Banyak alumni workshop yang datang kepada saya untuk berdiskusi tentang surat perjanjian pembelian rumah secara kolektif.
Baik dari instansi pemerintah yang diwakili oleh koperasi karyawan ataupun dari perusahaan atau pabrik-pabrik yang biasanya diwakili oleh koperasi karyawan atau divisi human resource department (HRD).
Dengan adanya memorandum of understanding (MoU) ini ia merasa sudah mendapatkan banyak konsumen untuk calon proyeknya. Lalu dengan gagah berani mengakuisisi lahan.
Lalu apa yang terjadi?
Ternyata pembeli yang dijanjikan seperti di dalam MoU masih berupa data mentah. Hanya berupa daftar nama karyawan. Belum terkonversi menjadi konsumen.
Oleh karena itu MoU dengan pembeli kolektif ini perlu dipertajam lebih dulu. Perlu dibuat scheme yang betul-betul menjamin bahwa calon pembeli seperti tercantum dalam MoU betul-betul akan menjadi pembeli. Tidak hanya daftar nama yang bahkan mereka sendiripun tidak tahu akan membeli rumah.
Karena tak jarang si pembeli kolektif (dalam hal ini perwakilan yang menandatangani MoU) hanya seperti menembak di atas kuda.
Maksudnya?
Ya, untung-untungan. Kalo ada yang membeli saya dapat uang kalau tidak ada yang beli saya tak rugi karena toh saya tidak kerja keras menyediakan konsumen.
Hanya memberikan daftar nama lalu si developer yang kerja keras merubah wujud daftar nama tersebut menjadi konsumen. Mungkin dengan membuat pameran, open table, dan lain-lain di lokasi yang mereka bolehkan.
Lah kalo begini ngga perlu MoU, sebarin saja brosur di dekat para calon konsumen lalu lalang. Atau pasang banner deket-deket situ. Yang memang butuh rumah pasti beli. Betul?
Seperti apa MoU yang bagus itu?
MoU yang bernas adalah MoU yang menjamin bahwa developer sudah mendapat jaminan bahwa konsumen kolektif seperti tertera dalam MoU tersebut betul-batul akan membeli. Tidak hanya jaminan kata-kata di dalam MoU.
Caranya?
Jika MoU sudah disepakati minta para calon konsumen mentransfer booking fee/uang muka ke rekening bersama. Rekening bersama ini dibuat untuk sementara saja antara developer dan perwakilan calon konsumen.
Lho nanti uangnya dilarikan developer! Ya ngga mungkin lah, itukan rekening bersama, minta pihak bank menengahi agar uang tidak bisa ditarik oleh siapapun tanpa persetujuan semua pihak. Aman.
Jika mereka menolak seperti itu. Monggo teken mou tapi jangan berharap banyak. Atau anggap saja MoU itu tidak ada. Tetap berjuang mencari konsumen.
Lihat artikel lainnya:- Apa Beda MoU dan PPJB?
- Cara Konyol Meyakinkan Calon Pembeli
- Begini Cara Menawarkan Perumahan Kepada Instansi Atau Konsumen Kolektif
- Cara Mudah Melakukan Studi Mendalam Terhadap Potensi Suatu Lokasi, Sehingga Anda Tidak Terjebak
- Jika Developer Terlambat Membangun, Apakah Pembeli Bisa Meminta Pengembalian Uang Booking Fee dan DP?
- Membuka Proyek Baru Di Lokasi Baru, Lakukan Ini Supaya Proyek Sukses
- Cara Membuat Surat Pemesanan Rumah
- Dahsyatnya Uang Tunai Dalam Negosiasi Pembayaran Tanah
- PENTING! Kegiatan di Lapangan Untuk Meyakinkan Konsumen
- Begini Langkah-langkah Mengembangkan Proyek Tanpa Bank Tapi Dirimu Juga Tidak Punya Modal
- Hati-hati Jika Menerima Permintaan Rumah Ready Stock
- Belief, Kunci Sukses dalam Menjual
- Untuk Orang yang Ingin Menjadi Developer Properti Tapi Bingung Memulai
- Ini Dokumen yang Harus Anda Persiapkan untuk Keperluan Penjualan Proyek Properti
- Begini Cara Membangun Super Team Untuk Kesuksesan Bisnis Properti Anda