1. Bisnis yang melibatkan riba, tentunya tidak akan berkah. Keterlibatan riba dalam bisnis properti yang saya jalankan tadi adalah dalam bentuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dalam penjualan, bentuk riba lainnya adalah menjanjikan sejumlah prosentase bagi hasil kepada pemilik modal, menyuap petugas Negara dalam proses pengurusan perijinan dan legalitas dan bentuk riba lainnya.

Semoga pengalaman teman saya bermanfaat untuk pembaca.

 

Lihat artikel lainnya:
Hindari Premature Partnership dalam Berbisnis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

×

Hallo...!

Workshop Cara Benar Memulai Bisnis Developer Properti Bagi Pemula akan diadakan tanggal 20-21 Januari 2024 di Jakarta

× Info Workshop Developer Properti