Tanah girik adalah jenis tanah hak milik adat yang belum didaftarkan di negara. Sebenarnya tanah yang masih dalam kondisi girik ini harus diajukan sertifikat setelah UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria diundangkan.

Tetapi karena berbagai hal, diantaranya karena ketidaktahuan masyarakat atau kendala lainnya maka sampai saat ini masih banyak tanah girik yang belum disertifikatkan.

Dulunya girik ini adalah bukti bahwa pemilik sudah membayar iuran kepada negara melalui pemerintah daerah, makanya namanya dulu adalah Ipeda atau Iuran Pendapatan Daerah.

Jadi orang yang mengaku memiliki sebidang tanah ia harus membayar iuran kepada pemerintah daerah, sebagai bukti ia sudah membayar iuran maka diterbitkan surat bukti pembayaran.

Dimana dalam surat bukti pembayaran tersebut ada terdapat alamat objek, luas dan nama pemiliknya. Alamat objek tercantum nama desa dan nomor persil dan nomor surat C-nya. Bukti pembayaran inilah yang dikenal oleh masyarakat sebagai girik.

Saat ini girik sudah tidak ada lagi diterbitkan karena sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan bukti pembayaran iuran/pajak karena kepemilikan tanah diganti dengan SPPT PBB (Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan).

Girik berubah fungsi dari bukti membayar pajak menjadi alas hak kepemilikan

Setelah UU No. 12 Tahun 1985 diterbitkan, setiap bidang tanah diterbitkan SPPT PBB walaupun tanah itu belum bersertifikat. Sehingga sejak saat itu girik berubah fungsi dari awalnya sebagai bukti sudah membayar pajak menjadi bukti kepemilikan.

Girik sebagai bukti kepemilikan tetap diakui negara dimana tanah yang alas haknya berupa girik bisa diajukan permohonan hak atas tanah tersebut. Hal ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Lihat di penjelasan Pasal 24 PP No. 24 Tahun 1997:

Bukti kepemilikan itu pada dasarnya terdiri dari bukti kepemilikan atas nama pemegang hak pada waktu berlakunya UUPA dan apabila hak tersebut kemudian beralih, bukti peralihan hak berturut-turut sampai ke tangan pemegang hak pada waktu dilakukan pembukuan hak.

Alat-alat bukti tertulis yang dimaksudkan dapat, berupa:

  1. grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonnantie (Staatsblad. 1834 27), yang telah dibubuhi catatan, bahwa hak eigendom yang bersangkutan dikonversi menjadi hak milik; atau
  2. grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonnantie (Staatsblad. 1834 27) sejak berlakunya UUPA sampai tanggal pendaftaran tanah dilaksanakan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 di daerah yang bersangkutan; atau
  3. surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja yang bersangkutan; atau
  4. sertifikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1959; atau
  5. surat keputusan pemberian hak milik dari Pejabat yang berwenang, baik sebelum ataupun sejak berlakunya UUPA, yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan, tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut di dalamnya; atau
  6. akta pemindahan hak yang dibuat di bawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini; atau
  7. akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang tanahnya belum dibukukan; atau
  8. akta ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977; atau
  9. risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang, yang tanahnya belum dibukukan; atau
  10. surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah; atau
  11. petuk Pajak Bumi/Landrente, girik, pipil, kekitir dan Verponding Indonesia sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961; atau
  12. surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan; atau
  13. lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagaimana dimaksud dalam Pasal II, Pasal VI dan Pasal VII Ketentuan-ketentuan Konversi UUPA.

Dalam hal bukti tertulis tersebut tidak lengkap atau tidak ada lagi, pembuktian kepemilikan itu dapat dilakukan dengan keterangan saksi atau pernyataan yang bersangkutan yang dapat dipercaya kebenarannya menurut pendapat Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik.

Yang dimaksud dengan saksi adalah orang yang cakap memberi kesaksian dan mengetahui kepemilikan tersebut.

Apa syarat girik bisa diajukan sertifikat?

Tanah girik bisa diajukan menjadi sertifikat dengan memenuhi beberapa persyaratan:

Mengurus surat keterangan tidak sengketa; surat keterangang tidak sengketa ini diurus di kantor desa atau lurah setempat. Biasanya setelah ditandatangan kepala desa, harus juga diregister di kantor camat.

Pentingnya surat keterangan tidak sengketa ini adalah supaya terdapat keyakinan bahwa atas bidang tanah tersebut tidak ada sengketa kepemilikan.

Yang mengajukan permohonan adalah satu-satunya pemilik yang sah atas tanah tersebut. Hal ini dibuktikan dengan kepemilikan berupa asli girik tersebut.

Mengurus surat keterangan riwayat tanah; sama dengan surat keterangan tidak sengketa, surat keterangan riwayat tanah ini juga diurus di kepala desa atau lurah, selanjutnya juga diregister di kantor camat bersangkutan.

Pentingnya surat keterangan riwayat tanah ini adalah untuk melihat bahwa pemilik sekarang memperoleh tanah tersebut jelas riwayatnya.

Surat keterangan riwayat tanah ini menerangkan sejak giriknya terbit sampai nama pemilik sekarang jelas bukti peralihannya.

Jika itu ada jual beli, maka di surat keterangan riwayat tanah tersebut disebutkan peralihannya sampai dengan pemilik sekarang.

Dalam surat keterangan riwayat tanah tersebut harus runut dari awal sampai akhir; dari sejak girik itu terbit sampai dengan pemilik saat ini, tidak boleh ada riwayat terputus.

Mengurus surat keterangan penguasaan fisik secara sporadik; sama dengan dua jenis surat di atas, surat keterangan tidak sengketa dan surat keterangan riwayat tanah, surat keterangan penguasaan fisik secara sporadik ini juga dikeluarkan oleh kepala desa atau lurah. Nantinya juga diregister di camat bersangkutan.

Pentingnya surat pengeuasaan fisik secara sporadik ini adalah untuk menjamin bahwa pemilik sekarang betul-betul menguasai fisik tanah itu.

Hal ini tentu didukung oleh keterangan-keterangan dari ketua RT dan RW setempat bahwa benar pemilik sesuai nama yang tercantum di girik adalah betul menguasai fisik tanah tersebut.

Sopradik itu maksudnya bahwa si pemilik pengajukan surat keterangan penguasaan fisik itu hanya untuk bidang yang dimilikinya saja. Karena dia mengajukan sertifikat secara sporadik saja. Bukan secara sistematis.

Istilah sporadik ini untuk membedakan dengan program pensertifikatan massal yang diadakan pemerintah untuk mensertifikatkan bidang-bidang tanah dalam suatu luasan tertentu, misalnya suatu kecamatan atau kelurahan.

Dulu program pensertifikatan massal secara sistematis ini namanya Prona atau proyek nasional. Sekarang programnya bernama PTSL atau Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap.

Kedua program ini sama, yaitu mensertifikatkan tanah-tanah miliki masyarakat secara bersama-sama.

Surat Keterangan Waris; jika nama di girik sudah meninggal maka harus ada surat keterangan kematian atas nama tersebut dan surat keterangan warisnya. Karena biasanya girik terbit sudah sejak lama, sehingga pemilik girik kebanyakan sudah meninggal.

Oleh karena itu kepemilikan jatuh kepada para ahli warisnya. Siapa saja para ahli warisnya tercantum dalam surat keterangan waris tersebut.

Semua syarat ini lalu dibawa ke BPN, dilengkapi dengan syarat normatif seperti KTP dan KK, NPWP semua pemohonan, disertai dengan SPPT PBB terbaru dan bukti pembayarannya.

Pengurusan tanah girik di kantor BPN

Setelah semua berkas lengkap, langkah pertama dilakukan BPN adalah mengukur tanah tersebut untuk mendapatkan data fisik tanah, sehingga nanti akan ketahuan luasnya berapa.

Karena adakalanya bukti luas yang ada di girik berbeda dengan luas sebenarnya hasil pengukuran, karena memang pada saat terbitnya girik pengukuran belum seakurat sekarang.

Penerbitan Surat Ukur

Setelah dilakukan pengukuran ke lapangan, kemudian data tersebut diolah di bagian pengukuran di BPN untuk selanjutnya dikeluarkan surat ukur. Dalam surat ukur tersebut terdapat informasi lengkap tentang tanah tersebut.

Informasi itu seperti batas-batas tanahnya, siapa yang mengajukan permohonan pengukuran dan petugas yang mengukur ke lokasi.

Pengumuman data fisik dan yuridis

Untuk menjamin bahwa bidang tanah tersebut tidak sengketa maka BPN mengumumkan tentang permohonan sertifikat tanah tersebut di kantor desa dan kantor BPN. Pengumuman tersebut memuat data fisik atas bidang tanah tersebut dan data yuridisnya dan diumumkan selama enampuluh hari.

Selama enampuluh hari tersebut BPN melihat apakah ada pihak lain yang keberatan atas permohonan sertifikat tanah tersebut. Jika ada pihak yang keberatan atas proses permohonan sertifikat ini maka BPN tidak melanjutkan proses sertifikat tanah tersebut sampai ada keputusan yang jelas atas tanah tersebut.

Jika ada pihak yang keberatan tentu dengan alasan tertentu, mungkin karena kepemilikan, hutang piutang atau karena hal lainnya.

Langkah pertama BPN mempersilahkan para pihak bermediasi, selanjutnya jika dengan mediasi tidak tercapai kesepakatan maka BPN mempersilahkan para pihak untuk melanjutkan upaya penyelesaian dengan upaya hukum.

Nah, jika sampai pada tahapan ini maka proses permohonan sertifikat dihentikan sampai dengan adanya keputusan yang memiliki kekuatan hukum tetap atau inkrah.

Penerbitan SK Hak atas Tanah

Jika setelah pengumuman tidak ada pihak yang keberatan, maka setelah jangka waktu pengumuman selesai, maka BPN mengeluarkan SK atau Surat Keputusan pemberian hak milik atas tanah tersebut.

Karena tanah ini dulunya sudah milik masyarakat, maka SK yang dikeluarkan berbentuk konversi dari hak lama menjadi Hak Milik yang sesuai dengan undang-undang.

Surat keputusan konversi hak ini ditandatangani oleh kepala kantor pertanahan kabupaten/kota setempat, namun untuk luasan tertentu SK hak atas tanah ini ditandatangani oleh kepala kantor wilayah yang berada di provinsi atau menteri agraria dan tata ruang/kepala BPN untuk luasan yang lebih luas lagi.

Namun untuk tanah girik biasanya permohonannya masih berupa orang pribadi dan luasan yang tidak terlalu luas, sehingga cukup diurus di kantor pertanahan di kabupaten atau kota saja.

Penerbitan sertifikat atau pembukuan

Setelah SK hak atas tanah tersebut terbit maka langkah selanjutnya adalah pemohon wajib membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah (BPHTB), yang besarnya sekitar 5% dari NJOP atau nilai pasar tanah.

Pembayaran BPHTB dilakukan di bank setelah mendapatkan kode billing atas pembayaran tersebut. Kode billing bisa dibuatkan oleh petugas di dinas pendapatan daerah bersangkutan dengan menunjukkan SK hak atas tanah dan SPPT PBB kepada petugas.

Setelah BPHTB dibayar dan divalidasi di kantor dinas pendapatan daerah maka selanjutnya bukti pembayaran yang sudah divalidasi tersebut dibawa ke kantor BPN untuk selanjutnya diterbitkan sertifikatnya. Itulah sertifikat yang berupa buku yang ada di tangan masyarakat saat ini.

Sertifikat tanah tersebut berupa salinan bukti kepemilikan, sementara aslinya ada di kantor pertanahan berupa buku tanah. Lalu semua berkas kelengkapan permohonan sertifikat tersebut disimpan dalam warkahnya.  

Lihat artikel lainnya:
Apakah yang Dimaksud Dengan Tanah Girik? Bagaimana Cara Mengurusnya Menjadi Sertifikat?
Tagged on:                                                                                                                         

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

×

Hallo...!

Workshop Cara Benar Memulai Bisnis Developer Properti Bagi Pemula akan diadakan tanggal 20-21 Januari 2024 di Jakarta

× Info Workshop Developer Properti