Ketika akan mengakuisisi lahan untuk dijadikan proyek properti mengukur lokasi secara langsung sangat penting untuk dilakukan. Tujuannya adalah untuk mengetahui luas sebenarnya tanah tersebut.
Karena kerap terjadi bahwa luas tanah sebenarnya sering berbeda dengan luas tanah seperti yang tercantum dalam bukti kepemilikan haknya.
Tanah yang belum bersertifikat belum diukur presisi
Apalagi tanahnya belum bersertipikat. Karena tanah yang belum bersertifikat ini belum dilakukan pengukuran yang presisi saat penerbitan surat-suratnya.
Selain karena dulu waktu penerbitan alas haknya belum ada teknologi pengukuran yang akurat seperti sekarang. Jadi untuk mengetahui luas suatu bidang tanah hanya berdasarkan perkiraan.
Tanah yang belum bersertipikat ini memiliki banyak jenis alas hak, seperti girik, Letter C, petok D, eigendom verponding dan lain-lain.
Tanah girik
Girik adalah bukti kepemilikan tanah hak milik adat yang dimiliki oleh pemilik girik. Dulu girik ini adalah bukti pembayaran pajak. Jadi girik ini bukan bukti kepemilikan namun hanya bukti membayar pajak saja.
Setelah UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Pertahanahan atau yang lebih dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) diundangkan maka tanah girik harus dikonversi menjadi sertipikat paling lama dua puluh tahun setelah UUPA.
Namun sampai sekarang masih banyak tanah girik yang masih belum disertipikatkan karena mungkin saja karena ketidaktahuan masyarakat atau karena biaya.
Prona dan PTSL
Untuk masalah biaya ini pemerintah memberikan solusi yaitu dengan adanya program pensertipikatan massal. Dulu ada program Prona atau program agraria nasional yang dibiayai oleh pemerintah.
Sekarang ada program pengganti Prona yaitu Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang juga dibiayai pemerintah.
PTSL diselenggarakan oleh kantor pertanahan setempat untuk suatu area tertentu. Misalnya untuk pensertifikatan dilakukan untuk satu desa/kelurahan tertentu. Bisa juga program PTSL dilakukan untuk suatu kecamatan tertentu.
Letter C
Letter C adalah buku register pertanahan yang terdapat di desa sebagai bukti kepemilikan tanah di lokasi tersebut secara turun temurun.
Surat Letter C ini disimpan di kantor desa sementara yang diberikan kepada warga hanya kutipan letter C-nya.
Dalam surat Letter C berisikan; nomor buku C, kohir, persil, kelas tanah, kelas desa, maksudnya kelas tanah yang dipergunakan untuk membedakan antara darat dan tanah sawah. Termasuk untuk menentukan tanah yang produktif dan non produktif.
Selain itu dalam surat letter C juga terdapat luasan tanah dan tahun pajak, nama pemilik letter C dimana nama pemilik ini merupakan nama pemilik awal sampai pemilik terakhir.
Terakhir dalam letter C terdapat tanda tangan dan stempel kepala desa/kelurahan.
Petok D
Petok D adalah surat tanah yang belum didaftarkan ke negara yang memiliki bukti kepemilikan berupa Petok D. Statusnya sama dengan tanah girik yang harus didaftarkan ke negara.
Eigendom verponding
Eigendom Verponding adalah tanah hak milik pada masa pemerintahan kolonial Belanda untuk masyarakat pribumi.
Bukti kepemilikan eigendom verponding ini adalah berupa verponding saja alias surat tagihan pajak tanah dan bangunan.
Dimana saat ini verponding tanah Eigendom Verponding berubah menjadi Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT-PBB).
Kesemua jenis tanah tersebut merupakan alas hak tanah yang belum didaftarkan ke negara melalui kantor pertanahan.
Karena kesemuanya merupakan alas hak atas tanah yang ada sebelum adanya UUPA maka penentuan luas belum seteliti seperti saat ini, terutama karena teknologi pengukuran waktu itu masih belum secanggih sekarang.
Oleh karena itu sering terjadi perbedaan luas antara luas sebenarnya dengan luas yang ada di masing-masing surat bukti kepemilikan tersebut.
Untuk menghindari permasalahan tentang luas tanah dengan pemilik maka perlu dilakukan pengukuran ulang atas tanah tersebut terutama untuk tanah yang luasannya besar.
Karena nanti yang akan disepakati dalam akuisisi atau jual beli adalah luas sebenarnya sesuai hasil pengukuran terakhir.
Dalam membeli sebidang tanah untuk dijadikan proyek, prinsip yang tidak boleh dilupakan adalah seorang developer membeli tanah sesuai luasan sebenarnya, bukan membeli tanah sesuai luas di surat-surat tanahnya.
Luasan tanah sebenarnya itulah nantinya yang akan dibayar.
Membuat perencanaan proyek
Satu lagi keuntungan jika tanah yang akan dibeli diukur ulang adalah bisa langsung membuat perencanaan proyek dengan teliti.
Kok bisa?
Output dari pengukuran ulang ini adalah berupa peta poligon dalam format Autocad atau dwg. Nantinya format ini bisa diberikan kepada arsitek untuk dibuatkan perencanaan siteplan.
Dengan adanya perencanaan siteplan, seorang developer sudah bisa membuat studi kelayakan karena di dalam siteplan tersebut sudah terdapat data tentang volume tiap-tiap komponen proyek, seperti berapa besarnya volume jalan dan saluran drainase, volume unit rumah, dan volume pekerjaan lainnya.
Nanti tinggal dikalikan dengan harga satuan untuk masing-masing komponen tersebut, maka didapatlah biaya.
Volume jalan dan saluran drainase
Misalnya di dalam siteplan tersebut sudah didapatkan berapa volume jalan dan saluran. Dengan demikian seorang developer dapat menghitung berapa biaya yang dibutuhkan untuk membangun jalan.
Demikian juga dengan didapatnya volume panjang saluran drainase maka biaya untuk membangun drainase tersebut dapat dihitung. Caranya adalah dengan mengalikan volume yang didapat dengan harga satuan dari biaya pembangunan saluran tersebut.
Ini penting untuk membuat studi kelayakan karena biaya untuk membangun jalan dan drainase termasuk biaya yang cukup besar dalam pelaksanaan sebuah proyek properti.
Misalnya biaya untuk membangun jalan berupa cor beton dianggarkan Rp500.000/m2, mulai dari membuat base sampai dengan finishing, maka biaya untuk membangun jalan adalah satu milyar rupiah jika luas jalan keseluruhan adalah 2.000 m2.
Demikian juga untuk membangun drainase tinggal dikalikan panjang drainase yang didapat di sitepkan dengan harga satuan pembangunan saluran sesuai analisa.
Volume bangunan
Volume pekerjaan selanjutnya yang bisa didapat dalam sebuah siteplan adalah volume bangunan. Maksudnya adalah berapa jumlah unit rumah yang akan dibangun.
Untuk menghitung cost untuk membangun tersebut tinggal dikalikan dengan harga satuan untuk membangun unit tersebut.
Misalnya di dalam siteplan tersebut terdapat seratus unit rumah tipe 45. Jika untuk membangun rumah satu lantai dianggarkan biaya Rp3000.000/m2 maka biaya untuk membangun seluruh unit rumah adalah 45 x 3.000.000 x 100, sama dengan Rp13.500.000.000,-
Demikian juga dengan biaya lainnya seperti membuat pagar keliling jika diperlukan. Dengan adanya siteplan maka volume panjang keliling proyek dapat diketahui dengan demikian dapat dihitung biayanya.
Volume pekerjaan selanjutnya yang didapat adalah biaya untuk pemasangan utilitas proyek seperti listrik, air bersih, luasan untuk ruang terbuka hijau dan pertamanan, termasuk area publik lainnya seperti arena bermain, lapangan olahraga, tempat ibadah dan komponen lainnya.
Dengan didapatnya volume tiap pekerjaan di proyek maka dapat dihitung semua biaya yang dibutuhkan dalam pembangunan proyek. Setelah didapatkan biaya, dapat juga diperkirakan harga jual.
Dengan demikian dapat diketahui berapa besarnya omzet dan laba di proyek tersebut.
Jadi jangan lupa, lakukan ukur ulang jika Anda membeli tanah supaya didapat luasan yang sebenarnya dan mendapatkan sebuah keuntungan yaitu dapat membuat perencanaan siteplan secepatnya.
Dengan adanya siteplan, perencanaan proyek sudah bisa dibuat termasuk studi kelayakan proyek tersebut. Dalam studi kelayakan terdapat biaya, omzet termasuk besarnya margin yang adakn didapatkan
Lihat artikel lainnya:- Ini Dia Keuntungan dan Kerugian Membeli Tanah yang Sudah Bersertipikat dan Belum
- Bagaimana Cara Mengecek Keabsahan Tanah Girik?
- Kenapa Tanah yang dibeli PT harus HGB Tidak Bisa Hak Milik
- Cara Mengurus Sertifikat dari Tanah Girik
- Ini Keuntungan Membeli Lahan yang Sudah Sertifikat Oleh Developer
- Apakah yang Dimaksud Dengan Tanah Girik? Bagaimana Cara Mengurusnya Menjadi Sertifikat?
- Langkah Jual Beli Tanah Girik atau yang Belum Bersertifikat
- Ini Dia Syarat Lokasi yang Bagus untuk Dibangun Townhouse
- Berapa Lama Proses Girik Menjadi Sertifikat
- Ini Langkah Mengerjakan Proyek Mulai dari Mengukur Lokasi Sampai dengan Pematokan
- Begini Cara Mensertifikatkan Tanah untuk Dibangun Proyek Properti
- Ini yang Harus Diperhatikan Ketika Akan Negosiasi Ke Pemilik Lahan
- Cara Memecah Tanah Girik Dan Memohonkan Sertifikat
- Strategi Menjadi Pebisnis Kaveling Tanah, Hindari BOM Waktu
- Mengurus Legalitas Tanah Girik di Kantor Desa atau Kelurahan
Terimakasih atas insight yang sangat bermanfaat pak Asriman…
Saya mau bertanya cara pengajuanp pengukuran ke BPN nya seperti apa? Apa saja persyaratannya? Lalu siasat apa kepada pemilik tanah yg mau kita beli supaya mau dilakukan pengukuran terlebih dahulu sebelum dibeli?
Terimakasih banyak Pak..
Best regards
Dede Rahmat Hidayat
jika pengukuran hanya untuk mengetahui luasnya saja maka bisa minta petugas bpn secara pribadi, atau bukan dengan permohonan resmi. selain bpn pengukuran juga bisa dilakukan oleh surveyor kadaster. bisa dicari di internet surveyor kadaster tersebut. hasil ukurnya juga resmi dan diakui oleh bpn nantinya.
dengan pemilik lahan harus dikasi pengertian bahwa kita perlu tahu luas sebenarnya sebgai dasar kita membayar nantinya.
karena kita membeli tanah bukan membeli surat saja