Diberitakan bahwa tiga sertifikat tanah milik Zurni Hasyim Djalal, ibunda dari eks wakil menteri luar negeri Dino Patti Djalal sudah beralih ke orang lain tanpa diketahuinya, yaitu tanah di Cilandak Barat, Pondok Indah, dan Kemang.

Artinya sertifikat atas tanah tersebut sudah dibaliknama ke atas nama orang lain. Sementara si pemilik mengaku belum pernah menjual objek tersebut. 

Pertanyaan yang paling besar yang perlu dijawab adalah Kok bisa? Kok bisa sertifikat bisa dibaliknama ke orang lain tanpa diketahui oleh pemilik? Nah, untuk menjawab pertanyaan ini kita musti bahas dulu apa saja syarat baliknama sertifikat tersebut.

Tentang sertifikat asli ini menjadi pertanyaan besar, kok bisa ada di tangan orang lain? Mungkinkah sertifikat tanah tersebut dicuri, lalu si pemilik tidak melapor ke polisi? Karena jika sertifikat hilang dan melapor ke polisi atau sekurangnya mengajukan blokir ke BPN, maka BPN wajib mencatatkan blokir di buku tanahnya, dan sertifikat aman dari perbuatan hukum apapun, apakah menjual atau menjaminkan.

Ohya, yang pasti sertifikatnya sudah pasti asli, karena kalau sertifikat palsu pasti ketahuan ketika pengecekan sertifikat di kantor BPN untuk keperluan penandatanganan AJB, mengingat menurut petugas BPN bahwa syarat administrasi untuk proses baliknama ini sudah terpenuhi. Seperti; ada sertifikat asli dan akta jual beli, ini syarat utama.

Selebihnya syarat normatif seperti fc KTP, KK, NPWP, bukti bayar pajak-pajak seperti BPHTB dan PPh, syarat-syarat ini lebih mudah untuk dipenuhi.

Pentingnya pengecekan sertifikat ini karena AJB tidak boleh ditandatangani jika sertifikat belum dicek, ini diatur dalam Pasal 39 PP 24 Tahun 1997.

Jadi tentang sertifikat asli ini ada beberapa kemungkinan, pertama, sertifikat hilang dan pemilik tidak melaporkan ke kepolisian atau tidak mengajukan lokir sertifikat tersebut ke BPN, atau si pemilik tidak menyadari bahwa sertifikat sudah diambil orang lain.

Menurut saya ini kecil kemungkinan, kenapa? Wong mereka dari keluarga berpendidikan kok, kok bisa ngga mengetahui tentang hal ini. Kemungkinan selanjutnya adalah sertifikat dipinjam atau disimpan oleh orang dekat yang sangat dipercayai sehingga terjadilah kejadian ini. 

Lalu kita lihat dari sisi KTP dan KK, kemungkinannya adalah KTP dan KK ini dibuatkan alias dipalsukan sehingga KTP dan KK tersebut sama dengan nama yang tercantum di sertifikat. Pemalsuan KTP dan KK ini memang masih besar celahnya di negeri ini.

Selanjutnya adalah orangnya, atau orang yang menandatangani Akta Jual Beli sebagai penjual. Orangnya sudah pasti palsu atau difigur. Tidak mungkin orangnya asli kan.

Orang yang difigur ini mirip, atau di KTP palsu tersebut memang dipasang foto orang yang akan menandatangani AJB sehingga PPAT tidak curiga. Karena KTP ada, dan foto orang yang di KTP sama dengan orang yang menghadap PPAT untuk tandatangan AJB.

Itu dari sisi sertifikat, KTP dan orang, dapat disimpulkan bahwa sertifikat sudah pasti asli dan KTP kemungkinan palsu dan orangnya juga pasti palsu.

Sekarang kita lihat pihak selanjutnya yang terkait yaitu PPAT atau Pejabat Pembuat Akta Tanah yang membuat AJB. Saya melihat ada dua kemungkinan, kemungkinan pertama PPAT tidak terlibat. Dan kemungkinan kedua PPAT terlibat dalam proses ini.

Kenapa ada kemungkinan PPAT tidak terlibat? Karena sepanjang syarat penandatanganan akta jual beli terpenuhi seperti yang diatur dalam Pasal 39 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, maka PPAT bisa saja membuat akta jual beli.

Syarat tersebut adalah asli sertifikat dan sudah dicek ke kantor BPN, kemudian para pihak dan para saksi di AJB cukup, artinya ada penjual dan pembeli, dan syarat selanjutnya adalah objeknya dalam keadaan tidak sengketa.

Jelas objek tersebut tidak sengketa saat itu, karena sertifikat sudah dicek dan sesuai dengan buku tanahnya yang ada di BPN.

Dalam buku tanah tersebut tidak ada catatan apapun pastinya, tidak ada blokir dari pihak manapun. Artinya sertifikat bersih. Tidak sengketa.

Kemungkinan selanjutnya adalah PPAT juga terlibat, ini yang sangat menakutkan saya fikir, karena orang yang harusnya menjadi penengah dalam sebuat transaksi jual beli terlibat melakukan kejahatan.

PPAT itu adalah pejabat publik sehingga harus adil, netral, tidak boleh merugikan salah satu pihak yang bertransaksi, seperti wasitlah dalam sebuah pertandingan sepakbola misalnya.

Jika benar dia terlibat, maka dia sudah melanggar sumpah jabatannya ketika diangkat menjadi PPAT. Selain itu jika PPAT terlibat, ini sudah persekongkolan tingkat tinggi.

Kondisi ini akan menjadi horor saya fikir, karena apabila PPAT terlibat maka pekerjaan mafia tanah ini lebih mudah, mereka tidak perlu menghadirkan penjual, cukup palsukan saja tandatangan yang diperlukan. Jadilah AJB-nya.

Pihak selanjutnya yang tersangkut adalah pembeli. Nah, pembelipun bisa terlibat, bisa juga tidak. Jika pembeli terlibat, berarti dia sudah tahu bahwa penjualnya adalah bukan pemilik sebenarnya. Tetapi dia tetap membeli, mungkin saja dengan harga yang amat murah.

Setelah membeli dengan harga murah, nantinya dia akan menjaminkan sertifikat ini ke bank dan mendapatkan uangnya kembali dan mungkin saja dengan nilai yang lebih tinggi. Ini amat mungkin karena saat ini menurut BPN bahwa sertifikat tersebut sedang dijaminkan di bank.

Kemungkinan lainnya pembeli tidak terlibat, pembeli dalam hal ini mungkin saja juga menjadi korban. Dia dirayu oleh seseorang, broker/mafia tanah misalnya untuk membeli dengan harga murah.

Lalu terjadi transaksi sebagaimana transaksi biasa karena semua persyaratan terpenuhi; ada penjualnya, ada sertifikat aslinya dan sudah dicek, lalu transaksi di hadapan PPAT. Tentu dia percaya ke PPAT.

Langkah penyelesaian dalam kasus ini adalah pertama, BPN harus memblokir sertifikat terlebih dahulu sehingga atas sertifikat tersebut tidak dapat dilakukan perbuatan hukum apapun, baik peralihan hak ataupun tindakan menjaminkan, namun celakanya saat ini sertifikat tersebut sedang menjadi jaminan hutang di bank, atau sertifikat sedang dibebankan hak tanggungan.

Tambah rumit urusannya, karena melibatkan bank, yang memiliki hak hukum atas objek tersebut. Kepentingan bank tentu saja piutangnya dengan jaminan objek tersebut harus tertagih.

Lalu setelah sertifikat diblokir, maka selanjutnya polisi bekerja melakukan penyelidikan, kenapa ada AJB sementara si pemilik merasa tidak pernah menjual objek miliknya. Tentu ada tindak pidana di sini. Menarik kita tunggu bagaimana hasil penyelidikan polisi.

Siapa mafianya? Siapa saja yang terlibat? apakah PPAT, lalu Pembeli juga terlibat? Yang pasti jika terbukti ada tindak pidana dalam proses peralihan hak atas tanah ini maka objek tersebut harus dikembalikan kepada pemilik sebenarnya. Dengan proses hukum tentu saja.

Jadi dalam kejadian ini, ada orang yang merancang semuanya, mulai dari bagaimana mendapatkan sertifikat asli, kemudian membuat KTP sesuai nama di sertifikat dan menghadirkan orang untuk tandatangan AJB di kantor PPAT. Dan orang-orang inilah yang disebut mafioso di bidang pertanahan. Mereka menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan.

Yang menarik adalah statemen dari menteri ATR/BPN bahwa jika sertifikat tanah sudah elektronik maka kejadian ini tidak akan terjadi. Entah iya entah tidak.

Lihat artikel lainnya:
Ibunda Eks Wakil Menteri Luar Negeri Dino Patti Djalal Menjadi Korban Mafia Tanah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

×

Hallo...!

Workshop Cara Benar Memulai Bisnis Developer Properti Bagi Pemula akan diadakan tanggal 20-21 Januari 2024 di Jakarta

× Info Workshop Developer Properti