BI menaikkan suku bunga acuan
Era bunga rendah tampaknya mulai berakhir. BI menaikan memutuskan menaikkan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 4,25 persen.
Selain itu, suku bunga deposit facility yang juga naik sebesar 50 bps menjadi 3,5 persen, dan suku bunga lending facility naik sebesar 50 bps menjadi 5 persen (CNN Indonesia, 22/9/2022).
Kenaikan suku bunga salah satunya untuk mengantisipasi larinya cadangan devisa agar tidak keluar.
Namun demikian, meski sudah naik, nilai tukar Rupiah masih tetap menurun di banding USD.
Dengan kondisi nilai tukar terus menurun, bisa jadi suku bunga perbankan akan terus naik untuk menahan devisa tidak terlalu banyak yang keluar.
Sebelum kenaikan suku bunga, perekonomian global juga sudah di hamtam perang Rusia-Ukraina dengan imbas kurangnya stok pangan dan tersendatnya aliran minyak bumi dan gas.
Dampak langsung bangsa kita tidak terhindarkan adalah dengan kenaikan harga BBM di dalam negeri.
Sebagai negara pengimpor minyak, Indonesia mau tidak mau mengikuti kenaikan harga minyak bumi agar APBN tidak jebol.
Suku bunga naik untuk menjaga inflasi
Sebelum bicara dampak, sedikit teori ekonomi mengapa suku bunga harus naik. Suku bunga naik dalam rangka menjaga inflasi.
Inflasi adalah kondisi dimana uang beredar lebih banyak dibanding produk barang dan jasa yang dihasilkan pada suatu negara.
Sebelum kenaikan suku bunga, dalam kurun waktu hampir 2 tahun, kita menikmati suku bunga rendah.
Bahkan di 1 tahun terakhir suku bunga deposito bank umum rata-rata hanya 3%/tahun. Dengan bunga rendah menjadikan pemilik uang enggan menyimpan di bank.
Di sisi kredit, dengan bunga simpanan yang rendah, bank bisa menyalurkan kredit lebih banyak.
Kebijakan ini dalam rangka menjaga daya beli, di mana uang banyak beredar di masyarakat untuk menopang berjalannya roda perekonomian.
Kita bersyukur kebijakan ini cukup tepat. Bangsa kita termasuk yang selamat secara ekonomi dalam musibah pandemi Covid19.
Ketika pandemic berakhir, kondisi uang beredar terlalu banyak. Semua orang pegang uang, belanja meningkat, sementara barang dan jasa yang dihasilkan belum seimbang.
Inilah yang menyebabkan inflasi. Uang banyak, barang dan jasa tidak tersedia. Untuk mengerem kenaikan harga karena inflasi, uang yang beredar di masyarakat harus ditarik ke sistem perbankan, dengan cara menaikan suku bunga.
Dengan suku bunga naik, pemilik uang akan memilih menabung atau depositokan uang nya ke perbankan.
Uang beredar menjadi berkurang. Dengan bunga simpanan naik, otomatis bunga pinjaman akan naik.
Dengan bunga pinjaman naik, penyaluran kredit akan berkurang karena bunga pinjaman naik tersebut. Dengan penyaluran kredit berkurang, maka uang beredar akan berkurang.
Ketika uang beredar berhasil dikurangi, teoritis harga akan turun. Inflasi terjaga. Logikanya, ketika kita tidak pegang uang, maka kita tidak belanja, ketika kita tidak belanja maka penjualan menurun. Agar penjualan terjaga, harga akan turun.
Kenaikan suku bunga untuk menjaga cadangan devisa
Selain untuk mengerem laju inflasi, kenaikan suku bunga juga untuk menahan cadangan devisa kita agar tidak keluar.
Dengan suku bunga naik diharapkan menjadi menarik investor global untuk menaruh modalnya di Indonesia atau minimal tidak keluar yang sudah ada di dalam negeri. Dengan tidak keluar dana asing diharapkan akan menguatkan nilai tukar Rupiah.
Dampak kenaikan BBM dan pelemahan nilai tukar Rupiah
Kenaikan harga BBM berimbas langsung pada bisnis properti yaitu pada kenaikan harga atas seluruh barang dan jasa.
Harga material naik karena kenaikan harga BBM
Dampak langsung di industri adalah naiknya harga material. Dengan dampak kenaikan seluruh komponen harga barang dan jasa, tidak mudah bagi developer untuk menaikan harga jual, mengingat turunnya daya beli calon kosumen.
Dalam jangka pendek, pilihan developer adalah menurunkan target laba, agar harga tetap kompetitif dari sisi daya beli.
Harga material naik karena nilai tukar Rupiah
Kenaikan harga material tidak hanya dampak dari kenaikan BBM, tapi juga dari menurunya nilai tukar Rupiah terhadap mata uang USD.
Ketika USD menguat, nilai rupiah menjadi menurun. Komponen industri properti yang menggunakan bahan baku impor akan berdampak langsung yaitu menjadi lebih mahal.
Contoh pada material rumah seperti kunci, keramik, closet impor sudah pasti menjadi lebih mahal.
Dulu kunci rumah impor seharga 1 USD, developer cukup sediakan Rp. 14.000,- sekarang harus dibeli dengan harga Rp. 15.000.
Dampak kenaikan suku bunga pada industri properti
Kenaikan suku bunga simpanan berdampak pada kenaikan suku bunga pinjaman.
Bunga KPL (Kredit Pembelian Lahan) dan KYG (Kredit Yasa Griya) akan naik, demikian juga bunga KPR juga naik.
Suku bunga KPL dan KYG naik berdampak langsung pada produktifitas developer dalam membangun rumah. Stok rumah akan menurun.
Naiknya bunga KPR berdampak lansung pada daya beli konsumen untuk membeli rumah dengan KPR. Jumlah calon konsumen akan menurun.
Strategi developer
Bagi yang akan memulai proyeknya, hitung kembali atas RAB (Rencana Anggaran Biaya) yang disusun.
Perhitungkan dengan detail semua komponen biaya dengan potensi kenaikan harga. Bagi yang sedang berjalan proyeknya, dampak penurunan daya beli dan suku bunga KPR akan berpengaruh pada penjualan.
Berhemat dan penuh kehati-hatian dalam mengelola arus kas (cashflow) adalah salah satu pilihan strategi.
Maksimalkan dulu penjualan atas stok rumah yang sedang dibangun. Hati-hati dan tahan diri untuk membangun unit-unit baru dalam jumlah berlebih.
Semoga bermanfaat
Mandor tomo, Waketum DEPRINDO
Lihat artikel lainnya:- Kenaikan Nilai Properti Selalu Di Atas Suku Bunga Perbankan. Ini Penyebabnya
- Dampak Tapering Off The Fed Pada Bisnis Properti Di Indonesia
- Ini Besaran Bunga KPR yang Ideal Menurut Pengembang
- Ini Dia Pembiayaan Perbankan untuk Developer dan Konsumen
- Keuntungan Menggunakan Kredit Kepemilikan Rumah Syariah Dibandingkan dengan KPR Konvensional
- MANTAP! Karyawan Kontrak Sudah Bisa Dapat KPR
- Horeee, Sekarang Membeli Rumah Bisa dengan DP 0 Persen
- Bank BTN Kembali Salurkan Kredit Perumahan Subsidi BP2BT untuk 11.000 Unit Rumah
- Bagaimana Kondisi Bisnis Properti di Tahun 2021?
- Ini Dia Alasan Kuat Anda Harus Berbisnis Properti
- BP Tapera: ASN Semakin Mudah Memiliki Rumah
- Apa Beda Program FLPP, BP2BT Dan Subsidi Selisih Bunga KPR?
- KPR BTN Harapan, Harapan Baru Pembeli Rumah Non Subsidi dengan Bunga Rendah
- Ingin Punya Rumah Idaman Sendiri? Yuk Simak Langkah-Langkah Mengajukan KPR
- Tahun 2023 Anggaran Subsidi Perumahan Rp30,38 Trilyun Terbanyak Sepanjang Sejarah