Peluang bisnis properti syariah di Indonesia

Developer properti syariah berpeluang besar memainkan peran di Indonesia karena mayoritas penduduk kita beragama muslim. Ceruk pasar yang bisa dimasuki sangat luas dan dalam.

Perkembangan terkini memperlihatkan bahwa semakin banyak konsumen yang menginginkan skema syariah dalam proses pembelian propertinya karena semakin teredukasinya masyarakat oleh pola bisnis syariah. 

Berbanding lurus dengan keinginan banyak insan bisnis yang ingin menjadi pelaku bisnis syariah. Bagi mereka berbisnis bukan sekedar untung rugi, tetapi bisnis dipandang sebagai salah satu jalan ibadah, bisnis adalah tentang dosa dan pahala, lebih jauh lagi berbisnis adalah tentang sorga dan neraka.

Pola pembelian properti yang selama ini menggunakan fasilitas pembiayaan dari perbankan konvensional dinilai bertentangan dengan agama Islam karena terkait dengan riba.

Dalam Islam riba itu sangat dihindarkan karena termasuk dosa besar. Banyak dalil yang bisa dieksplor yang bisa menjadi landasan memaknai haramnya riba, dalam Al Qur’an maupun hadits, termasuk juga pendapat para ulama.

Memang saat ini ada bank syariah yang memiliki produk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan embel-embel Syariah tapi pendapat beberapa guru yang memiliki ilmu tentang bisnis syariah ternyata Bank Syariah itu tidak syariah.

Membingungkan memang bagi sebagian orang, tapi bagi mereka yang mengerti tentang bisnis syariah dan riba dan bahayanya, tidak ada keraguan lagi jika bank syariah itu tidak syariah, berarti produk-produk bank syariah juga termasuk riba dan riba itu harus ditinggalkan dalam berbisnis.

Dalam tulisan ini saya tidak ingin membahas atau men-judge bahwa bank syariah itu sesuai syariah Islam atau tidak dengan mengemukakan pendapat guru-guru bisnis syariah, karena jika dalil-dalil tentang KPR Syariah dan riba dibahas disini tidak cukup dengan artikel tunggal, perlu berhelai-helai halaman untuk menuliskan sumber-sumber dan dalil-dalilnya. Mari kita bahas hanya tentang strategi menjadi Developer Syariah saja.

Kenyataan yang harus dihadapi bahwa berbisnis developer properti musti menempuh jalan terjal apabila lembaga pembiayaan tidak ikut serta dalam membiayai pembelian konsumen, itulah yang dirasakan oleh developer syariah.

Penjualan perumahan dengan pola pembiayaan bank konvensional dengan produk bank yang bernama Kredit Pemilikan Rumah setidaknya memberikan keringanan kepada developer karena banklah yang melunasi pembayaran harga rumah, untuk selanjutnya konsumenlah yang berhutang dan menyicil ke bank.

Lain halnya jika perumahan dikembangkan dengan prinsip-prinsip Syariah Islam, lembaga pembiayaan tidak terlibat dalam proses jual-beli produk properti.

Adalah wajib hukumnya bagi Developer Properti Syariah untuk inovatif dan kreatif dalam mensiasati pola pembiyaan untuk konsumen.

Selain dituntut untuk merancang pola pembiyaan yang sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen pengembang property syariah juga diwajibkan untuk mencari sendiri sumber pembiayaan proyeknya. Lagi-lagi dengan syarat tidak boleh meminta pembiayaan ke bank atau kepada lembaga pembiayaan lain yang mengandung akad riba.

Problem ini akan terpecahkan apabila si developer sanggup secara finansial untuk membiayai sendiri perjalanan proyeknya tanpa bergantung kepada pembiayaan dari eksternal proyek, sekurangnya biaya awal untuk memulai pengerjaan fisik proyek harus sudah ada di kantong.

Setelah soal pembiayaan awal proyek terpenuhi langkah selanjutnya adalah mulai menatap proyek, disinilah proses sebenarnya bermula.

Portofolio Anda sebagai developer mulai terbentuk dan dipertaruhkan disini dan akan menemani langkah selanjutnya sebagai Sang Pengembang. Hasil yang bagus akan memberikan portofolio bisnis positif sebaliknya jika hasilnya mengecewakan juga akan melekat dalam perjalanan bisnis Anda.

Untuk sukses sebagai Developer Syariah ada beberapa kondisi yang harus dipenuhi dalam mengembangkan dan menjual perumahan:

Periksa Kelengkapan Legalitas 

Urusan legalitas harus ditempatkan dalam urutan nomor satu dalam hajatan bisnis developer property, tak peduli apakah pola bisnis syariah atau konvensional yang dipilih.

Jika legalitas bermasalah bisa dipastikan untuk melangkah ke tahap selanjutnya akan terkendala.

Legalitas tidak clear, perijinan tidak bisa diterbitkan tentu saja pembangunan proyek tidak dapat dilakukan, proyek tidak bisa dijual.

Urusan legalitas yang penting adalah tentang sertifikasi lahan. Tanah yang akan dijadikan proyek seyogianya sudah bersertifikat.

Tidak masalah apakah sertifikatnya Hak Milik (SHM), Hak Guna Bangunan (HGB) karena nanti akan bisa dirubah sesuai dengan kondisi yang diharuskan. Jika memang diharuskan karena kondisinya SHM musti diubah ke HGB ya perubahan tersebut bisa diajukan ke Kantor Pertanahan setempat.

Begitu juga sebaliknya, HGB juga bisa diajukan menjadi SHM dengan syarat dan kondisi tertentu.

Legalitas lainnya yang perlu diperhatikan adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), cek tunggakan pembayaran tahun sebelum-sebelumnya dan lunasi jika ada tunggakan yang tercatat.

Lakukan Splitzing/Pemecahan Sertifikat

Pemecahan sertifikat dilakukan setelah siteplan disetujui. Sertifikat yang sudah pecah masing-masing unit akan memberikan kepercayaan bagi konsumen dalam membeli disamping membuat kita lebih mudah dalam hal pengajuan IMB/PBG (Persetujuan Bangunan Gedung).

Pastikan Perijinan Lengkap

Untuk membangun suatu proyek perumahan, cukup panjang jalan yang harus dilalui oleh developer dalam memperoleh perijinan.

Pada tahapan awal diperlukan Ijin Lokasi atau PKKPR (Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Penataan Ruang), Pertimbangan Teknis Pertanahan (Pertek), Rekomendasi Peil Banjir, Rekomendasi Amdal, Rekomendasi Andalalin, Rekomendasi Damkar, dan perizinan dan rekomendasi lainnya.  Setelah semua persyaratan perizinan dan rekomendasi terpenuhi dilanjutkan dengan pengesahan siteplan dan akhirnya bermuara kepada terbitnya IMB atau PBG.

Sediakan Dana yang Cukup untuk Mulai Membangun Proyek 

Jika penjualan rumah dengan pola kredit ke developer, pastikan kita memiliki dana yang cukup untuk menjamin kelancaran pembangunan unit rumah dan fasum fasosnya.

Dana ini bisa didapat dari pembayaran uang muka konsumen atau sumber lain. Jangan sampai anda kehabisan nafas, cash flow terganggu dan proyekpun berhenti berdenyut.

Dari pengalaman seharusnyalah tenor kredit ini tidak terlalu lama.

Sebagai contoh seorang teman saya yang berprofesi sebagai developer syariah mensyaratkan kredit ke developer tanpa bunga dan flat delapan belas bulan dan maksimal dua tahun.

Besarnya cicilannya langsung dibagi saja harga rumah dengan lama angsuran.

Uang Muka harus Sanggup Membiayai Pembangunan Fisik 

Jika kita tidak memiliki uang yang cukup untuk membangun unit rumah usahakan cicilan yang mulai dibayar oleh konsumen sanggup membangun fisik rumah terlebih dahulu.

Uang muka konsumen sebesar tigapuluh persen biasanya sudah sanggup membiayai pembangunan rumah sampai selesai.

Memang dibutuhkan effort ekstra untuk meyakinkan konsumen agar rela membayar uang terlebih dahulu sementara rumahnya belum dibangun, disamping ada added value dan differentiation proyek kita dibanding produk kompetitor.

Kualitas Bangunan harus Dibuat Sebaik Mungkin 

Supaya pembeli puas ketika tinggal di rumah mereka. Rasa puas mereka akan memberikan kepuasan tersendiri juga kepada kita sebagai developer.

Selain bangunan rumahnya yang harus dibuat sebagus mungkin kualitasnya, mutu pengerjaan fasum dan fasos juga musti bagus tidak mengecewakan.

Jika konsumen merasa puas terhadap produk yang mereka dapatkan maka mereka akan menceritakan tentang hal itu kepada orang-orang terdekatnya.

Mereka akan mejadi corong promosi yang efektif secara rekomendasi dari orang yang telah kita kenal akan lebih mudah diterima.

Jika kita memiliki proyek di lokasi lain, maka mereka akan dengan senang hati membeli lagi, ya kan bisa untuk sekedar investasi tho.

Dengan catatan doi punya uang lebih dan memang ingin menginvestasikan uangnya. 😀 Atau mereka dengan senang hati merekomendasikan saudara atau teman-temannya untuk membeli. Itulah kekuatan referal dari orang-orang yang dipercaya.

Penuhi Semua yang Tertuang dalam Perjanjian 

Seluruh aspek pembelian rumah tertuang dalam perjanjian dalam bentuk Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB).

Dalam PPJB dituangkan segala hal yang berhubungan dengan rumah yang menjadi objek perjanjian, seperti spesifikasi teknis dan lamanya waktu pengerjaan yang berujung kepada jadwal serah terima.

Kita harus menepati janji dalam hal spesifikasi teknis yang berwujud berupa kualitas bangunan dan waktu serah-terima yang disepakati dalam perjanjian. Nggak boleh nyuri-nyuri spek dan molor ya.

Bertanggungjawab Terhadap Hasil Pekerjaan 

Jika ada kerusakan terhadap rumah dan fasum fasosnya developer harus secepatnya melakukan perbaikan sebagai bentuk rasa tanggungjawab terhadap pekerjaan.

Karena banyak kejadian bahwa perumahan mengalami banyak kerusakan setelah diserahterimakan. Developer lepas tangan sehingga perumahan menjadi seperti tidak terurus.

Jalan rusak di sana sini, saluran mampet sehingga menimbulkan genangan saat musim hujan, dan lain-lain.

Bentuk Superteam bukan Superman, because Superman is Dead 

superteam-developer-syariah

Koordinasi antar tim dalam organisasi kerja harus terjalin dengan baik sehingga tidak terjadi kesalahan informasi dan komunikasi.

Masing-masing divisi sudah mengerti tugas dan tanggungjawabnya. Tim marketing sudah mengerti job description-nya, begitu juga divisi produksi.

Bagian administrasi dan keuangan juga tahu bagaimana mengerjakan tugasnya dengan sebaik-baiknya.

Dengan adanya pemahaman terhadap tugas dan kewajiban masing-masing ditambah dengan saling berkoordinasi, maka suasana proyek akan kondusif dan proyek akan berjalan lancar dan Insya Allah sesuai dengan target yang ditetapkan.

Demikian beberapa kondisi yang harus dipenuhi jika anda ingin menjadi pengembang properti syariah.

Lihat artikel lainnya:

Tags

Strategi Ampuh Menjadi Developer Properti Syariah

6 thoughts on “Strategi Ampuh Menjadi Developer Properti Syariah

  • August 12, 2016 at 7:43 am
    Permalink

    Terima kasih atas infonya tentang Strategi Ampuh Menjadi Developer Properti Syariah

    Reply
  • November 20, 2017 at 10:45 am
    Permalink

    Salam Kenal sebelumnya, saya tertarik dengan artikelnya dan saya ada pertanyaan bagaimana jika developer pakai konvensional banklah yang melunasi pembayaran harga rumah, untuk selanjutnya konsumenlah yang berhutang dan menyicil ke bank. jika proses pembiayaan hannya dilakukan oleh pihak developer dan konsumen saja berarti pihak developer hannya mengandalkan uang cicilan dari konsumen selama 10 tahun ?

    Reply
    • November 24, 2017 at 11:36 pm
      Permalink

      Iya, jika bank yang melunasi pembelian rumah ke developer kemudian konsumen yang mencicil ke bank itulah sistem KPR yang kita kenal selama ini. 🙂

      Reply
  • March 7, 2018 at 1:54 pm
    Permalink

    Awal bulan Februari 2018, saya berniat membeli property dari sebuah developer di wilayah Kab. Tangerang dengan skema pembayaran Syari’ah (langsung ke pihak Developer, tanpa pihak Bank), tetapi ada beberapa hal yang membuat saya ragu-ragu.
    Pertanyaan saya:
    Apakah benar Developer yg note bane nya sudah berbentuk PT., untuk menjual produk property nya hanya membutuhkan perijinan dari tingkat Desa, padahal lahan yg merka bangun itu ada 500 unit / kurang lebiih 5 ha, masalahny ketika saya menanyakan perijinan-perijinan dan legalitas lahan nya saya hanya di beri sebuah kertas yg di situ tertera tanda tangan dari pihak aparat Desa, dan ketika saya menyanyakan perijinan yang lain, jawaban merka simple, “kita kan Syari’ah Pak, jadi tidak membutuhkan perijinan2 yg njlimet” itu jawaban dari mereka.
    Mohon pencerahanya, terimakasih

    Reply
  • June 2, 2018 at 7:32 am
    Permalink

    Artikel ini tdk ada gunanya.
    Lalu bagaimana dg cashflow setelah rumah selesai?
    Misal okelah kita punya anggap 100jt/1 rumah. Lalu kalau tdk pakai bank, buat nasabah yg mau mencicil bagaimana? Cashflow perusahaan nanti bagaimana?

    Reply
  • October 8, 2018 at 4:35 pm
    Permalink

    Assalamu’alaikum, saya punya pertanyaan. Apakah ada lembaga pembiayaan KPR yang syariah sehingga developer tidak harus ikut campur dengan kredit tersebut ? Mungkin lebih mirip bank konvensional (pembeli membeli dari lembaga pembiayaan tersebut, lalu lembaga pembiayaan tersebut membeli ke developer) tetapi berkonsep syariah ? Jazaakallah khair.

    Reply

Leave a Reply to Indonesia Banking School Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

×

Hallo...!

Workshop Cara Benar Memulai Bisnis Developer Properti Bagi Pemula akan diadakan tanggal 20-21 Januari 2024 di Jakarta

× Info Workshop Developer Properti