analisa-permintaan-properti

Sebagai contoh, tahun 2013 diprediksi bahwa bisnis properti akan melambat sampai tahun 2014, setelah dua tahun belakangan bisnis properti booming.

Bisnis properti melambat diantaranya disebabkan oleh turunnya nilai tukar Rupiah dan merosotnya pasar modal dan perekonomian global.

Kebijakan Bank Indonesia (BI) yang menaikkan BI rate juga mempengaruhi melambatnya volume transaksi properti belakangan ini. Hal ini disebabkan karena sektor properti sangat dipengaruhi kondisi makro ekonomi.

Kebijakan BI tentang LTV dan FTV

Seperti dikatakan oleh Mahfudz, Sales Department Head PT Moderland Realty, seperti diberitakan liputan6.com, bahwa kebiijakan BI sendiri telah mempengaruhi penjualan properti yang turun hingga 50%. “Bulan lalu kita targetkan transaksi Rp 60 miliar, tetapi paling hanya tercapai 50%. Pada tahun lalu di bulan yang sama mencapai sudah Rp 50 miliar” tutur dia.

Kebijakan BI tentang Loan To Value (LTV) atau rasio pinjaman terhadap nilai properti juga ikut mempengaruhi volume transaksi penjualan properti saat ini. Jika di bank syariah namanya FTV atau Finance To Value.

Seperti diberitakan bahwa BI melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 14 Tahun 2012 menerapkan perubahan LTV 70 persen untuk rumah dengan luas 70 meter persegi (m2) atau lebih besar.

Dan saat ini, akhir Sepember 2013, BI sedang menyempurnakan aturan tentang LTV untuk rumah kedua dan seterusnya yang mengharuskan LTV menjadi lebih kecil.

Contohnya untuk rumah kedua LTV menjadi 60 persen atau Down Payment (DP) menjadi 40 persen dan rumah ketiga 50 persen.

Jika pemerintah menginginkan pertumbuhan bisnis properti membaik salah satu langkah yang harus dilakukan adalah dengan cara memperbesar LTV atau FTV. Karena apabila LTV atau FTV lebih besar maka uang muka atau DP yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk membeli rumah menjadi lebih kecil.

Dengan DP yang lebih kecil maka semakin lebih banyak orang yang sanggup membeli properti sehingga transaksi meningkat.

Karena pada umumnya masyarakat merasa berat kalau menyediakan uang muka. Walaupun sebenarnya ia sanggup mencicil.

Contohnya untuk harga rumah 500 juta rupiah, maka konsumen diwajibkan menyediakan uang muka 15% yaitu sebesar 75 juta rupiah. Ditambah dengan pajak-pajak bisa lebih dari 100 juta kebutuhan awalnya.

Kondisi ini menyebabkan hanya sedikit orang yang sanggup membeli rumah. Karena mungkin hanya sedikit orang yang punya uang 100 juta.

Tetapi dengan harga rumah 500 juta, maka cicilannya sekitar 5 juta per-bulan, banyak yang sanggup mencicil.

Orang yang sanggup mencicil sebesar 5 juta tersebut memang bukan karyawan atau buruh tetapi karyawan sebuah perusahaan dengan posisi sudah setingkat manejer. Minimal supervisor.

Pelarangan KPR Inden

Hal lain yang menjadi concern BI adalah pelarangan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) indent untuk rumah kedua dan selanjutnya, namun untuk rumah pertama masih dibolehkan KPR indent tersebut dengan catatan pencairan kredit sesuai dengan progres pembangunan.

Di satu sisi kebijakan BI ini bertujuan untuk lebih memberikan kesempatan kepada orang yang membeli rumah untuk ditempati alih-alih dijadikan sebagai sarana investasi.

Namun dari kacamata developer kebijakan tersebut menyebabkan menurunkan penjualan, karena sebagian konsumen menjadikan properti sebagai sarana investasi.

Hal ini disebabkan karena pada dasarnya developer tidak mempedulikan apakah konsumen membeli properti untuk ditempati atau untuk investasi. Kepentingan developer hanyalah bagaimana produknya cepat terjual.

Bagi developer penjualan adalah nafas proyek dan nafas perusahaan. Jika tidak ada penjualan maka proyek akan terkendala ujung-ujungnya proyek bisa mangkrak dan mati.

Jadi bagi developer harusnya aturan yang dibuat oleh pemerintah haruslah peraturan yang bisa menyebabkan bisnis properti bergairah lagi.

Apabila KPR inden dilarang, ini menyebabkan developer tidak bisa menjual produknya sebelum dibangun. Untuk membangun itu developer membutuhkan modal.

Sehingga aturan ini akan memberikan dampak signifikan kepada developer atau pengembang kecil. Tetapi mungkin tidak berpengaruh kepada developer besar yang memiliki modal besar untuk membangun rumah terlebih dahulu sebelum akad KPR.

Lihat artikel lainnya:
Fakta Ekonomi Properti: Trendnya Lambat Sehingga Mudah Diprediksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

×

Hallo...!

Workshop Cara Benar Memulai Bisnis Developer Properti Bagi Pemula akan diadakan tanggal 20-21 Januari 2024 di Jakarta

× Info Workshop Developer Properti