Untuk mencapai tujuan negara yang menjamin hak warga negara untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana tercantum pada Pasal 28H Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman mengamanatkan ketentuan dalam Pasal 27, Pasal31, Pasal 50 ayat (3), Pasal 53 ayat (3), Pasal 55 ayat (6), Pasal 58 ayat (4), Pasal 84 ayat (7), Pasal 85 ayat (5), Pasal 90, Pasal 93, Pasal 95 ayat (6), Pasal 104, Pasal 113, dan Pasal 150 perlu diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pada bulan Mei tahun 2011, amanat dimaksud diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman yang ada dalam Peraturan Pemerintah ini bertujuan untuk, Pertama mewujudkan ketertiban dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman;

Kedua, memberikan kepastian hukum bagi seluruh pemangku kepentingan dalam melaksanakan tugas serta hak dan wewenang kewajibannya dalam Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman; dan Ketiga, mewujudkan keadilan bagi seluruh pemangku kepentingan terutama bagi MBR dalam Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman merupakan satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan Perumahan, penyelenggaraan Kawasan Permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap Perumahan dan Permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat. Berdasarkan ketentuan tersebut, dalam Peraturan Pemerintah ini diatur bahwa Perumahan dan Kawasan Permukiman merupakan satu kesatuan sistem yang diikat oleh infrastruktur sesuai hierarkinya.

Salah satu hal khusus yang diatur adalah keberpihakan negara terhadap MBR. Dalam kaitan ini, Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah wajib memenuhi kebutuhan Rumah bagi MBR dengan memberikan kemudahan pembangunan dan perolehan Rumah melalui program perencanaan pembangunan Perumahan secara bertahap dan berkelanjutan.

Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2OI1 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman mengalami perubahan. Atas dasar

peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha, beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2otl tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman mengalami perubahan.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja bertujuan untuk: Pertama, menciptakan iklim berusaha di Indonesia yang kondusif dan investasi di Indonesia yang lebih baik; Kedua, meningkatkan daya saing Indonesia; Ketiga, mengurai permasalahan ouer regulated; Keempat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan pelaku usaha.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja diharapkan mampu menyerap tenaga kerja Indonesia yang seluas-luasnya di tengah persaingan yang semakin kompetitif dan tuntutan globalisasi ekonomi.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja mengamanatkan perlunya dilakukan perubahan terhadap beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2OIL tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman yang perlu diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Amanat Pasal 50 Undang-Undang Nomor 1 1 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja tersebut memberikan implikasi hukum berupa lahirnya Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Peraturan Pemerintah sebagai pelaksana Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja tersebut mengatur substansi baru terkait Perumahan dan Kawasan Permukiman antara lain:

  1. standar perencanaan dan perancangan Rumah;
  2. standar perencanaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum;
  3. Hunian Berimbang;
  4. PPJB;
  5. pengendalian Perumahan; dan
  6. sanksi administratif.

Standar perencanaan dan perancangan Rumah dan standar perencanaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dilaksanakan melalui penyesuaian nomenklatur terhadap izin mendirikan bangunan menjadi PBG, perubahan nomenklatur persyaratan menjadi standar, serta penyederhanaan penataan kewenangan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dengan norma, standar, pedoman dan kriteria yang diatur oleh Pemerintah Pusat.

Dalam rangka pemenuhan penyediaan Perumahan bagi MBR diatur bahwa Badan Hukum yang melakukan pembangunan Perumahan wajib mewujudkan Perumahan dengan Hunian Berimbang. Sebagai langkah strategis, diatur alternatif pemenuhan kewajiban pemenuhan Hunian Berimbang bagi pelaku pembangunan, yakni dengan adanya konversi ke dalam bentuk Rumah susun umum yang dibangun dalam 1 (satu) hamparan yang sama atau bentuk dana untuk pembangunan Rumah umum.

Untuk mewujudkan pemenuhan kewajiban serta percepatan penyediaan Rumah umum yang layak dan terjangkau bagi MBR, menjamin kepemilikan, penghunian, dan tercapainya asas manfaat dari Rumah umum tersebut, serta pelaksanaan dari berbagai kebijakan, termasuk dalam melakukan pengelolaan Dana Konversi sebagai alternatif pemenuhan kewajiban Hunian Berimbang bagi pelaku pembangunan sebagaimana tersebut di atas, dibentuklah suatu badan yakni Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan.

Selain itu, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja juga memberikan perlindungan terhadap konsumen melalui penguatan pengaturan PPJB yang sebelumnya diatur dalam Peraturan Menteri, menjadi diamanatkan untuk diatur dalam Peraturan Pemerintah ini. Terdapat 2 (dua) substansi pokok yakni Pemasaran dan PPJB yang masing-masing memiliki persyaratan. Keberadaan syarat tersebut bertujuan untuk melindungi konsumen dan meletakkan keseimbangan antara pelaku pembangunan dan calon pembeli.

Pengaturan mengenai pengendalian Perumahan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja dipertegas dengan memberikan kewenangan untuk mengatur dan menetapkan norma, standar, pedoman dan kriteria kepada Pemerintah Pusat. Sedangkan rincian mengenai tahapan dan bentuk pengendalian Perumahan tetap menggunakan norma atau ketentuan yang ada pada Peraturan Pemerintah existing.

Upaya untuk meningkatkan minat investor untuk berinvestasi dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja pada Peraturan Pemerintah ini juga terlihat dari dilakukannya perubahan kebijakan strategis pada pengaturan terkait pengenaan sanksi. Pemerintah mengambil kebijakan untuk mengedepankan pengenaan sanksi administratif pada setiap peraturan perundang-undangan sektoral dengan pengecualian bagi kegiatan yang berdampak pada Kesehatan, Keselamatan Kerja, dan Lingkungan (K3L).

Penerapan sanksi pidana bersifat ultimum remedium yang bermakna bahwa sanksi pidana merupakan sanksi terakhir yang digunakan dalam penegakan hukum. Dengan diberlakukannya perubahan dan/atau penyempurnaan pengaturan Peraturan Pemerintah ini, diharapkan tujuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja untuk melakukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan peningkatan ekosistem investasi, kemudahan, dan percepatan proyek strategis nasional yang berorientasi pada kepentingan nasional yang berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi nasional dengan berpedoman pada haluan ideologi Pancasila dapat tercapai.

Lihat artikel lainnya:
Penjelasan Tentang Terbitnya PP No. 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Perumahan Dan Kawasan Permukiman
Tagged on:                                         

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

×

Hallo...!

Workshop Cara Benar Memulai Bisnis Developer Properti Bagi Pemula akan diadakan tanggal 20-21 Januari 2024 di Jakarta

× Info Workshop Developer Properti