Cara PT Mengakuisisi Tanah Berstatus SHM

Apabila PT akan mengakuisisi tanah berupa Sertifikat Hak Milik (SHM), maka tanah tersebut harus diubah terlebih dahulu status haknya menjadi Hak Guna Bangunan (HGB). Karena menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, atau yang lebih dikenal dengan UUPA, PT tidak diperkenankan memiliki tanah yang berstatus SHM.  

Setelah hak atas tanah tersebut diubah menjadi HGB maka dapat dilaksanakan jual beli dengan penandatanganan Akta Jual Beli (AJB) dengan akta PPAT.

Cara lainnya adalah dengan membuat akta pelepasan hak yang dibuat di hadapan Notaris terlebih dahulu—akta pelepasan hak dikenal juga sebagai Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah (SPH) yang bisa dibuat di hadapan Camat atau Kepala Kantor Pertanahan—dimana pemilik sertifikat adalah pihak yang melepaskan hak atas tanahnya dan PT adalah pihak yang menerima hak.

Sebagai konsekuensi terhadap pelepasan haknya maka pemilik SHM tersebut berhak mendapatkan ganti rugi, dimana ganti rugi tersebut dibayarkan oleh PT selaku penerima hak.

Setelah dibuatnya akta pelepasan hak, selanjutnya PT mengajukan permohonan hak ke kantor pertanahan setempat.

Dan apabila persyaratan permohonan hak sudah dipenuhi dan telah dilakukan proses sesuai peraturan maka kepala kantor pertanahan menerbitkan surat keputusan pemberian hak kepada PT berupa HGB—untuk luasan tertentu SK diterbitkan oleh kepala kantor wilayah atau kepala BPN RI. Dengan demikian tanah tersebut sudah terbit sertifikat atas nama PT.

Jika Alas Hak Tanahnya masih Berupa Girik

Jika alas hak tanahnya berupa girik yang akan dibeli oleh PT, maka peralihan haknya menggunakan akta pelepasan hak yang dibuat di hadapan Notaris.

Setelah itu, berdasarkan akta tersebut, PT mengajukan permohonan hak kepada kantor pertanahan dan nantinya akan diberikan hak berupa hak guna bangunan (HGB). Prosesnya sama dengan permohonan hak oleh PT dengan akta pelepasan hak yang berasal dari SHM.

Membeli Tanah Secara Tunai yang Dikenal dengan Istilah Pembebasan Lahan

Pembebasan lahan adalah kegiatan membeli tanah kepada penduduk dalam jumlah besar oleh Perseroan Terbatas (PT) yang sudah mendapatkan ijin lokasi dari pemerintah daerah setempat.

Kenapa namanya pembebasan lahan?

Karena PT sudah memiliki ijin untuk melakukan suatu usaha terhadap tanah tersebut tetapi tanahnya masih dikuasai oleh pihak lain (penduduk), maka diperlukan upaya untuk membebaskan lahan tersebut dari penguasaan penduduk.

Jadi ijin lokasi bisa didapat oleh PT walaupun tanahnya belum dimiliki seluruhnya. Namun pemberian ijin lokasi oleh pemerintah daerah harus melalui pertimbangan matang sehingga tidak merugikan penduduk.

Selain itu pemberian ijin lokasi harus diiringi oleh pemenuhan syarat-syarat oleh PT pemegang ijin lokasi.

Pembelian dengan pola pembebasan lahan dilakukan dengan cara pembayaran tunai kepada masing-masing penduduk pemilik tanah seperti proses jual beli tanah biasa, yaitu dengan akta jual beli atau akta pelepasan hak.

Harga Tanah pada Pembebasan Lahan Umumnya Masih Murah

Mengenai harga, biasanya tanah yang dibeli dengan pembebasan lahan ini pada umumnya masih murah karena memang kondisinya masih apa adanya.

Fisiknya mungkin saja masih berupa hutan belantara, sawah, empang atau rawa-rawa yang memerlukan pekerjaan persiapan yang membutuhkan biaya.

Selain itu, kebanyakan tanah seperti ini, alas haknyapun masih belum bersertifikat sehingga developer yang membelinya harus mempertimbangkan biaya yang dibutuhkan untuk memohonkan sertifikatnya.

Membeli tanah murah seperti ini banyak dilakukan oleh developer properti yang ingin mengembangkan proyek di suatu lokasi di masa yang akan datang.

Bisa setahun lagi, dua tahun lagi atau sepuluh tahun lagi bahkan lebih. Saat ini mereka menjadikan tanah tersebut sebagai bank tanah (land bank).

Saat ini mereka hidup dari tanah yang mereka beli puluhan tahun yang lalu!. Demikian juga, tahun-tahun yang akan datang mereka akan hidup dari tanah yang mereka beli saat ini.

Makanya sering kita lihat ada developer yang membebaskan lahan sejak puluhan tahun lalu dan baru sekarang ini lahan tersebut mulai dikembangkan. Untungnya tentu luar biasa besar.

Mereka dulu membeli tanah mungkin saja masih di harga Rp 5.000-an permeter persegi dan sekarang tanah tersebut dijual dalam bentuk tanah matang sampai dengan harga belasan bahkan puluhan juta rupiah permeter persegi. Luar biasa!.

Hanya Developer Properti yang Mau dan Sanggup Membeli Tanah dengan Luasan Tertentu

Betul sekali, orang yang mau dan sanggup membeli lahan dengan luasan tertentu hanyalah orang atau badan usaha yang berprofesi sebagai developer properti.

Orang yang profesinya bukan developer properti akan berfikir berulangkali jika ingin membeli tanah yang luas apalagi tanah tersebut berada di pelosok dan hanya cocok untuk dikembangkan menjadi proyek properti.

Kecuali tanah tersebut memang akan digunakan untuk kepentingan bisnis lainnya seperti perkebunan, peternakan dan lain-lain.

Motif lainnya orang membeli tanah yang luas mungkin saja untuk investasi, tapi ujung-ujungnya orang yang berinvestasi dengan membeli tanah kosong adalah seorang developer properti juga, setidaknya dia berniat akan menjadi developer properti dengan mengembangkan tanah milik sendiri suatu saat nanti.

Karena, jika ingin berinvestasi di bidang properti, orang lebih baik memilih investasi pada aset produktif yang langsung memberikan penghasilan (passive income) setelah dibeli.

Properti yang langsung memberikan penghasilan seperti ruang kantor (office space), apartemen untuk disewakan, hotel, guest house, rumah toko (ruko), rumah kantor (rukan), ruma kost, rumah di tengah kota yang menghasilkan sewa bagus atau jenis properti lainnya yang langsung bisa disewakan dengan cepat.

Hal ini sejalan dengan pendapat Robert T. Kiyosaki—seorang penulis tentang finansial internasional—ketika orang membeli tanah untuk disimpan tanpa ‘didayagunakan’, tanah tersebut bukanlan dihitung sebagai aset tetapi liabilitas (kebalikan dari aset). Karena tanah tersebut tidak memberikan penghasilan kepada pemiliknya.

Tetapi tanah tersebut malah menyebabkan pemiliknya mengeluarkan uang, setidaknya untuk membayar pajak atau sekedar membayar orang untuk menjaga tanah tersebut. Begitulah kira-kira menurut Pak Robert.

Anda tentu boleh sepakat dengannya atau tidak. Bisa saja Anda anggap tanah milik Anda menjadi aset, ngga ada yang melarang kok! Hehehe.

Hindari Mengakuisisi Tanah yang sedang Bersengketa

Pada tahapan membeli tanah ini Anda harus sudah memastikan bahwa tanah tidak sedang bersengketa. Karena apabila ada sengketa maka diperlukan waktu, biaya dan energi ekstra untuk menyelesaikannya.

Tanah yang sedang bersengketa harus berada dalam status quo (tidak bisa dilakukan tindakan apapun terhadap tanah tersebut) sampai ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkrah/inkracht van gewijsde).

Suatu keputusan bisa inkrah bisa dalam waktu yang cepat, bisa juga butuh waktu yang sangat lama, bisa setahun, lima tahun bahkan sampai puluhan tahun tidak selesai sengketanya. Hal ini karena sistem hukum kita yang menerapkan sistem peradilan bertingkat.

Menang di peradilan tingkat pertama tidak menjamin si pemenang akan secepatnya mendapatkan haknya. Karena pihak lawan masih bisa mengajukan banding atas putusan pengadilan tersebut.

Jika mereka mengajukan banding maka akan ada proses peradilan lanjutan di tingkat banding yang dilaksanakan di Pengadilan Tinggi (PT), dimana keputusan pengadilan di tingkat banding ini bisa saja menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama atau malah menganulirnya.

Apapun putusan yang diputuskan oleh pengadilan tingkat banding, itulah keputusan yang berlaku. Jika putusan banding menguatkan putusan tingkat pertama maka pemenangnya tetap, namun jika putusan banding menganulir putusan pengadilan tingkat pertama maka pemenangnya sebaliknya.

Namun apapun keputusan di tingkat banding ini, pihak yang kalah masih bisa mengajukan upaya hukum lanjutan yaitu kasasi di Mahkamah Agung (MA).

Pada akhirnya pihak yang dinyatakan menang adalah tergantung keputusan MA apakah menerima kasasi atau malah menolaknya. Putusan yang menjadi rujukan tentang pemenang adalah putusan kasasi yang sudah inkrah.

Pusingkan? Inipun masih bisa lanjut, karena apabila ada pihak yang tidak puas terhadap putusan kasasi, mereka masih bisa mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dengan syarat ditemukannya bukti baru (novum). Tambah pusing lagi kan?

Ya, butuh energi, waktu dan biaya untuk menyelesaikan sebuah sengketa tanah. Menurut hemat saya jika Anda sudah masuk di lingkaran sengketa, menang atau kalah, Anda berada di pihak yang kalah, sekurangnya kalah waktu. Jadi berhati-hatilah tentang legalitas tanah ketika mengakuisisi lahan.

Cara Melakukan Verifikasi Legalitas Tanah

Mengurus dan melakukan pengecekan legalitas tanah bisa Anda lakukan melalui kantor Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)/Notaris, di kantor kelurahan/desa atau di kantor pertanahan setempat.

  1. Verifikasi dengan bantuan PPAT/Notaris

Kantor PPAT/Notaris bisa dilibatkan dalam pengecekan legalitas tanah karena memang PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai hak atas tanah, tentu saja sebelum membuat akta-akta tersebut seorang PPAT harus melakukan pengecekan legalitasnya terlebih dahulu. 

Itulah pentingnya Anda melibatkan seorang PPAT dalam proses mengakuisisi lahan. Mereka memahami tentang legalitas tanah dan potensi sengketa yang mungkin timbul di lokasi tersebut.

Tetapi dalam kehidupan sehari-hari kita lebih cenderung mengatakan pengurusan legalitas dibantu oleh Notaris karena biasanya seorang PPAT juga diangkat sebagai Notaris.

  1. Verifikasi ke Kantor Desa/Kelurahan

Untuk tanah yang belum bersertifikat—khususnya girik—pengecekan legalitas lahan dilakukan di kantor kelurahan atau kantor desa.

Karena data-data tanah, riwayat kepemilikan tanah dan data-data lainnya tercatat seluruhnya dalam buku besar desa yang diperuntukkan untuk mencatat segala hal tentang tanah.

Selanjutnya, lurah atau kepala desa akan mengeluarkan surat keterangan riwayat tanah.

Jika di tanah tersebut tidak ada sengketa maka lurah/kepala desa juga akan menerbitkan surat keterangan tidak sengketa dan surat keterangan penguasaan tanah. Itulah pentingnya mengecek legalitas tanah ke kelurahan/kantor desa.

  1. Verifikasi ke Kantor Pertanahan

Untuk tanah-tanah yang sudah bersertifikat pengecekan keabsahan tanah dilakukan di kantor pertanahan, karena sertifikat yang ada di tangan masyarakat adalah berupa salinan yang mana aslinya dalam bentuk buku tanah yang disimpan di kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Segala catatan mengenai tanah tersebut tercatat seluruhnya pada buku tanah termasuk catatan tentang sengketa atau catatan-catatan lainnya—jika memang ada.

Apabila ada sengketa terhadap tanah tersebut, yang ditandai dengan adanya catatan di buku tanahnya, maka sertifikat tanah tersebut dalam kondisi terblokir sehingga tidak bisa dilakukan tindakan hukum apapun baik berupa peralihan hak/jual beli, manjaminkan dan lain-lain.

Jika Sertifikat Tanah Sedang Terblokir

Bagaimana solusinya jika sertifikat tanah tersebut ada blokir? Solusinya adalah harus dilakukan pencabutan blokir tersebut terlebih dahulu.

Prinsipnya adalah siapa yang memasang blokir dialah yang harus membukanya. Apabila blokir dilakukan oleh seseorang karena terlibat hutang-piutang maka orang tersebut jugalah yang harus membukanya dengan surat resmi.

Orang yang memblokir tentu bersedia mengangkat blokirnya jika permasalahan sudah selesai. Itulah logika berfikirnya.

Begitu juga apabila blokir dilakukan oleh instansi negara, maka instansi negara jugalah yang harus membuka blokirnya.

Jika catatan dikirimkan oleh pengadilan maka pengadilan juga yang harus menghapus catatan tersebut, tentu saja setelah ada putusan inkrah.

Begitu juga jika sertifikat diblokir oleh kepolisian, maka untuk membuka blokir harus ada surat resmi dari kepolisian.

Lihat artikel lainnya:
Strategi Mengakuisisi Lahan oleh Perseroan Terbatas untuk Dibangun Proyek Properti

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

×

Hallo...!

Workshop Cara Benar Memulai Bisnis Developer Properti Bagi Pemula akan diadakan tanggal 20-21 Januari 2024 di Jakarta

× Info Workshop Developer Properti