Hukum ekonomi di bisnis properti
Bisnis, apapun jenisnya selalu memberlakukan hukum ekonomi yaitu bagaimana mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan modal yang sekecil-kecilnya.
Sebagai developer properti prinsip ini bisa diejawantahankan dalam bentuk keperluan modal awal seperti membeli tanah, mengerjakan persiapan proyek dan lain-lain.
Mengecilkan modal awal dengan pembayaran tanah bertahap
Nah, untuk mereduksi kebutuhan modal awal, strategi yang bisa dimainkan adalah menegosiasikan pembayaran lahan agar bisa dibayar secara tidak secara tunai di awal, sebisa mungkin dengan bayar bertahap atau kerjasama lahan dengan pemilik tanah.
Itulah sebabnya saat ini jarang perusahaan developer membeli lahan secara tunai. Mereka lebih memilih menawarkan pembayaran lahan dengan cara bertahap atau dengan cara kerjasama lahan.
Penyebab lainnya pola pembayaran tanah bertahap dan kerjasama lahan lebih diutamakan karena harga tanah yang semakin mahal.
Hunian berimbang
Inilah yang menjadi masalah saat ini, di tengah harga tanah yang semakin tinggi, developer dituntut untuk menyediakan hunian yang berimbang antara hunian untuk masyarakat golongan kaya, masyarakat kelas menengah dan hunian untuk masyarakat berpendapatan rendah dengan perbandingan 1:2:3.
Artinya dalam suatu daerah tingkat dua (kabupaten/kotamadia) untuk sebuah rumah mewah yang dibangun oleh developer wajib diimbangi dengan menyediakan 2 unit hunian untuk masyarakat menengah dan 3 unit untuk masyarakat berpendapatan rendah.
Jika kita merujuk kepada peraturan dari Kementrian Perumahan Rakyat rumah mewah adalah rumah tidak bersusun yang dibangun di atas tanah dengan luas kavling 54 m2 s/d 2000 m2 dan biaya pembangunan per-meter persegi antara harga satuan per-meter persegi tertinggi untuk pembangunan perumahan dinas tipe A yang berlaku dan rumah tidak bersusun yang dibangun di atas tanah dengan luas kavling antara 600 m2 sampai dengan 2000 m2 dan pembangunan per-meter perseginya tidak lebih kecil atau sama dengan harga satuan per-meter persegi tertinggi untuk pembangunan perumahan tipe A yang berlaku, dengan luas lantai banguan rumah disesuaikan dengan Koefesien Dasar Bangunan (KDB) dan Koefesien Luas Bangunan (KLB) yang diijinkan dalam rencana tata ruang yang berlaku.
Sedangkan menurut kementerian keuangan rumah mewah adalah rumah yang dalam penjualannya dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Dulu pengaturan rumah mewah berdasarkan luas tanah dan bangunannya, namun sekarang menurut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 206/PMK.010/2015, pengaturan tentang kategori rumah mewah adalah rumah dengan harga jual 20 Milyar rupiah untuk rumah non strata dan 10 Milyar rupiah untuk hunian strata title.
Jadi untuk rumah atau townhouse yang berdiri sendiri termasuk dalam kategori harga 20 Milyar supaya dikategorikan sebagai rumah mewah, sedangkan batasan terkena PPnBM dan untuk hunian yang terdapat kepemilikan bersama seperti apartemen, kondominium, rumah susun, kondotel dan lain-lain adalah 10 Milyar.
Tapi menurut saya sebuah rumah atau perumahan dikatakan mewah cukup dengan batasan harga lebih dari 3 Milyar, sedangkan perumahan menengah adalah perumahan yang harga jual unitnya di atas perumahan subsidi sampai dengan 3 Milyar rupiah.
Jika suatu daerah harga perumahan subsidi adalah 181 Juta rupiah maka harga rumah lebih besar dari harga tersebut sampai dengan 3 milyar rupiah dikategorikan sebagai perumahan atau rumah menengah.
Karena pada kenyataannya orang yang sanggup membeli rumah dengan harga 3 milyar rupiah atau lebih sudah bisa dimasukkan dalam golongan orang kaya, tidak harus menunggu dia sanggup membeli rumah seharga 20 Milyar rupiah terlebih dahulu supaya dia ditasbihkan sebagai orang kaya. Betulkan? Ya, dibuat simpel saja. Hehehe.
Satu lagi penyebabnya, banyak developer townhouse yang melabeli produknya yang berharga 2,5 Milyar rupiah dengan sebutan townhouse mewah.
Jika merujuk kepada peraturan menteri keuangan maka townhouse ini bukanlah townhouse mewah, masih townhouse biasa-biasa saja.
Bahkan sebuah townhouse yang dijual dengan harga 8 milyarpun masih belum bisa dikatakan townhouse mewah. Tapi sudahlah, tidak usah diperdebatkan! Hehehehe.
Penulis: Asriman A. Tanjung, ST
Penulis buku Cara Benar Meraih Sukses Di Bisnis Properti yang diterbitkan Gramedia
Pendiri DEPRINDO (Developer Properti Indonesia), asosiasi developer properti yang sudah diakui pemerintah
Pemilik asriman.com, blog properti nomor 1 di Indonesia
Lihat artikel lainnya:
- Jadi Developer Properti Itu Profitnya Gurih Lho
- Proyek Pembayaran Lahan Bertahap Bukan Proyek Kerjasama Lahan
- Begini Cara Mensiasati Kebutuhan Modal yang Besar di Bisnis Properti
- Naikkan Harga, Jika Negosiasi dengan Pemilik Lahan Mentok
- Praktek Pembayaran Tanah Secara Bertahap. THIS IS ROCK!
- Caranya; Perbanyak Sumber Informasi Tanah yang Dijual Jika Mencari Tanah Pembayaran Bertahap
- Begini Strategi Mengajukan Kerjasama Dengan Pemilik Lahan
- Jika Pemilik Lahan Minta Tanahnya Dibayar Tunai Apa Yang Harus Anda Lakukan?
- Cara Mudah ‘Mengakali’ Kebutuhan Modal Untuk Membangun Proyek Properti
- Strategi Negosiasi dengan Pemilik Lahan: Naikkan Saja Harganya
- Kepada Pemilik Tanah: Hanya Developer Properti yang Mau dan Sanggup Membeli Tanah dengan Luasan Tertentu
- Begini Strategi Mengakuisisi Lahan untuk Dibangun Proyek Properti
- Cara Mensiasati Kebutuhan Modal Besar untuk Menjadi Developer Properti
- Begini Cara Developer Mencari Pendanaan untuk Proyek, Mudah
- Cara Kerjasama Lahan untuk Dibangun Perumahan
Sodara sy punya lahan .pinggir jalan di blora .3500 5 meter cocok di buat kalster kami tidak punya modal .apakah bisa kerjasama dengan pengembang atau pihak bank