Program 3 juta rumah pertahun oleh pemerintah sudah mulai berjalan dan digeber dengan kencang. Salah satu pertandanya adalah pembangunan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah di Tangerang. Pembangunan proyek perumahan tersebut di atas lahan milik perusahaan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait sementara yang akan membiayai pembangunan adalah PIK 2 atau Agung Sedayu Group. Konon uang yang digelontorkan untuk proyek ini sampai 60 miliar rupiah.
Langkah ini perlu kita apresiasi, tetapi tentu saja ini belumlah cukup untuk menuntaskan program 3 juta rumah pertahun. Jauh dari cukup, karena jika kita lihat, khusus untuk perumahan ini, luas lahannya hanya 2,5 ha, dan nantinya akan dibangun kurang lebih 250 unit rumah.
Langkah gotong royong
Jika sumbangan tanah dan pembangunan rumah tersebut bertujuan untuk memenuhi target 3 juta rumah pertahun, masing jauh panggang dari api. Amat jauh dari target program. Jika dihitung baru memenuhi 0,0083% dari 3 juta rumah.
Tetapi penting untuk melihat bahwa bantuan lahan dan pembangunan perumahan tersebut dari sisi lain. Ini sebagai perlambang bahwa elemen bangsa bersatu bergotong royong dan berniat baik untuk mensukseskan program 3 juta rumah pertahun. Dengan adanya bantuan tersebut masyarakat melihat bahwa semua pihak perlu berkontribusi terhadap program pemerintah. Diharapkan, nanti akan ada lagi pengusaha yang berinisiatif memberikan sumbangsihnya dalam melaksanakan program 3 juta rumah pertahun yang digagas pemerintah.
Kontribusi berbagai sumberdaya
Pengusaha atau masyarakat yang ingin ikut berkontribusi bisa dalam bentuk sumbangan lahan, jika punya, atau menyumbang uang untuk pembangunan perumahan seperti yang dilakukan oleh Aguan dari Agung Sedayu. Tidak tertutup kemungkinan jika sebuah perusahaan kontraktor juga ikut menyumbangkan tenaga dan sumberdaya yang mereka punya untuk membangun rumah di atas lahan yang sudah disediakan oleh pihak lain. Intinya dalam kerja besar ini semua pihak berkomitmen bekerjasama.
Sumbangan lahan dan sumberdaya lainnya dari siapapun termasuk para filantropis tentulah amat diharapkan, tetapi yang lebih penting adalah perencanaan yang matang dari pemerintah untuk pemenuhan kebutuhan rumah masyarakat. Karena mengharapkan sumbangan lahan dari warga negara tidak bisa dikatakan sebagai langkah stategis tetapi lebih kepada tindakan sporadis dari orang yang memiliki “kelebihan” dibanding warga negara lain.
Pentingnya regulasi yang ramah untuk MBR
Langkah untuk menarik komitmen dan gotong royong ini sah-sah saja dilakukan dan itu baik, tetapi yang paling penting dilakukan oleh pemerintah adalah membuat peraturan yang dapat membuat ekosistem bisnis properti ramah terhadap masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Karena penyediaan perumahan akan lebih mudah jika terdapat ekosistem bisnis properti yang kondusif yang melibatkan semua pihak termasuk pengembang swasta.
Jadi tidak hanya mengharapkan lahan sumbangan, dana sumbangan atau bantuan sukarela dari berbagai pihak. Pun tidak hanya pemerintah yang berjuang untuk memenuhi kebutuhan rakyat di bidang perumahan. Karena itu berat sekali.
Regulasi tentang bisnis properti dan ekosistem yang terbentuk di dalamnya akan lebih jika melibatkan semua kementerian atau institusi yang sekira terkait. Kementerian yang terkait itu adalah Kementerian PKP, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Kementerian Pertanian, Kementerian Keuangan termasuk dBank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan kementerian dan institusi lainnya.
Pentingnya keterlibatan BI dan OJK untuk masyarakat non fix income
Dalam hal ini keterlibatan BI dan OJK amat penting untuk membuat regulasi yang bisa membantu masyarakat yang non fix income mendapatkan fasilitas pembiayaan, mereka yang selama terabaikan oleh perbankan dengan berbagai alasan. Padahal merekalah yang lebih banyak membutuhkan tempat tinggal.
Merekalah yang sebenarnya membutuhkan program perumahan. Itulah cara yang bernas mensukseskan program pemerintah menyediakan rumah yang layak untuk masyarakat. Mereka yang berwiraswasta, atau berusaha kecil-kecilan, banyak diantara mereka yang memiliki penghasilan yang cukup untuk mambayar cicilan rumah 1 juta-an perbulan. Sesuai dengan besaran cicilan untuk perumahan subsidi.
Ini penting menjadi perhatian pemerintah karena pada umumnya TNI, POLRI, ASN dan karyawan tetap non ASN saat ini sebagian besar sudah memiliki rumah, baik melalui program subsidi yang sudah berjalan saat ini, mulai dari FLPP, BP2BT dan SSB atau dengan membeli perumahan non subsidi yang sesuai dengan penghasilan mereka.
Pembiayaan untuk masyarakat fix income lebih mudah
Regulasi yang sudah ada, terutama regulasi pemberian kredit perumahan sangat menganakemaskan mereka yang fix income dan mengabaikan mereka yang non fix income. Beberapa bank amat tegas mengatur ini, mereka langsung menyampaikan kepada developer bahwa mereka hanya akan memproses KPR untuk calon debitur berupa karyawan tetap. Bahkan beberapa bank BUMN-pun memberlakukan peraturan ini dengan amat keras. Jika bank milik negara tidak ada niatan untuk membantu masyarakat apatah lagi bank swasta.
Inilah pentingnya pemerintah melalui beberapa kementerian terkait dan institusi perlu merumuskan regulasi dan kebijakan. Mulai dari membuat kajian komprehensif, pemetaan masalah dan menelurkan regulasi dan kebijakan yang akomodatif terhadap permasalahan perumahan yang dialami oleh anak bangsa.
Jadi sumbangan tanah dari menteri itu bagus, sumbangan dana pembangunan dari Aguan itu ngga jelek, tetapi yang lebih penting adalah langkah strategis membuat regulasi yang memungkinkan masyarakat lebih mudah lagi untuk membeli rumah, terutama regulasi tentang akses pembiayaan untuk MBR dalam membeli rumah, apapun kondisinya. Karena, di situlah masalahnya.
Author: Asriman A. Tanjung, ST
Penulis buku Cara Benar Meraih Sukses Di Bisnis Properti yang diterbitkan Gramedia
Pendiri dan Ketua Dewan Pembina DEPRINDO (Developer Properti Indonesia), asosiasi developer properti yang sudah diakui pemerintah
Pemilik asriman.com, blog properti nomor 1 di Indonesia
Lihat artikel lainnya:
- Program 3 Juta Unit Rumah Tiap Tahun, Masalah dan Solusinya
- Apa Beda Program FLPP, BP2BT Dan Subsidi Selisih Bunga KPR?
- BP Tapera: ASN Semakin Mudah Memiliki Rumah
- Program Subsidi BP2BT Dihapus
- Kesulitan Pelaku UKM Dalam Rangka Dukungan KPR Subsidi Skema BP2BT Jika Sudah Memiliki Pinjaman Usaha
- Cara Menjual Kembali Perumahan Subsidi yang Sudah Dibeli
- Inilah yang Dimaksud dengan Pembangunan Hunian Berimbang Sebagaimana Diatur Dalam PP No. 12 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Perumahan Dan Kawasan Permukiman, Sebagai Turunan Dari UU Omnibus Law Cipta Kerja
- Triumvirat Penyediaan Perumahan Bagi MBR
- Bisnis Properti yang Menciptakan Kekayaan
- Azas Pembangunan Perumahan dan Kawasan Permukiman: Kesejahteraan
- Ini Dia Pengertian Perumahan dan Kawasan Permukiman Menurut UU No. 1 Tahun 2011
- KPR BTN Harapan, Harapan Baru Pembeli Rumah Non Subsidi dengan Bunga Rendah
- Urgensi Bantuan PSU Untuk Perumahan Subsidi
- Masyarakat Yang Memiliki Penghasilan Rp6 Juta-an Bisa Dapat Subsidi KPR Sampai Dengan Rp40 Juta
- Begini Kerjasama Lahan dengan Perhitungan Bagi Unit untuk Pembangunan Proyek Properti