Apakah suatu perjanjian sah jika tidak ada materai?
Pertanyaan ini sering saya temui ketika workshop developer properti yang saya adakan. Untuk mengetahui sah atau tidaknya suatu perjanjian tanpa materai, perlu kita lihat syarat sahnya perjanjian menurut Kitab Undang Undang Hukum Perdata (KUHPer).
Menurut Pasal 1320 KUHPer ada 4 syarat sahnya perjanjian:
- Adanya kesepakatan
Perjanjian yang ditandatangani haruslah disepakati oleh para pihak. Tidak boleh ada salah satu pihak yang berada dalam keadaan terpaksa, tertipu atau karena kekhilafan.
- Cakap melakukan perbuatan hukum
Para pihak yang menandatangani perjanjian haruslah orang yang sudah dewasa dan tidak dalam pengampuan.
- Tentang sesuatu hal
Adanya objek yang disepakati, hal ini bisa dilihat pada Pasal 1332 KUHPer:
Baca juga: Ini jadwal workshop Cara Benar Memulai Bisnis Developer Properti Bagi Pemula
“Hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu perjanjian”
Selanjutnya pasal 1333 KUHPer menentukan bahwa:
“Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah itu terkemudian dapat ditentukan/dihitung”
- Karena sebab yang diperkenankan
Perjanjian yang diperbuat tidak bertentangan dengan hukum. Artinya perikatan yang dilakukan tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Demikian juga jika perjanjian itu dibuat karena sebab yang palsu, maka perjanjian tersebut juga tidak sah menurut hukum.
Jadi materai bukanlah termasuk syarat sahnya perjanjian. Fungsi materai adalah untuk menentukan bahwa suatu perbuatan hukum sudah membayar pajak, yang dinamakan pajak bea materai.
Apa yang harus dilakukan jika suatu perjanjian tidak ada materai?
Jika perjanjian itu akan dijadikan bukti, maka perjanjian tersebut harus diberi materai terlebih dahulu dengan cara pemateraian ulang. Hal ini bisa dilihat pada Pasal 8 UU No. 13 Tahun 1985.
(1) Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang Bea Meterainya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya dikenakan denda administrasi sebesar 200 % (dua ratus persen) dari Bea Meterai yang tidak atau kurang dibayar.
(2) Pemegang dokumen atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus melunasi Bea Meterai yang terhutang berikut dendanya dengan cara pemeteraian kemudian.
Pemateraian ulang bisa dilakukan di kantor pos, karena di kantor pos itu ada pejabat yang bertugas untuk memberikan materai ulang untuk perjanjian yang belum ada materainya.
Lihat artikel lainnya:- Pentingnya Persetujuan Anak Dalam Membuat Perjanjian Kerjasama Pembangunan Perumahan
- Apa Beda MoU dan PPJB?
- Contoh Surat Kuasa Untuk Menjual Untuk Developer
- HATI-HATI, Ini Wanprestasi yang Terjadi Antara Developer, Kontraktor, Kreditur dan Konsumen
- Apa yang Harus Dicermati dalam Membeli Properti Lelang Eksekusi
- Undang-Undang Hak Tanggungan Dan Kekuatan Eksekutorial
- Contoh Surat Perjanjian Sewa Menyewa Rumah
- Cara Meningkatkan Sertifikat Hak Pakai Menjadi SHM
- Kapan Waktunya Pembayaran Harga Tanah dalam Kerjasama Lahan?
- Cara Mudah menjadi Flipper Sukses
- Contoh PPJB untuk Flipper
- Memahami Pengertian PPJB, PJB dan AJB
- Jika Ada Orang yang Enggan Membayar Komisi Jual Beli Tanah
- PPJB Lunas, PPJB Tidak Lunas Dan Posisi Pentingnya Dalam Proses Jual Beli
- Jika Belum Punya Uang, Bisa PPJB atau PSPH. Apa bedanya?
Waduhhhh.. Banyak Banget yah yg Berdebat Mslh Tanah Verponding..
Pingback:Apa Beda MoU dan PPJB? – asriman.com