Saat ini banyak developer yang menerapkan strategi marketing free biaya-biaya, free BPHTB, dan free PPN. Biaya-biaya dalam pembelian rumah dari developer adalah biaya Notaris dan biaya KPR bank.
Sementara BPHTB dan PPN adalah pajak-pajak yang timbul karena transaksi jual beli rumah dari pengembang. Dalam hal ini pengembangnya adalah perseroan terbatas (PT).
Semua biaya-biaya dan pajak tersebut sebenarnya kewajiban pembeli. Namun demi strategi penjualan bisa saja menjadi tanggugjawab developer. Sekarang kita sigi apa saja biaya-biaya tersebut dan besaran masing-masingnya.
Biaya notaris
Jenis biaya untuk Notaris/PPAT ini biasanya untuk pengecekan sertifikat, PPJB, AJB, dan Baliknama.
Pengecekan sertifikat
Besarnya biaya pengecekan sertifikat ini tidak mahal, murah saja, hanya Rp50 ribu saja per-sertifikat. Tetapi Notaris meminta biaya lebih kepada kliennya karena konon katanya ada biaya tidak resmi yang musti dibayarkan ke petugas BPN tiap pelayanan. Mungkin iya mungkin tidak.
Biaya PPJB
Selanjutnya biaya yang mungkin timbul adalah biaya akta PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli) jika transaksi didahului dengan PPJB. PPJB ini tidak wajib, jika seorang konsumen membeli dengan tunai tidak perlu PPJB.
PPJB dibuat jika pembelian oleh konsumen dengan cara bertahap. Atau dengan KPR. Jika dicantumkan tarifnya biasanya tarifnya paling tinggi 1% dari nilai yang tertera di dalam PPJB.
Ada juga developer yang membuat PPJB di bawah tangah saja tanpa akta Notaris. Ini boleh-boleh saja sepanjang pembeli bersedia menandatanganinya.
Biaya AJB
Biaya selanjutnya yang diperlukan ketika seorang developer menjual unit rumahnya adalah biaya AJB (Akta Jual Beli). Biaya AJB ini paling besar 1% dari transaksi. Namun biasanya seorang Notaris bersedia negosiasi tentang besarnya biaya AJB. Bisa lebih kecil misalnya 0,5%, 0,4% atau berapapun sepanjang disetujui oleh Notarisnya ya ok ok saja.
Biaya baliknama
Biaya selanjutnya adalah biaya baliknama. Ada juga yang mengatakan biaya baliknama ini disebut BBN (Bea Balik Nama). Ya terserahlah yang penting maksudnya paham. Jadi setiap permohonan baliknama atas sertifikat di kantor BPN dikenakan biaya baliknama.
Biaya baliknama ini sebenarnya tidak terlalu besar jika melihat setoran resmi ke negara dalam bentuk PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak). Namun biasanya Notaris membutuhkan uang tambahan untuk biaya-biaya lainnya. Entahlah entah iya entah tidak.
Untuk menghitung biaya yang musti dikeluarkan oleh developer untuk proses ini jika semua biaya ditanggung developer bisa dihitung dengan pendekatan paling rendah 2% sampai dengan 5% dari nilai transaksi. Ambil tengahnya yaitu 3,5%.
Biaya KPR bank
Apabila pembelian dengan KPR bank maka biaya-biaya yang musti dikeluarkan oleh developer jika semua biaya ditanggung developer adalah biaya administrasi, biaya provisi dan biaya proses KPR.
Besarnya masing-masing biaya ini biasanya adalah 1%, dengan demikian untuk proses KPR bank ini sekurangnya musti dianggarkan 3%.
Masih ada tambahan biaya selanjutnya yaitu asuransi berupa asuransi jiwa dan asuransi kebakaran. Termasuk dihitung juga cicilan pertama yang menjadi kewajiban pembeli.
BPHTB
Biaya selanjutnya yang wajib dibayarkan adalah BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan). BPHTB ini dikenal juga sebagai pajak pembeli. Besarnya BPHTB ini adalah 5% dari nilai transaksi.
BPHTB ini sebenarnya tentu saja kewajiban pembeli. Tetapi karena strategi marketing bahwa free biaya dan pajak-pajak maka BPHTB menjadi kewajiban pengembang membayarkannya. Tentu saja uang untuk BPHTB ini diambil dari harga rumah.
PPN
Ada juga pajak selanjutnya yaitu PPN (Pajak Pertambahan Nilai). Besarnya 11% untuk tahun 2024. Namun konon akan naik di tahun depan menjadi 12%. Antahlah.
Sagomen dengan BPHTB, PPN juga menjadi kewajiban pembeli dimana karena strategi marketing bahwa developer yang menanggung biaya-biaya maka PPN menjadi tanggungjawab pembayarannya.
Semua biaya-biaya tersebut ditanggung developer (seakan-akan)
Nah seperti yang dibahas di depan bahwa semua biaya-biaya yang disebutkan di atas ini adalah kewajiban pembeli, namun dengan strategi dan perhitungan yang matang maka biaya-biaya tersebut bisa (seakan-akan) ditanggung oleh developer.
Harapannya tentu saja konsumen merasa bahwa pengembangnya baik, mau menanggung semua biaya yang timbul padahal itu kan cuma gimmick saja. Semua biaya-biaya tersebut mau ngga mau dimasukkan di dalam harga rumah.
Dari sisi pengembang ketika menerapkan strategi ini harus betul-betul menghitung besarnya HPP (Harga Pokok Produksi) dan rencana keuntungan yang didapatkan dalam penjualan tiap unit rumah.
Hal ini penting diperhatikan oleh seorang pengembang supaya nantinya proyeknya malah zonk.
Strategi ini bisa-bisa saja dipraktekkan dan bagus untuk mengakomodir kondisi kebanyakan masyarakat Indonesia bahwa mereka kesulitan menyediakan uang tunai walaupun untuk membeli rumah. Tetapi seorang pengembang harus menghitungnya dengan cermat.
Penulis: Asriman A. Tanjung, ST
Penulis buku Cara Benar Meraih Sukses Di Bisnis Properti yang diterbitkan Gramedia
Pendiri DEPRINDO (Developer Properti Indonesia), asosiasi developer properti yang sudah diakui pemerintah
Pemilik asriman.com, blog properti nomor 1 di Indonesia
Lihat artikel lainnya:
- Menjual Perumahan Subsidi, Free Biaya-Biaya, Ndak Bahaya Ta?
- Siapa yang Menanggung Biaya dan Pajak-Pajak Dalam Jual Beli Properti?
- Berapa Besarnya Biaya Akta AJB PPAT?
- Inilah Keterampilan Wajib yang Harus Dimiliki Oleh Seorang Broker Properti
- Strategi Gimmick Marketing Yang Bisa Dipraktekkan
- Cara Membeli Tanah Sawah SHM Sebagian yang Sedang Menjadi Jaminan Hutang Di Bank
- Dalam Menjual Fleksibellah Terhadap Calon Pembeli
- Siapa yang Menanggung Biaya Akta PPAT
- Berapa Biaya Membuat Sertifikat Dari Tanah Girik?
- Ini Keuntungan Membeli Lahan yang Sudah Sertifikat Oleh Developer
- Biaya-Biaya yang Timbul Dalam Proses Jual Beli Rumah Second
- Cara Menjual Properti Dengan Menerapkan Uang Muka 0 Rupiah
- Jika Ingin Deal Tanggung Saja Kewajibannya
- Harga Tanahnya Sudah 1,5 Juta/M2, Berapa Harga Jual Rumah Nantinya?
- Cara Aman Membeli Rumah yang Masih Dalam Jaminan Hutang