Ketika seseorang akan membeli rumah atau properti lainnya namun belum punya uang sebanyak harga properti tersebut, ada caranya supaya transaksi tetap bisa dilakukan.

Caranya adalah dengan dibuatnya perjanjian pengikatan jual beli (PPJB). Yang pada pokoknya pemilik mengikatkan diri menjual properti miliknya dan si pembeli juga berkomitmen untuk membeli properti tersebut.

Hanya saja karena pembayaran belum bisa dilakukan secara terang dan tunai maka belum bisa dilakukan penandatanganan akta jual beli (AJB).

Sesuai asas jual beli tanah bangunan dalam hukum agraria nasional yaitu terang dan tunai.

Asas Terang dalam jual beli tanah dan bangunan 

maksud asas terang dalam jual beli tanahAsas terang dalam artian jual beli tersebut dilakukan di hadapan pejabat publik, yaitu notaris dan atau PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). 

Akta yang dibuat di hadapan notaris contohnya adalah akta perjanjian pengikatan jual beli dan akta pengoperan hak dan akta lainnya yang menyebabkan peralihan hak atas tanah.

Sedangkan akta yang dibuat di hadapan PPAT adalah akta jual beli.

Akta PPJB dibuat jika karena sesuatu hal jual beli belum bisa dilaksanakan, seperti sertifikat masih sedang diurus di BPN, pembeli belum sanggup melunasi harga jual beli, atau si pembeli belum punya uang untuk keperluan lain seperti untuk pajak-pajak dan biaya baliknama walaupun pembayaran kepada penjual sudah lunas seluruhnya, atau karena sebab apapun yang menyebabkan AJB belum bisa ditandatangani.

Selanjutnya, jual beli tanah dan bangunan bisa juga dilakukan dengan akta pengoperan hak. Akta ini dibuat untuk tanah-tanah yang belum bersertifikat, selain tanah adat (girik), secara peralihan hak untuk tanah girik bisa dengan akta jual beli PPAT.

Misalnya suatu tanah garapan, eigendom verponding, dan lainnya akan dialihkan haknya kepada pihak lain maka akta yang dibuat adalah akta pengoperan hak. Dengan dibuatnya akta pengoperan hak ini di hadapan notaris maka asas Terang terpenuhi.

Asas Tunai dalam jual beli tanah dan bangunan 

asas tunai dalam jual beli tanah

Asas Tunai dalam jual beli tanah dan bangunan mengandung pengertian bahwa pembayaran dari pembeli kepada penjual dilakukan dengan nyata, baik tidak lunas ataupun lunas.

Apabila jual beli dilakukan dengan cara belum lunas maka yang dibuat adalah akta PPJB, sedangkan jika jual beli dilakukan dengan cara pembayaran lunas, maka jual beli dilaksanakan dengan akta jual beli PPAT. 

Keduanya, baik tidak lunas maupun lunas dianggap memenuhi asas pembayaran “Tunai”.

Perjanjian Pengikatan Jual Beli

Ketika penandatanganan akta PPJB, maka di dalam PPJB tersebut harus memuat segala sesuatu tentang perjanjian seperti subjek, objek dan pasal-pasal lainnya tentang kesepakatan tersebut.

Subjek perjanjian

subjek perjanjian adalah ktpJika perjanjian antar orang pribadi, maka subjek perjanjian digambarkan dengan identitas seperti kartu tanda penduduk (KTP), kartu keluarga (KK) dan nomor pokok wajib pajak (NPWP).

Namun jika subjeknya berupa badan hukum, maka yang dicantumkan di dalam perjanjian adalah akta pendirian atau akta perubahan terakhir dan keterangan lain yang berhubungan dengan legalitas badan hukum tersebut.

Misalnya; nomor induk berusaha (NIB), nomor pokok wajib pajak (NPWP), dan keterangan lainnya.

Objek perjanjian

Sementara objek perjanjian digambarkan oleh legalitas alas haknya. Jika sudah bersertifikat maka dicantumkan nomor sertifikatnya dan keterangan lain yang terdapat di dalam sertifikat. Seperti alamat lengkap objek, luasnya dan lain-lain.

Jika objek tersebut belum bersertifikat maka dicantumkan alamat lengkap, nomor girik, persil, letter C, SPPT PBB (surat pemberitahuan pajak terhutang pajak bumi dan bangunan), dan keterangan lainnya tentang properti tersebut.

Pasal-pasal kesepakatan

pasal pasal ppjb rumah

Selanjutnya tentang kesepakatan-kesepakatan, hal yang wajib ada adalah berapa harga kesepakatan dan bagaimana cara pembayarannya sampai lunas, termasuk berapa uang muka yang dibayarkan oleh pembeli pada saat penandatanganan PPJB.

Hak dan kewajiban para pihak

Hal lainnya yang wajib ada di dalam PPJB tersebut adalah hak dan kewajiban para pihak. Secara ringkas, hak dari penjual adalah menerima pembayaran tepat waktu sesuai tahapan yang disepakati dalam PPJB.

Sementara kewajiban penjual adalah menyerahkan semua surat-surat atau legalitas ke notaris yang ditunjuk, dan menjamin bahwa ialah satu-satunya orang yang berhak atas tanah dan bangunan yang diperjualbelikan tersebut.

Selanjutnya kewajiban dari pembeli kebalikan dari hak penjual. Pembeli wajib melakukan pembayaran sesuai dengan tahapan yang disepakati dalam PPJB sampai dengan pelunasan.

Demikian juga hak atas rasa aman, pembeli berhak mendapat perlindungan terhadap apa yang dibelinya tersebut. Tidak boleh ada pihak lain yang mengganggu haknya. Karena ia dijamin oleh penjual.

Pembatalan dan berakhirnya PPJB

Pasal lainnya yang ada dalam PPJB adalah pasal tentang pembatalan dan berakhirnya. Maksudnya bisa saja PPJB ini dibatalkan setelah memenuhi kondisi yang disyaratkan.

Misalnya kedua belah pihak, penjual dan pembeli sepakat membatalkan PPJB, maka PPJB tersebut bisa dibatalkan dan berakhir. Hal ini harus didetilkan di dalam PPJB.

Sanksi-sanksi

sanksi ppjb tanah

Selanjutnya, pasal-pasal yang harus ada dalam sebuah PPJB adalah kesepakatan tentang sanksi-sanksi jika para pihak wanprestasi atau tidak dapat memenuhi prestasi yang diperjanjikan.

Pentingnya sanksi ini karena dengan adanya sanksi maka para pihak “dipaksa” memenuhi isi perjanjian, jika tidak ingin terkena sanksi.

Wanprestasi yang mungkin timbul adalah si pembeli tidak sanggup membayar sesuai kesepakatan atau membayar tapi terlambat. Atas kondisi ini harus disepakati sanksinya.

Atau yang paling krusial adalah pembeli tidak sanggup melunasi harga properti sesuai waktu dan besarnya.

Jika kondisi ini terjadi maka harus ada sanksi kepada pembeli. Sanksinya mungkin saja adanya denda untuk setiap hari keterlambatan sampai dengan batas tertentu. Atau dengan skema sanksi apapun yang disepakati oleh kedua belah pihak.

Sementara kepada pemilik properti sanksi yang mungkin terjadi adalah jika suatu saat ada tuntutan tentang properti tersebut oleh pihak lain maka hal ini harus dipertanggungjawabkan oleh pemilik sampai tuntutan tersebut diselesaikan, tanpa mengganggu hak pembeli.

Atau jika ditemui kondisi yang paling buruk, tanah dan atau bangunan yang diperjualbelikan menjadi objek sengketa sehingga si pembeli tidak dapat menikmati apa yang sudah dibelinya, maka penjual harus bertanggungjawab.

Tanggungjawab tersebut dilaksanakan dalam bentuk mengganti uang yang sudah dikeluarkan dan atau dibayarkan oleh pembeli, baik kepada penjual atau untuk keperluan lain karena jual beli tersebut, ditambah dengan denda yang besarnya sama dengan uang yang harus dikembalikan tersebut.

Hal ini agar melindungi pembeli dari kerugian. Dengan adanya pasal ini si penjual harus berfikir ulang jika ia menjual tanah dan atau bangunan yang ia tahu ada potensi sengketa.

Pengikatan Surat Pelepasan Hak Atas Tanah (PSPH)

pengikatan psph

Jika PPJB dilakukan antar pribadi, maka PSPH dilakukan antara orang pribadi yang menjual objek (tanah) kepada badan hukum (contohnya perseroan terbatas atau PT).

Misalnya seseorang memilik tanah yang sudah ber-SHM (sertifikat hak milik) akan menjual tanah miliknya kepada PT tetapi pembayaran belum lunas, maka tentu saja belum bisa ditandatangani surat pelepasan hak atas tanah (SPH), tetapi bisa terlebih dahulu dibuatkan pengikatan, nah pengikatan tersebut dinamakan PSPH.

Inti dan isi dari PSPH itu kurang lebih sama dengan PPJB antar pribadi, hanya saja karena PT tidak boleh membeli tanah dalam bentuk SHM maka dilakukan PSPH (akta notaris).

Demikian juga jika tanahnya belum bersertifikat, seperti tanah girik, petok, pipil, eigendom, dan lain-lain, tetap bisa dilakukan PSPH jika pembayaran belum lunas.

Kondisi lainnya harus dibuat PSPH adalah sebuah PT akan membeli sebidang (atau beberapa bidang) tanah di lokasi yang belum belum diperoleh izin lokasi oleh PT.

Catatan: sejak berlakunya UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, izin lokasi diganti dengan KKPR (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang).

Jadi PSPH bisa dilakukan untuk tanah yang sudah SHM dan tanah yang belum bersertifikat yang akan dibeli oleh PT.

Lihat artikel lainnya:
Jika Belum Punya Uang, Bisa PPJB atau PSPH. Apa bedanya?
Tagged on:                                                     

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

×

Hallo...!

Workshop Cara Benar Memulai Bisnis Developer Properti Bagi Pemula akan diadakan tanggal 20-21 Januari 2024 di Jakarta

× Info Workshop Developer Properti