Syarat Mengubah HGB Menjadi Hak Milik

Ketika seseorang membeli rumah baru dari developer sertifikat atas tanah dan bangunan tersebut masih dalam kondisi HGB (Hak Guna Bangunan). Walaupun sertifikat sudah dibaliknama ke atas nama pembeli.

Jadi kondisi awal dari sertifikat atas tanah dan bangunan tersebut HGB atas developer, lalu terjadi peralihan hak berupa jual beli kepada pembeli.

Berdasarka akta jual beli diajukan baliknama ke atas nama pembeli, dalam hal ini pembelinya adalah perseorang atau individu.

HGB atas nama perseorang tersebut selanjutnya bisa diajukan perubahan menjadi SHM ke Kantor BPN.

Persyaratan yang perlu dilampirkan adalah:

  1. Asli sertifikat HGB.
  2. Foto copy IMB atau PBG. IMB atau PBH harus mencantumkan bahwa rumah tersebut digunakan untuk rumah tinggal. Atau IMB/PBG adalah untuk rumah tinggal. Artinya jika IMB/PBG selain rumah tinggal tidak dapat diajukan peningkatan hak menjadi SHM.
  3. Foto copy identitas pemilik HGB. Identitas yang diperlukan diantaranya KTP dan KK.
  4. Surat permohonan pengajuan perubahan HGB menjadi SHM.
  5. Menandatangani surat pernyataan bahwa pemohon tidak akan memiliki SHM lebih dari 5 bidang dengan luas keseluruhan melebihi 5.000 m2.
  6. Nanti membayar uang pemasukan ke negara yang diterbitkan pada saat pendaftaran berkas. Karena hitungan pemasukan ke negara berhubungan Zona Nilai Tanah (ZNT).
  7. Nanti juga membayar uang pelayanan bidang pertanahan sebesar Rp50.000,-

HGB tidak lebih lemah dibanding SHM

Pada umumnya masyarakat menganggap bahwa HGB lebih lemah dibandingkan dengan SHM. Sebenarnya hal ini tidaklah tepat karena baik HGB maupun SHM merupakan bukti kepemilikan yang kuat.

Baik HGB maupun SHM merupakan amanat UUPA yang dijamin oleh negara kekuatan kepemilikannya. Hanya saja HGB memiliki jangka waktu berlaku sementara SHM berlaku selamanya.

HGB berlaku selama 30 tahun, bisa diperpanjang selama 30 tahun lagi dan haknya dapat diperbarui selama 20 tahun. Dengan demikian HGB dapat berlaku selama 80 tahun.

Dari sisi lain, HGB sama dengan SHM, misalnya keduanya dapat diperjualbelikan, dapat dijaminkan, dan dapat juga diwariskan. Jadi apapun tindakan hukum yang dapat dilakukan terhadap SHM juga dapat dilakukan terhadap HGB.

Penulis: Asriman A. Tanjung, ST
Penulis buku Cara Benar Meraih Sukses Di Bisnis Properti yang diterbitkan Gramedia
Pendiri DEPRINDO (Developer Properti Indonesia), asosiasi developer properti yang sudah diakui pemerintah
Pemilik asriman.com, blog properti nomor 1 di Indonesia

 

Jika Developer Membatalkan AJB setelah PPJB

AJB (Akta Jual Beli) adalah bukti peralihan hak atas tanah dan bangunan. AJB harus dibuat dengan akta PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah).

Dimana di dalam AJB itu terdapat detil peralihan hak yang terdiri dari data detil subjek dan objek jual beli.

Subjek jual beli

Subjek jual beli adalah para penjual dan pembeli. Dimana di dalam AJB diwakili oleh data-data yang terdapat di dalam KTP (Kartu Tanda Penduduk).

Objek jual beli

Objek jual beli adalah tanah dan bangunan yang diperjualbelikan. Di dalam AJB objek diwakili oleh nomor sertifikat.

Objek jual beli lainnya adalah data-data yang ada dalam SPPT PBB (Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan). PBB berguna untuk menentukan nilai dari objek pajak tersebut.

Nilai PBB menentukan besarnya pajak yang harus ditanggung oleh penjual dan pembeli dalam transaksi.

Karena besarnya pajak jual beli dilihat antara nilai transaksi dan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak), dilihat mana yang lebih besar. (more…)

Pajak Yang Wajib Dibayarkan Ketika Transaksi Jual Beli Properti

Setiap transaksi jual beli properti melibatkan penjual dan pembeli. Kedua belah pihak, baik penjual maupun pembeli dikenakan pajak.

Pajak untuk penjual

Untuk penjual pajak yang dikenakan adalah Pajak Penghasilan (PPh). Tentang pengertian PPh ini diatur dalam Pasal 1 PP 34/2016, pajak penjualan tanah adalah “penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari:

  • pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan; atau
  • perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya, terutang pajak penghasilan (“PPh”) yang bersifat final.

Besarnya PPh ini bisa berbeda-beda tergantung kondisi transaksi properti tersebut. Berikut beberapa kondisi tersebut:

  • 0% atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan kepada pemerintah, badan usaha milik negara (BUMN) yang mendapat penugasan khusus dari pemerintah, atau badan usaha milik daerah (BUMD) yang mendapat penugasan khusus dari kepala daerah, sebagaimana dimaksud undang-undang mengenai pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
  • 1% atas dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa rumah subsidi atau perumahan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) 
  • 2,5% dari jumlah bruto nilai transaksi selain perumahan sederhana.  

Contoh perhitungan PPh: (more…)

Ini Dia Sumber Pendanaan Proyek Properti Anda

Bisnis developer properti adalah bisnis yang padat modal

Bisnis developer tidak berbeda jauh dengan bisnis-bisnis yang lain, yaitu sama-sama membutuhkan modal. Bahkan, banyak yang beranggapan bahwa bisnis developer merupakan bisnis high intensive capital atau bisnis padat modal.

Benarkah demikian?

Jika penilaiannya hanya dilihat dari sisi besarnya modal yang dibutuhkan untuk merealisasikan sebuah proyek, maka penilaian tersebut tidak salah, karena untuk merealisasikan proyek properti memang membutuhkan anggaran yang sangat besar.

Pendanaan eksternal

Namun, jika dilihat lebih jauh, sumber pendanaan sebuah proyek properti bisa dari eksternal, tidak harus modal sendiri. Karena banyak investor yang senang membiayai sebuah proyek properti.

Artinya, orang dengan modal terbataspun bisa membangun sebuah proyek properti, bahkan dengan skala besar sekalipun dengan syarat harus mampu menggalang pendanaan dari pihak lain.

Beberapa sumber pendanaan tersebut ialah dari investor, perbankan, kontraktor, supplier material, konsumen dan pemilik lahan. (more…)

Tidak Semua Jenis Hak Tanah Dapat Dibangun Perumahan; Jenis Hak Tanah Apa Saja yang Bisa Dibangun Perumahan

Ada beberapa jenis hak atas tanah yang berlaku di Indonesia, diantaranya Hak Milik (HM), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai (HP), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Pengusahaan Lahan (HPL), Hak sewa, Hak membuka tanah, Hak memungut hasil hutan.

Namun yang bisa dibangun perumahan adalah HM, HGB dan HP. Mari kita lihat pengertian masing-masing jenis hak tersebut:

Hak Milik

Hak milik adalah hak turun-menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah serta dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

Hak milik dapat diberikan kepada Warga Negara Indonesia, bank negara, perkumpulan-perkumpulan koperasi pertanian, badan-badan keagmaan, badan-badan sosial.

Hak milik dapat dibangun perumahan, tetapi jika pengembang yang akan membangun tersebut adalah perseroan terbatas (PT) HM tersebut harus diubah haknya terlebih dahulu menjadi HGB karena sebuah PT tidak dapat memiliki Hak Milik. (more…)

Bagaimana Kalau Pembeli Meminta Pengembalian DP Jika Batal Membeli Rumah

Jika pembeli membatalkan pembelian sebuah rumah ketika sudah membayar DP (Down Payment, Uang Muka) maka ia bisa saja meminta pengembalian uang DP yang sudah dibayarkannya kepada penjual.

Lihat isi PPJB

Hal ini bisa dilakukan jika tentang hal tersebut dicantumkan di dalam perjanjian. Karena ketika ia membayarkan DP harus ada perjanjian yang ditandatangani antara penjual dan pembeli.

Perjanjian tersebut sering dinamakan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) atau sekedar kesepakatan atau MoU.

Di dalam perjanjian tersebut terdapat klausul-klausul kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi dan solusinya.

Misalnya ada pasal yang menyatakan bahwa penjual harus mengembalikan uang muka yang sudah dibayarkan jika terjadi pembatalan dalam jual beli rumah tersebut.

Sebab batalnya jual beli karena si penjual

Hal yang menentukan adalah penyebab batalnya jual beli. Jika batalnya jual beli karena kehendak penjual maka uang muka yang sudah dibayarkan harus dikembalikan seluruhnya. Dan amat wajar juga jika atas kondisi tersebut si penjual juga dikenakan denda. Besarnya denda juga dicantumkan di dalam PPJB.

Termasuk di sini penyebab batalnya jual beli adalah karena ada masalah tentang rumah tersebut, terutama masalah legalitas.

Mungkin saja sertifikatnya sedang diblokir, atau ada catatan dari pihak manapun yang menyebabkan secara hukum transaksi jual beli tidak dapat dilaksanakan. (more…)

Apakah Perlu Persetujuan Anak Ketika Seorang Ayah Ingin Menjual Tanah Atas Namanya, Sementara Istrinya Sudah Meninggal?

Terhadap pertanyaan ini harus dilihat beberapa kondisi tentang perolehan tanah tersebut apakah sebelum atau setelah menikah.

Jika diperoleh sebelum menikah

Kondisi pertama yang mungkin terjadi adalah tanah tersebut dibeli atau diperoleh si ayah sebelum menikah. Jika kondisinya seperti ini maka harta tersebut adalah harta bawaan si ayah.

Terhadap harta bawaan ini, apabila saat ini si ayah akan menjual tanah tersebut maka ia tidak membutuhkan persetujuan dari anak-anaknya.

Hal ini juga berlaku apabila yang meninggal adalah si ayah, jika itu tanah bawaan atas nama si ibu maka tidak diperlukan juga persetujuan dari anak-anaknya, karena itu adalah harta bawaan si ibu.

Terhadap perolehan tanah tersebut tidak masalah dengan cara apapun, apakah ia memperolehnya karena warisan, jual beli, hibah atau jenis perolehan lainnya.

Jika diperoleh setelah menikah

Kondisi selanjutnya adalah jika perolehan tanah tersebut setelah menikah. Maka itu menjadi harta gono gini yang menjadi harta bersama. Tidak masalah tanah tersebut atas nama ayah atau ibu. Sama saja. Mereka berhak secara bersama-sama masing-masing sama besar. (more…)

Siapa yang Wajib Membayar Pajak Jika PBB Belum Dibaliknama?

Banyak ditemui di dalam lembar SPPT PBB (Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan) bahwa subjek pajak yang namanya tertera berbeda dengan pemilik saat.

Kemungkinannya adalah sebelumnya telah terjadi peralihan hak atas objek tersebut. Namun atas peralihan hak tersebut si penerima tidak mengajukan baliknama di lembar SPPT PBB tersebut.

Peralihan hak yang dimaksud di sini bisa jadi jual beli, hibah, peralihan hak karena pewarisan atau peralihan lainnya.

Pertanyaannya adalah siapa yang wajib membayar PBB atas objek tersebut. Apakah pemilik lama?

Ini bisa saja karena namanya masih tertera sebagai subjek pajak di lembar SPPT PBB.

Atau pemilik sekarang, ini yang benar. Bahwa kewajiban membayar pajak adalah pemilik dari objek pajak tersebut saat ini.

Untuk lebih jelasnya bisa kita lihat di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (UU PBB). Lihat Pasal 4 ayat (1) dan (2):

(1) Yang menjadi Subyek Pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.

(2) Subyek Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak menurut Undang-undang ini.

Nah jadi jelas terlihat di ayat (1) karena pemilik sekaranglah yang memiliki hak atas objek tersebut. Karena ia yang memiliki maka ia jugalah yang mendapatkan manfaat atas tanah dan bangunan tersebut walaupun SPPT PBB tersebut belum dibaliknama ke atas namanya. (more…)