Seiring pertumbuhan penduduk maka kebutuhan terhadap properti residensial atau tempat tinggal juga semakin besar.
Berdasarkan data dari Kementrian Perumahan Rakyat (Kemenpera) didapat bahwa kebutuhan perumahan di Indonesia sebesar 1,3 juta unit pertahunnya.
Sementara jika dilihat dari segi kekurangan pasokan (backlog) perumahan pada tahun 2010 saja berdasarkan data BPS mencapai 13,6 juta unit dan sekarang pada tahun 2013 backlog bertambah menjadi 15 juta unit.
Demikian disampaikan Eddy Ganefo Ketua Asosiasi Pengembang Perumahan Seluruh Indonesia (APERSI) dalam suatu kesempatan.
Dari data diatas dapat dipahami bahwa masih banyak keluarga di Indonesia yang tidak memiliki rumah sendiri, mereka tinggal di rumah kontrakan, numpang sama orang tua, mertua dan lain-lain.
Hal ini terjadi karena kesanggupan penyediaan perumahan oleh pemerintah atau swasta tidak sebanding dengan tingkat kebutuhan yang ditunjang oleh peningkatan jumlah penduduk yang besar tiap tahunnya.
Dalam skala tertentu kewajiban penyediaan perumahan merupakan domainnya pemerintah melalui Kemenpera yang bekerja sama dengan pengembang swasta.
Sedangkan sampai saat ini hanya 15 persen saja kebutuhan perumahan tersebut dipenuhi oleh pengembang swasta dan sisanya belum sanggup dipenuhi oleh pemerintah.
Seiring tingginya permintaan terhadap properti dan kemampuan penyediaan yang belum proporsional maka nilai ekonomi propertipun menjadi sangat tinggi.
Ada beberapa alasan kenapa aset properti memiliki nilai ekonomis yang tidak bisa digantikan oleh jenis aset lainnya, berikut beberapa diantaranya:
Properti berupa Rumah Tinggal Merupakan Kebutuhan Primer
Sudah dipahami sejak jaman prasejarah bahwa tempat tinggal merupakan kebutuhan pokok manusia disamping sandang dan pangan.
Hal ini menyebabkan orang akan berjuang dengan segala kekuatan untuk dapat memiliki rumah. Sehingga memiliki rumah adalah tindakan pertama yang dilakukan oleh seseorang jika ia ketepatan memiliki uang.
Hal ini tidak bisa disalahkan karena jika terus menerus tinggal di rumah sewa atau kontrakan, maka sebagian uang mereka akan tersedot untuk membayar sewa yang umumnya tiap tahun mengalami kenaikan.
Tanpa ada peluang menikmati nilai ekonomis dari rumah tersebut jika dibandingkan dengan memiliki rumah sendiri.
Namun sekarang ini membeli rumah bagi sebagian orang tidak hanya untuk ditinggali tetapi untuk sarana investasi agar mendapatkan penghasilan dari sewa atau capital gain (keuntungan) pada saat mereka memutuskan menjual propertinya.
Lihat artikel lainnya:- Backlog Perumahan; Penjegal Indonesia Emas 2045?
- Kebutuhan Hunian Merupakan Kebutuhan Primer Manusia
- Kementerian Khusus Perumahan Akan Ada Lagi. Ini Harapan Insan Properti untuk Kementerian Perumahan Rakyat
- Program 3 Juta Unit Rumah Tiap Tahun, Masalah dan Solusinya
- Tahun 2023 Anggaran Subsidi Perumahan Rp30,38 Trilyun Terbanyak Sepanjang Sejarah
- Triumvirat Penyediaan Perumahan Bagi MBR
- Urgensi Bantuan PSU Untuk Perumahan Subsidi
- Begini Gurihnya Bisnis Perumahan Bersubsidi
- Begini Siklus Bisnis Properti di Indonesia
- MANTAP! Karyawan Kontrak Sudah Bisa Dapat KPR
- Mengapa Harga Properti Naik terus?
- Ini Dia Hambatan Dalam Penyediaan Perumahan Bagi Masyarakat
- BP Tapera: ASN Semakin Mudah Memiliki Rumah
- Ini Dia Alasan Kuat Anda Harus Berbisnis Properti
- Fakta Ekonomi Properti: Trendnya Lambat Sehingga Mudah Diprediksi