Kredit Yasa Griya (KYG) adalah produk pembiayaan yang diperuntukkan bagi pengembang properti. Penggunaan pembiayaan tersebut bisa untuk berbagai keperluan proyek, mulai dari membangun infrastruktur sampai dengan membangun unit rumah. Besarnya KYG yang dapat diberikan kepada seorang pengembang tergantung skala proyeknya.
Semakin besar proyeknya semakin besar juga pembiayaan yang dapat diberikan kepada developer tersebut. Besarnya proyek tersebut terlihat di dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB) proyek. Tetapi selain itu ada hal lain yang dapat mempengaruhi besarnya pembiayaan KYG yang dapat diberikan oleh bank kepada developer yaitu track record dari si developer. Baik track record pribadi maupun track record sebagai badan usaha.
Pembiayaan lainnya yang bisa didapatkan developer adalah Kredit Pemilikian Rumah (KPR). Memang kredit ini untuk pembeli tetapi KPR ini sangat berguna bagi developer untuk membangun, terutama untuk membangun unit rumah yang dibeli oleh konsumen tersebut.
Karena pada umumnya developer menerapkan strategi KPR inden dimana akad kredit dilakukan pada saat rumah belum dibangun. Sehingga untuk membangun unit rumah tersebut bisa menggunakan uang akad dari bank. Itulah enaknya jika bisa akad dengan KPR inden, jadi untuk membangun tidak memerlukan uang dari kantor developer sendiri.
Seberapa penting dukungan KYG untuk developer
Banyak pertanyaan dari anggota Developer Properti Indonesia (DEPRINDO)–sebuah organisasi pengembang properti yang kami dirikan, kalau punya dana untuk membangun unit rumah, apakah masih diperlukan KYG.
Dimana KYG adalah sebuah produk pembiayaan dari Bank BTN untuk developer properti guna membangun proyek mulai dari pembangunan infrastruktur, unit rumah dan lain-lain. Pembiayaan untuk developer dari bank lain mungkin saja dengan nama yang berbeda, bukan KYG. Ada yang namanya kredit konstruksi atau nama lainnya. Tetapi intinya sama yaitu kredit kepada developer untuk membangun proyek.
Atau kalau ada cadangan membangun dua atau tiga unit apakah perlu KYG? Bukankah dengan jualan tiga unit cash flow kita bisa untuk membangun lagi lima unit berikutnya.
Studi Kasus 1
Jika kita berencana membangun 50 unit, asumsi tanah sudah dikuasai lunas, perijinan sudah selesai semuanya terus ada cadangan dana 500 juta, dimana uang ini untuk membangun 6 unit rumah masih perlukah KYG?
Bukankah jualan 6 unit rumah akan ada cash segar untuk bangun 10 unit lagi?
Jika yakin sampai 6 bulan ke depan dari 50 unit hanya terjual 6 unit barangkali tidak perlu dukungan KYG bank BTN juga pilihan bijak.
Pertanyaannya bagaimana jika calon konsumen yang berminat ada 20 orang? Apakah 14 lainya konsumen mau bersabar pesanannya dibangun nunggu 4 sampai dengan 15 bulan kedepan?
Saya yakin tidak, kita pasti mengharap 20 konsumen bisa dibangun sekaligus, dari mana dana buat membangun? Disitulah peran KYG BANK BTN dibutuhkan.
Bagaimana jika untuk membangun dapat dukungan dari pemborong? Bayarnya turn key alias dibayar jika bangunan jadi? Masih perlukah KYG?
Jawabannya adalah PERLU.
Seberapa yakin 20 unit dibangun pakai uang pemborong? 4 bulan kemudian 20 calon konsumen bisa transaksi akad?
Saya tidak yakin, mungkin saja ada yang batal, tertunda, DP belum lunas atau sialnya sertifikat belum pecah dan lain-lain. Jangan lupa, juga ada kemungkinan batal karena KPR ditolak bank.
Jika ini terjadi, potensi cash in dari penjualan bisa berantakan, sementara komitmen kita ke pemborong harus dijaga alias harus dibayar. Di sinilah KYG BTN menjadi jembatan untuk membayar pemborong.
Studi Kasus 2
Asumsi tanah sudah dibayar lunas, seharga Rp5 milyar, perijinan sudah beres rencana akan membangun 50 unit. Biaya membangun per-unit Rp100 juta dan punya cash flow Rp5 milyar di luar, asumsi 1 tahun closing. Calon konsumen sudah ada.
Apakah diperlukan pinjaman KYG 5 milyar untuk bangun 50 unit? Padahal punya dana Rp5 milyar, harga pokok produksi (HPP) tanah plus bangunan 200 juta, dijual 330 juta, target laba per-unit 100 juta atau potensi keuntungan Rp5 milyar.
Sering kita menghitung begini; kalau punya konsumen 50 orang, dan untuk membangun rumah per-unit 100 juta dan punya cash Rp5 milyar, lebih baik bangun sendiri, tidak perlu pinjam KYG Rp5 milyar kena bunga Rp1,3 milyar per-tahun.
Dengan potensi laba Rp5 milyar jika pakai KYG potensi laba tinggal Rp3,7 milyar.
Menurut saya hitungan di atas 100 persen betul. Dengan modal tanah Rp5 milyar biaya untuk membangun Rp5 milyar atau total Rp10 milyar, laba Rp5 milyar bisa dinikmati sendiri.
Jika dibandingkan buat bangun pakai dana KYG, laba tergerus bunga Rp1,3 milyar atau tersisa Rp3,7 milyar.
Ingat pada perhitungan tanpa KYG ini modal total Rp10 milyar, terdiri dari Rp5 milyar untuk membeli tanah dan perijinan dan Rp5 milyar untuk membangun 50 unit.
Kalau dana Rp5 milyar bisa untuk membeli lahan dan perijinan untuk proyek 50 unit rumah mestinya modal Rp10 milyar bisa buat proyek 100 unit, biarlah untuk membangun rumah pakai KYG BTN, kalau Rp5 milyar dan selanjutnya pakai KYG BTN, kita dapat laba Rp3,7 milyar.
Bukankah Rp10 milyar membangun 100 unit dengan KYG, potensi laba menjadi Rp7,4 milyar?
Bandingkan dengan hitungan di atas, Rp10 milyar tanpa KYG, hanya bisa bangun 50 unit, laba Rp5 milyar atau Rp10 milyar plus KYG, laba Rp7,4 milyar.
Penulis: Pratomo Harimawan, Eks. Karyawan BTN, Pengembang Properti
Lihat artikel lainnya:- Mencermati Dampak Kuota FLPP Yang Terbatas
- Ini Dia Pembiayaan Perbankan untuk Developer dan Konsumen
- Strategi Mengajukan Kredit Pemilikan Lahan atau KPL ke Bank
- Ini Dia Sumber Pendanaan Proyek Properti Anda
- Begini Langkah Memiliki Properti Tanpa Harus Membeli Tunai
- Akad KPR Subsidi Tahun 2021 Sudah Bisa Dilaksanakan dan Mendapatkan Bantuan Uang Muka
- MANTAP! Karyawan Kontrak Sudah Bisa Dapat KPR
- KPR BTN Harapan, Harapan Baru Pembeli Rumah Non Subsidi dengan Bunga Rendah
- Strategi Mempersiapkan Modal Untuk Menjadi Developer Properti
- Urgensi Bantuan PSU Untuk Perumahan Subsidi
- Berapa Sebaiknya Lebar Jalan Akses Sebuah Perumahan?
- Begini Cara Mengembangkan Proyek Properti Tanpa Bank
- Begini Cara Menerapkan Bisnis Developer Properti Tanpa Bank
- Pentingnya Mempersiapkan Modal Awal Untuk Proyek
- Ketika Konsep Properti Syariah Non Bank Kecampur Konsep Properti Konvensional