Dalam menjual properti seperti rumah, ruko, apartemen, atau properti lainnya, ada beberapa gimmick yang bisa dipraktekkan. Dimana gimmick ini bertujuan untuk membuat calon pembeli tertarik. Gimmick tersebut diantaranya; jual tunai dengan diskon, bebas biaya-biaya, tanpa DP dan bebas pajak-pajak. Dalam prakteknya sebenarnya masih banyak lagi gimmick yang bisa dilakukan.

Jual tunai dengan diskon

Strategi ini paling banyak dipraktekkan oleh developer di awal-awal pengembangan proyek. Tujuannya tentu saja untuk mendapatkan uang tunai. Dimana uang tunai ini nanti dipergunakan untuk mengelola proyek.

Bisa juga uang hasil penjualan tunai digunakan untuk membangun proyek. Bahkan ada juga yang lebih ekstrim mempraktekkan ini, dimana uang tunai yang diperoleh digunakan untuk mengurus perizinan dan mengerjakan persiapan proyek.

Berarti saat menjual perizinan belum diurus seluruhnya. Tetapi ketika mempraktekkan strategi ini sekurangnya sudah ada perizinan awal, misalnya PKKPR (Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Penataan Ruang) dan KRK (Ketarangan Rencana Kota/Kabupaten).

Hal ini agak berbahaya jika perizinan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Maksudnya jika ada kendala dalam mengurus perizinan maka bisa saja janji kepada pembeli yang membeli tunai jadi tidak bisa ditepati.

Misalnya seseorang membeli satu unit rumah dengan cara tunai, dengan perjanjian bahwa serah terima unit rumah tersebut adalah 12 bulan. Lalu setelah itu developer mengurus perizinan.

Taroklah perizinan diurus selama 6 bulan dan setelahnya enam bulan lagi membangun. Jika ini terjadi tidak ada masalah dengan konsumen tersebut. Serah terima rumah bisa seperti yang diperjanjikan, yakni 12 bulan.

Tetapi akan menjadi masalah jika ada kendala ketika mengurus perizinan, misalnya molor sampai 12 bulan, maka serah terima dengan konsumen molor juga. Ini yang musti diperhatikan oleh developer.

Sekarang pertanyaannya adalah berapa layaknya diberik diskon untuk konsumen yang membeli tunai di awal-awal ini?

Tidak ada patokan resminya, semua tergantung kepada itung-itungan developer. Ada yang rela memotong sampai dengan 50% karena ia amat butuh cashflow, seperti orang terdampar di padang pasir di siang hari yang butuh segelas air.

Ada developer yang cukup rela hilang margin saja, alias harga HPP. Mungkin sekira 30% diskonnya. Tetapi ada juga yang normal-normal saja, mengurangi margin sedikit saja. 10% sampai dengan 20% cukup. Penjualan tunai ini hanya untuk menumbuhkan keyakinan padanya bahwa produknya bisa dijual.

Bebas biaya-biaya

Gimmick selanjutnya yang bisa dipraktekkan adalah dengan memberikan konsumen bebas biaya-biaya. Karena dalam transaksi jual beli properti seperti rumah, apartemen, ruko, kantor atau properti lainnya ada biaya-biaya yang timbul.

Diantara biaya-biaya tersebut adalah biaya Notaris dan biaya sertifikat menjadi SHM. Selain itu juga ada biaya bank jika membeli dengan KPR. Biaya-biaya tersebut adalah provisi, administrasi dan asuransi. Provisi dan administrasi biasanya masing-masing 1% sementara biaya asuransi tergantung bank dan kondisi konsumen. Asuransi juga ada dua yaitu asuransi jiwa dan asuransi kebakaran.

Jika biaya ini digratiskan maka biaya-biaya tersebut ditanggung oleh developer. Biaya-biaya tersebut terpaksa diambil dari harga jual dengan memotong margin sebagai developer. Tetapi jika dihitung bener-bener tentu tidak akan menrugikan.

Tanpa DP

Gimmick lainnya adalah tanpa DP atau uang muka. Strategi ini amat terasa jika konsumen membeli dengan KPR (Kredit Pemilikan Rumah). Karena sudah menjadi model orang Indonesia yang kesulitan dalam menyediakan uang muka. Walaupun ia sanggup mencicil sesuai dengan penghasilannya.

Bagi developer dalam menerapkan strategi ini tidak ada masalah, karena developer akan menerima dari bank pemberi KPR sesuai dengan plafond yang disetujui oleh bank.

Yang perlu diperhatikan hanyalah kelayakan harga dari sisi bisnis. Apakah dengan plafond yang disetujui bank developer sudah mendapatkan untung. Simpel saja.

Akan lebih terasa lagi jika strategi bebas DP ini juga dibarengi dengan bebas biaya-biaya. Konsumen betul-betul ringan dalam membeli rumah. Jadi jika kondisinya seperti ini, maka konsumen hanya perlu uang sedikit saja ketika membeli rumah.

Hanya saja musti dikasi pemahaman kepada konsumen bahwa jika ia tidak sanggup bayar DP maka hutangnya menjadi lebih besar, sehingga cicilannya juga menjadi lebih besar tiap bulannya. Ini tentu tidak masalah jika penghasilan perbulan cukup untuk membayar cicilan sesuai dengan tim analis dari bank.

Bebas pajak-pajak

Selain gimmick di atas ada lagi yang bisa dipraktekkan yaitu bebas pajak-pajak. Karena pajak-pajak dalam transaksi properti ini cukup besar.

Pajak-pajak tersebut adalah BPHTB dan PPN. BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) adalah pajak yang ditanggung pembeli. Besarnya kurang lebih 5% dari nilai transaksi.

Sementara PPN (Pajak Pertambahan Nilai) juga menjadi kewajiban pembeli. Besarnya 11%. Ada kemungkinan ke depan PPN ini dinaikkan oleh pemerintah. Ya sudahlah.

Mempraktekkan ini bisa-bisa saja dilakukan oleh developer. Karena negara tidak mau tahu dari siapa uangnya, tetapi transaksi jual beli properti atas objek tersebut sudah dibayarkan BPHTB dan PPN-nya. Tentu developer musti berhitung tentang harga jual supaya proyek tetap layak secara bisnis walaupun BPHTB dan PPN dibayarkan oleh developer.

Penulis: Asriman A. Tanjung, ST
Penulis buku Cara Benar Meraih Sukses Di Bisnis Properti yang diterbitkan Gramedia
Pendiri dan Ketua Dewan Pembina DEPRINDO (Developer Properti Indonesia), asosiasi developer properti yang sudah diakui pemerintah
Pemilik asriman.com, blog properti nomor 1 di Indonesia

 

Lihat artikel lainnya:
Strategi Gimmick Marketing Yang Bisa Dipraktekkan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

×

Hallo...!

Workshop Cara Benar Memulai Bisnis Developer Properti Bagi Pemula akan diadakan tanggal 28-29 September 2024 di Jakarta

× Info Workshop Developer Properti