Tanah Hak Milik yang ditelantarkan oleh pemiliknya bisa disita oleh negara.
Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar sebagai aturan pelaksanaan dari UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau Omnibus Law Cipta Kerja.
Di pasal 7 ayat 2 Peraturan Pemerintah ini menyatakan bahwa tanah hak milik menjadi objek penertiban apabila dengan sengaja tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara, sehingga mengakibatkan tiga kondisi. Yaitu, pertama, dikuasai oleh masyarakat dan menjadi wilayah perkampungan.
Kedua, dikuasai oleh pihak lain secara terus menerus selama 20 tahun tanpa ada hubungan hukum dengan pemegang hak, dan ketiga, fungsi sosial hak atas tanah tidak terpenuhi, baik pemegang hak masih ada maupun sudah tidak ada.
Apabila sudah ditetapkan sebagai tanah terlantar maka tanah tersebut wajib dikosongkan oleh bekas pemegang hak atau pemegang dasar penguasaan atas tanah dalam jangka waktu paling lama 30 hari. Ini diatur dalam pasal 32.
Baca juga: Lihat di sini materi dan jadwal workshop developer properti bagi pemula
Selanjutnya di pasal 33 diatur bahwa jika tidak dikosongkan, maka benda yang ada di atas tanah tersebut dinyatakan menjadi aset yang diabaikan. “Tanah yang telah ditetapkan sebagai tanah terlantar dapat menjadi aset bank tanah dan/atau TCUN (tanah cadangan umum negara),”
Penetapan status tanah terlantar melalui proses
Namun demikian, penetapan status tanah terlantar tidak dilakukan ujug-ujug, tetapi melalui beberapa proses.
Diantaranya, evaluasi tanah terlantar yang dilaksanakan oleh panitia yang dibentuk dan ditetapkan oleh kepala kantor wilayah dalam waktu 180 hari.
Evaluasi itu meliputi pemeriksaan terhadap dokumen hak atas tanah, hak pengelolaan atas dasar penguasaan atas tanah, dan pemeriksaan terhadap rencana pengusahaan, penggunaan, pemanfaatan, dan/atau pemeliharaan tanah.
Kemudian, pemeriksaan terhadap pengusahaan, penggunaan, pemanfaatan, dan/atau pemeliharaan tanah secara faktual; dan pemberitahuan kepada pemegang hak, pemegang hak pengelolaan, atau pemegang dasar penguasaan atas tanah untuk mengusahakan, mempergunakan, memanfaatkan, dan/atau memelihara tanah yang dimiliki atau dikuasai.
Diberi waktu 180 hari untuk mengusahakan tanah terlantar
Apabila berdasarkan hasil evaluasi diketahui pemegang hak, pemegang hak pengelolaan, atau pemegang dasar penguasaan atas tanah sengaja menelantarkan tanah, kepala kantor wilayah menyampaikan pemberitahuan agar tanah itu diusahakan, dipergunakan, dimanfaatkan, dan/atau dipelihara dalam jangka waktu paling lama 180 hari sejak diterbitkannya pemberitahuan.
Jadi pemegang hak diberi waktu 6 bulan untuk mengusahakan tanah tersebut.
Peringatan tertulis pertama
Selanjutnya, jika pemegang hak, pemegang hak pengelolaan, atau pemegang dasar penguasaan atas tanah tetap tidak mengusahakan, tidak mempergunakan, tidak memanfaatkan, dan/atau tidak memelihara tanah yang dimiliki, maka diberikan peringatan tertulis pertama.
Peringatan tertulis kedua
Dalam Pasal 25, dijelaskan bahwa jika 90 hari setelah peringatan tertulis pertama tanah tetap ditelantarkan, maka kepala kantor wilayah memberikan peringatan tertulis kedua dan meminta agar tanah tersebut diusahakan, dipergunakan, dimanfaatkan, dan/atau dipelihara.
Peringatan tertulis ketiga
Jika dalam 45 hari usai peringatan tertulis kedua tanah masih ditelantarkan, maka kepala kantor wilayah memberikan peringatan tertulis ketiga.
Terakhir, dalam pasal 27, ditegaskan jika 30 hari setelah peringatan tertulis ketiga tanah masih ditelantarkan, kepala kantor wilayah mengusulkan penetapan tanah telantar kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) dalam waktu paling lama 30 hari.
Selanjutnya ditetapkan dalam pasal 28 bahwa “Terhadap tanah yang diusulkan untuk ditetapkan sebagai tanah terlantar sebagaimana dimaksud dalam pasal 27, tidak dapat dilakukan perbuatan hukum atas bidang tanah tersebut sampai dengan diterbitkannya keputusan Menteri,”.
Perbuatan itu termasuk didalamnya menjual, menjaminkan atau melakukan pemindahan hak dengan cara apapun terhadap tanah tersebut.
Lihat artikel lainnya:- Apa yang Dimaksud dengan BANK TANAH Dalam UU No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja?
- Ini Dia SK Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 6 Tahun 1998 yang Membatasi Pemilikan SHM Hanya 5 Bidang
- Tidak Semua Jenis Hak Tanah Dapat Dibangun Perumahan; Jenis Hak Tanah Apa Saja yang Bisa Dibangun Perumahan
- Ini Dia Aturan Tentang Perolehan Dan Harga Rumah Tempat Tinggal Untuk Orang Asing Setelah UU Cipta Kerja Disahkan
- Pengertian-Pengertian Pada PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah
- Begini Cara Mensertifikatkan Tanah yang Tidak Ada Surat-Suratnya
- Undang-Undang Hak Tanggungan Dan Kekuatan Eksekutorial
- Cara Meningkatkan Sertifikat Hak Pakai Menjadi SHM
- Gimana Tanggungjawab Perusahaan Pemegang KKPR Jika Tanah Belum Dibebaskan
- Omnibus Law – UU No. 11 Tentang Cipta Kerja Mendirikan BP3, Pengembang Apartemen Wajib Membayar Kompensasi ke Pemerintah
- Begini Aturannya Orang Asing Atau WNA Membeli Rumah Dan Apartemen Di Indonesia
- Bagaimana Cara Jual Beli Tanah Girik Di Notaris
- Balik Nama Sertifikat tanpa Akta PPAT
- Eigendom Verponding adalah…
- Pemberlakuan Sertifikat Elektonik Ditunda