Seorang anggota DEPRINDO yang menjalankan proyek milik bos-nya, mengeluh atas rendahnya penjualan di proyeknya.

Karena rendahnya prestasi penjualan, Owner telah mengganti tenaga marketing sampai 4 kali. Penjualan proyek saat ini ditangani tenaga marketing baru.

Dari sisi kemampuan, terlihat tenaga marketing yang baru sangat bisa dihandalkan. Namun tetap saja realisasi penjualan masih sangat rendah.

Dia tidak mengeluh karena kurang sigapnya marketing baru dalam berjualan atau ketersediaan pasar, namun adanya hambatan akibat kekeliruan sang big bos ketika memperlakukan tenaga marketing lama yang diganti. 

Ada 2 hal yang dia anggap keliru yaitu keterlambatan membayar fee marketing dan bahasa “kasar” yang menyinggung marketing lama. Perlu diketahui, untuk kegiatan pemasaran, selain fee marketing, developer menyediakan anggaran operasional berupa uang transportasi, baik staff marketing yang melakukan canvasing maupun sales koordinatornya.

Kejadian di proyek anggota yang dia jalankan adalah fee marketing baru dibayar setelah tenaga marketing mengejar-ngejar ke owner.

Sementara developer menunda dengan dalih rendahnya penjualan. Kekeliruan lanjutan adalah keluarnya bahasa yang dianggap kasar oleh marketing yaitu marketing dianggap memakan gaji buta, dengan membandingkan biaya operasional dengan realisasi penjualan. Akibat bahasa kasar ini, marketing pada mengundurkan diri. 

Tanpa disadari, marketing yang merasa tersinggung dan mundur ternyata membawa dampak luas pada kegiatan penjualan lanjutan yang dilakukan tenaga marketing pengganti.

Isu developernya tidak konsisten bayar fee dan dianggap arogan menyebar di komunitas tenaga sales. Terdapat keengganan tenaga sales untuk turut bergabung dan menjual.

Issue utama adalah developer tidak beres dalam membayar fee marketing, terdistorsi menjadi developer tidak beres, kata-kata dalam membayar fee menjadi hilang.

Ketika developer tidak beres selanjutnya berantai menjadi perumahan tidak beres. Isu ini menjadi liar, tidak hanya sales (freelance) enggan membantu menjual rumah, tapi turut mengkompori calon konsumen untuk tidak membeli rumah di proyek kawan saya ini. 

Kawan saya ini sempat mendengar di warung kopi depan proyek. Ibu pemilik warung bercerita kalau proyek perumahannya katanya ada masalah.

Banyak calon konsumen yang menjadi takut akibat isu liar yang terjadi. Isu yang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan proyek itu sendiri. 

Pelajaran yang dipetik

Biaya operasional dan fee marketing adalah darah utama bagi tenaga marketing. Dengan volume penjualan yang masih kecil, marketing sangat berharap agar fee segera dibayar.

Tentu untuk menutup kebutuhan hidupnya. Developer tidak bisa beralasan penjualan baru sedikit sehingga menunda-nunda pembayaran fee.

Meskipun realisasi penjualan jauh dibawah target, developer tetap terikat untuk membayar biaya operasional dan mencairkan segera fee marketing atas realisasi penjualan tersebut.

Sebagai developer, dengan alasan rendahnya cashflow, kita tidak boleh menunda pembayaran fee ke marketing

Berkata bijak tanpa menyakiti harus tetap dijaga. Pemecatan tenaga sales karena rendahnya prestasi penjualan saja sudah membawa rasa bersalah dan sedih.

Jangan dibumbui hal-hal yang tidak semestinya diucapkan. Meskipun mungkin benar tenaga marketing memakan gaji buta, tetap tidak bijak ketika itu diucapkan secara serampangan. Ada buntut lanjutan atas ucapan kita pada nama baik proyek. 

Semoga bermanfaat!

Mandor Tomo | WAKETUM DEPRINDO

Lihat artikel lainnya:
Dampak Ketika Salah Memperlakukan Kegagalan Tenaga Marketing

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

×

Hallo...!

Workshop Cara Benar Memulai Bisnis Developer Properti Bagi Pemula akan diadakan tanggal 20-21 Januari 2024 di Jakarta

× Info Workshop Developer Properti