Banyak ditemui di dalam lembar SPPT PBB (Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan) bahwa subjek pajak yang namanya tertera berbeda dengan pemilik saat.
Kemungkinannya adalah sebelumnya telah terjadi peralihan hak atas objek tersebut. Namun atas peralihan hak tersebut si penerima tidak mengajukan baliknama di lembar SPPT PBB tersebut.
Peralihan hak yang dimaksud di sini bisa jadi jual beli, hibah, peralihan hak karena pewarisan atau peralihan lainnya.
Pertanyaannya adalah siapa yang wajib membayar PBB atas objek tersebut. Apakah pemilik lama?
Ini bisa saja karena namanya masih tertera sebagai subjek pajak di lembar SPPT PBB.
Atau pemilik sekarang, ini yang benar. Bahwa kewajiban membayar pajak adalah pemilik dari objek pajak tersebut saat ini.
Untuk lebih jelasnya bisa kita lihat di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (UU PBB). Lihat Pasal 4 ayat (1) dan (2):
(1) Yang menjadi Subyek Pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.
(2) Subyek Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak menurut Undang-undang ini.
Nah jadi jelas terlihat di ayat (1) karena pemilik sekaranglah yang memiliki hak atas objek tersebut. Karena ia yang memiliki maka ia jugalah yang mendapatkan manfaat atas tanah dan bangunan tersebut walaupun SPPT PBB tersebut belum dibaliknama ke atas namanya.
Bagaimana solusinya?
Solusinya adalah SPPT PBB atas objek tersebut bisa diajukan baliknama ke kantor dinas pendapatan daerah setempat.
Persyaratan yang perlu dilampirkan adalah alas hak dan bukti peralihannya. Alas hak maksud di sini adalah sertifikat tanah (bisa SHM, SHGB atau jenis sertifikat lainnya).
Proses baliknama SPPT PBB ini tidak memerlukan waktu lama, seharusnya dalam waktu paling lama satu minggu permohonan baliknama tersebut sudah selesai.
Selama SPPT PBB masih atas nama pemilik sebelumnya maka secara hukum kewajiban membayar adalah pemilik sebelumnya.
Untuk menghindari kesalahpahaman, maka sebaiknya ketika terjadi peralihan hak juga dibuat perjanjian khusus yang menyatakan bahwa pembayaran PBB selanjutnya setelah peralihan hak terjadi menjadi tanggungjawab si penerima hak.
Jika peralihan hak karena jual beli, di dalam akta jual beli tersebut sudah termaktub pasal yang mengatur tentang hak dan kewajiban setelah terjadi AJB.
Akan tetapi tidak ada salahnya untuk berhati-hati supaya tidak terjadi permasalahan di kemudian hari.
Lihat artikel lainnya:- Bagaimana Cara Jual Beli Tanah Girik Di Notaris
- Jika Developer Membatalkan AJB setelah PPJB
- Cara Mudah Menghitung BPHTB Waris – Contoh Perhitungan
- Begini Cara Mensertifikatkan Tanah yang Tidak Ada Surat-Suratnya
- Siapa yang Menanggung Biaya dan Pajak-Pajak Dalam Jual Beli Properti?
- Mengurus Legalitas Tanah Girik di Kantor Desa atau Kelurahan
- Pajak Yang Wajib Dibayarkan Ketika Transaksi Jual Beli Properti
- Sekelumit Mengenai Sertifikat, IMB dan SPPT-PBB
- Bagaimana Cara Transaksi Jual Beli Tanah Dan Bangunan yang Aman
- Balik Nama Sertifikat tanpa Akta PPAT
- Apakah Mengurus SHM Tanpa Jual Beli Dikenakan BPHTB
- Jika Ingin Deal Tanggung Saja Kewajibannya
- Apa yang Dimaksud Dengan Tanah Girik? Bagaimana Cara Mengurusnya Menjadi SHM?
- Apakah Bisa Mengajukan Baliknama Sertifikat Jika Dasar Jualbeli Hanya Kuitansi atau Surat Jual Beli Di Bawah Tangan
- Begini Cara Mensertifikatkan Tanah untuk Dibangun Proyek Properti