Pemerintah melalui Bank Indonesia (BI) mengeluarkan kebijakan pelonggaran LTV, Loan To Value untuk skema konvensional atau FTV, Finance To Value untuk bank syariah melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 20/8/PBI/2018 tentang rasio Loan To Value (LTV) dan rasio Financing To Value (FTV) untuk Pembiayaan Properti, yang mulai berlaku sejak tanggal 1 Agustus 2018.

Dimana LTV atau FTV adalah rasio pinjaman atau pembiayaan terhadap nilai aset.

Mengenai hal ini diatur dalam Pasal 6, Bank yang memberikan KP atau PP untuk fasilitas pertama dan KP atau PP untuk fasilitas kedua dan seterusnya bagi Rumah Tapak dengan luas bangunan sampai dengan 21m2 harus memenuhi ketentuan Rasio LTV untuk KP dan Rasio FTV untuk PP yang ditetapkan sesuai dengan kebijakan Bank.

Jadi kebijakan tentang LTV atau FTV ini diserahkan kepada bank bersangkutan. Tidak ada lagi larangan oleh BI seperti sebelumnya yang melarang bank memberikan LTV atau FTV lebih dari 85% untuk rumah pertama.

Jadi jika bank menilai bahwa seorang debitur dan agunan atau jaminannya bisa diberikan kredit dengan plafond hingga 100% BI tidak melarang, boleh-boleh saja. Artinya jika plafond kredit sampai 100% maka maka uang muka 0 rupiah.

Sebenarnya PBI ini sudah diubah dengan PBI No. 21/13/PBI/2019, tapi tidak terlalu banyak perubahan, yang diubah hanya fasilitas kredit atau pembiayaan untuk rumah kedua dan selanjutnya yang rata-rata naik 5%.

Baca juga: Ini jadwal workshop developer properti bagi pemula

Jika untuk rumah kedua sebelumnya hanya dapat LTV/FTV 80% maka dengan berlakunya PBI No. 21/13/PBI/2019 ini menjadi 85%.

Tak dipungkiri relaksasi ini bisa membuat masyarakat semakin mudah dalam memiliki rumah karena masyarakat tidak perlu menyediakan uang muka yang besar. Bahkan tanpa DP masyarakat sudah bisa membeli rumah.

Penurunan uang muka (DP) menjadi 0 persen ini tentu berpengaruh kepada minat dan kemampuan beli masyarakat. Karena umumnya masyarakat kesulitan menyediakan uang muka yang besar dalam membeli rumah, walaupun sebenarnya sanggup membayar cicilan.

Namun sebenarnya pengembang properti mengharapkan tidak hanya aturan tentang uang muka pembelian, yang diberi relaksasi.

Ada beberapa kondisi pendukung lainnya yang perlu diperhatikan oleh pemerintah, diantaranya suku bunga lebih rendah, bukan hanya rendah fix 1 sampai dengan 4 tahun pertama. Hal ini penting supaya nantinya besaran angsuran tidak memberatkan masyarakat.

Untuk membuat supaya cicilan yang akan dibayarkan oleh konsumen menjadi lebih kecil pemerintah perlu mempertimbangkan juga agar jangka waktu kredit bisa dibuat lebih panjang. Misalnya menjadi 25 atau 30 tahun.

Hal ini akan sangat membantu generasi millenial yang umurnya masih 20 sampai dengan 30 tahun agar sanggup membeli rumah. Karena mereka pada awal-awal masuk di dunia kerja masih dalam tahap membangun karir dengan penghasilan yang belum begitu besar.  

Namun BI tetap memberikan syarat kepada bank yang akan menerapkan relaksasi LTV/FTV ini, yaitu:  

  1. Rasio Non Performing Loan atau kredit macet di bawah 5%.
  2. Tidak boleh mengalihkan kredit antara debitur dalam jangka waktu 1 tahun.
  3. Bank harus memiliki kebijakan memperhatikan kemampuan debitur dalam membayar cicilan.
  4. Bank tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit.

Karena kebijakan ini memiliki dampak negatif jika dipraktekkan oleh bank secara serampangan, yaitu resiko naiknya rasio kredit macet bank atau NPL atau non performing loan, karena cicilan yang ditanggung oleh konsumen menjadi lebih besar.

Karena, itu adalah konsekuensi wajar, jika uang muka lebih rendah atau bahkan 0% menyebabkan hutangnya menjadi besar, hutang besar ya cicilannya menjadi lebih besar juga. Inilah yang bisa menyebabkan kredit macet.

Lihat artikel lainnya:
Relaksasi LTV dan FTV, Beli Rumah Dengan DP 0 Persen
Tagged on:         

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

×

Hallo...!

Workshop Cara Benar Memulai Bisnis Developer Properti Bagi Pemula akan diadakan tanggal 20-21 Januari 2024 di Jakarta

× Info Workshop Developer Properti