Triumvirat di ketatanegaraan

Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, kita mengenal triumvirat kekuasaan yang bersifat sementara dan berhak memimpin negara jika terjadi kekosongan kekuasaan karena presiden dan wakil presiden tidak dapat memimpin jalannya pemerintahan karena suatu hal.

Ia terdiri dari Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, dan Menteri Pertahanan, yang ketiganya secara bersama-sama akan menjalankan pemerintahan untuk sementara waktu, hingga DPR mengusulkan calon Presiden dan Wakil Presiden baru kepada MPR.

Di bidang properti khususnya dalam penyediaan rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) juga ada triumvirat, yaitu pemerintah, perbankan dan pengembang.

Triumvirat ini bahu membahu untuk membantu masyarakat untuk mendapatkan tempat tinggal yang layak terutama bagi MBR.

Pemerintah sebagai regulator

Sebenarnya peran pemerintah dalam hal penyediaan tempat tinggal yang layak bagi warga negara tidak terbatas hanya sebagai regulator saja.

Perannya lebih dari itu, bahkan sebenarnya penyediaan tempat tinggal yang layak ini merupakan kewajiban pemerintah.

Hal ini amat jelas termaktub dalam Pasal 28 H UUD 1945 yang berbunyi; Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapalkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

Namun kenyataannya pemerintah tidak sanggup menyediakan tempat tinggal yang layak tersebut seorang diri, terlepas dari berbagai hal yang menyebabkannya.

Dengan amat terpaksa peran pemerintah auto kebiri dari awalnya sebagai penyedia menjadi ‘hanya’ sebagai regulator.

Peran sebagai regulator sudah terpampang di dunia nyata. Bisa dilihat dari diterbitkannya peraturan-peraturan yang bertujuan mempermudah penyediaan perumahan bagi MBR baik itu berupa Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan Bank Indonesia dan lain-lain. Itu ditingkat pusat.

Peraturan-peraturan ini ditindaklanjuti dengan peraturan-peraturan di tingkat daerah, baik berupa Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati atau Walikota dan seterusnya.

Sebenarnya peraturan-peraturan di tingkat pusat sudah memberi kemudahan bagi MBR untuk memiliki rumah. Contohnya PP 64 2016 tentang Pembangunan Perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah. ini kentara sekali pemerintah menjalankan fungsinya sebagai regulator yang berpihak kepada masyarakat.

Namun dalam pelaksanaannya di tingkat daerah dihadang kendala dari berbagai sebab. Sehingga niat baik pemerintah pusat tidak terwujud.

Akibat nyata dari tidak terlaksananya PP 64 2016 tersebut di tingkat daerah adalah pengembang masih terperangkap dalam lingkaran bisnis berbiaya tinggi.

Belakangan, peran pemerintah sebagai regulator bertambah yaitu sebagai penyedia subsidi. Hal ini disebabkan adanya kekurangan penyediaan rumah (backlog) yang sangat besar, yang konon jumlahnya mencapi 11 juta-an.

Subsidi yang sudah berjalan terdiri dari beberapa skema diantaranya Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) dan Subsidi Selisih Bunga (SSB).

Skema tersebut masih dilengkapi dengan Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM). Yap, kumplit.

Perbankan sebagai perpanjangan tangan pemerintah menyalurkan subsidi

Pemerintah menggandeng perbankan untuk menyalurkan subsidi kepemilikan rumah dan telah melakukan penandatanganan Perjanjian Kerjasama Operasional (PKO) dengan tak kurang dari 40 bank. Mereka terdiri dari bank nasional dan bank pembangunan daerah.

Kenapa pemerintah harus menggandengan perbankan?

Karena perbankan merupakan institusi yang mapan dan berpengalaman dalam menyalurkan pembiayaan kepada masyarakat.

Pengembang sebagai ujung tombak penyediaan perumahan

Karena pemerintah tidak sanggup menyediakan kebutuhan perumahan bagi masyarakat maka disinilah peran swasta dibutuhkan untuk membantu ‘kewajiban’ pemerintah tersebut.

Sinergi antara pemerintah, perbankan dan pengembang

Agar program pemerintah menyediakan perumahan bagi masyarakat berjalan dengan baik maka dibutuhkan sinergi antara ketiga pihak tersebut; pemerintah, perbankan dan pengembang.

Sinergi yang dibutuhkan dari pemerintah terutama dalam hal kemudahan bagi pengembang dalam menjalankan usahanya terutama terkait legalitas dan perizinan.

Pengembang sangat merindukan proses legalitas dan perizinan tersebut menjadi lebih sederhana, cepat dan berbiaya murah.

Yang mana kondisinya saat ini masih banyak kekurangan yang harus dibenahi pemerintah terutama pemerintah daerah sebagai ujung tombak pelaksana kebijakan di tingkat pusat.

Kekurangan tersebut menyebabkan proses legalitas dan perizinan kebalikan dari kondisi ideal. Artinya saat ini prosesnya amat berbelit, lambat dan berbiaya tinggi. Miris memang, tapi Inilah tantangan pemerintah ke depan.

Sinergi selanjuntnya dibutuhkan oleh pengembang dalam hal pembiayaan dari perbankan, baik pembiayaan bagi pengembang sendiri maupun untuk konsumen nantinya.

Dalam hal ini prinsip pembiayaan yang sederhana, cepat dan berbiaya murah juga selayaknya dijalankan.

Sehingga dengan adanya sinergi dengan prinsip tersebut program pemerintah menekan backlog (kekurangan penyediaan rumah) bisa teratasi dengan program sejuta rumah.

Lihat artikel lainnya:
Triumvirat Penyediaan Perumahan Bagi MBR

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

×

Hallo...!

Workshop Cara Benar Memulai Bisnis Developer Properti Bagi Pemula akan diadakan tanggal 20-21 Januari 2024 di Jakarta

× Info Workshop Developer Properti