Tak dipungkiri saat ini masih banyak tanah-tanah yang belum bersertifikat di Indonesia. Bentuknya macam-macam, ada yang berbentuk girik, petok D, pipil, yasan, eigendom verponding, Surat Keterangan Tanah (SKT), Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) dan bentuk lainnya.
Girik lebih populer
Tapi dari semua jenis tanah yang belum bersertifikat itu yang paling banyak adalah girik, dimana girik ini dikenal sebagai tanah milik adat, yang apabila dimohonkan sertifikat akan langsung menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM).
Tanah-tanah yang belum bersertifikat ini umumnya ada di desa-desa, karena mungkin saja menurut mereka tidak ada kepentingan untuk mensertifikatkan tanah.
Toh tanah tetap mereka kuasai dan mereka juga tidak ada niat untuk menjual tanah tersebut, secara memang tanah tersebut untuk mereka tinggali atau bercocok tanam untuk kehidupan sehari-hari.
Walaupun begitu tidak semua berfikiran seperti itu, ada juga yang sudah melek hukum dan melek aset. Mereka ini umumnya yang sudah well educated.
Mereka memohonkan sertifikat tanah milik mereka secara sporadik saja ke kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Baca juga: Lihat di sini materi dan jadwal workshop developer properti bagi pemula
Kendala mensertifikatkan tanah bagi masyarakat
Kendala bagi mereka dalam mensertifikatkan tanah pada umumnya adalah karena biaya, karena ketika mensertifikatkan tanah mereka diwajibkan membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). BPHTB ini cukup besar, kurang lebih 5% dari nilai asetnya, di samping mereka juga masih menanggung biaya pengurusan.
Biaya pengurusan ini yang unmetered, tidak terukur. Lain daerah lain besarnya biaya sertifikat. Saya tahu ini karena banyak yang curhat tentang besarnya biaya pengurusan ini. Di samping mereka juga curhat tentang lamanya waktu pengurusan.
Ada yang mengurus sertifikat sudah bertahun-tahun belum juga selesai.
Bagi mereka yang tinggal di desa-desa, kendala waktu dan biaya ini sangat terasa. Terutama kendala biaya, yang bagi mereka jumlah itu cukup besar.
Itulah sebabnya sampai saat ini masih banyak bidang-bidang tanah yang masih belum bersertifikat.
Prona dan PTSL
Bagi mereka yang terkendala biaya saat mensertifikatkan tanah, ada solusi yang diberikan pemerintah, yaitu dengan adanya program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Dengan PTSL, biaya pengurusan digratiskan karena ini merupakan program pemerintah dengan anggaran dan panitia khusus. Konon sumber biaya diambil dari APBN.
Di samping menggratiskan biaya pengurusan sertifikat, juga ada keringanan lainnya yaitu BPHTB bisa juga tidak dibayar saat mensertifikatkan tanah, tertagih ketika tanah tersebut dijual atau kapanpun pemilik bisa membayarnya.
Dulu ada juga program pensertifikatan massal. Namanya Prona atau Proyek Nasional. Biayanya berasal dari Bank Dunia. Prosesnya kira-kira sama; ada panitia khusus dan biaya juga digratiskan.
Untungnya developer membeli tanah yang belum bersertifikat
Tanah yang belum bersertifikat pada umumnya harganya masih lebih murah ketimbang tanah yang sudah bersertifikat. Karena pembeli masih ada kewajiban biaya-biaya termasuk pajak BPHTB ketika akan mensertifikatkan tanah.
Kerugian developer membeli tanah yang belum bersertifikat
Kerugiannya adalah developer masih membutuhkan waktu dan biaya untuk mensertifikatkan tanah tersebut. Waktunya bervariasi antar daerah. Kemungkinan empat sampai enam bulan. Bahkan bisa lebih lama.
Sedangkan biaya yang dibutuhkan adalah biaya untuk permohonan sertifikat tersebut dan membayar pajak, termasuk biaya Pemasukan Negara Bukan Pajak (PNBP). Bagi seorang developer, waktu pengurusan ini menjadi hal yang amat penting karena terkait perencanaan bisnis dan perencanaan cashflow.
Keuntungan developer jika membeli tanah yang sudah bersertifikat
Jika tanah sudah bersertifikat maka proses dalam memulai proyek bisa lebih cepat karena tidak diperlukan lagi waktu untuk mengurus sertifikat. Di samping itu tidak ada lagi mengurus dokumen-dokumen ke kantor desa/kelurahan. Sehingga developer mendapatkan kepastian biaya dalam proses mengakuisisi lahan ini.
Kerugian developer membeli lahan yang sudah bersertifikat
Kerugiannya adalah tanah yang sudah bersertifikat pada umumnya harganya sudah lebih tinggi dibandingkan tanah yang belum bersertifikat.
Pemilik tanah umumnya memakai kondisi ini untuk meminta harga lebih mahal ketimbang tanah yang belum bersertifikat.
Lihat artikel lainnya:- Langkah Jual Beli Tanah Girik atau yang Belum Bersertifikat
- Mengurus Legalitas Tanah Girik di Kantor Desa atau Kelurahan
- Kenapa Tanah yang dibeli PT harus HGB Tidak Bisa Hak Milik
- Berapa Lama Proses Girik Menjadi Sertifikat
- Ini Keuntungan Membeli Lahan yang Sudah Sertifikat Oleh Developer
- Cara Jual Beli Tanah yang Belum Bersertifikat
- Apakah Aman Membeli Tanah Girik Yang Tidak Ada Giriknya?
- Ini Dia Keuntungan dan Kerugian Membeli Tanah yang Sudah Bersertipikat dan Belum
- Inilah Kenapa Kebanyakan Orang Menghindari Membeli Tanah Girik
- Pembebasan Lahan Itu Apa Sih?
- Apa yang Dimaksud Dengan Tanah Girik? Bagaimana Cara Mengurusnya Menjadi SHM?
- Begini Cara Mensertifikatkan Tanah untuk Dibangun Proyek Properti
- Panduan Cara Developer Mengakuisisi Lahan Sampai Pemecahan Sertifikat
- Syarat Dan Langkah Jual Beli Tanah Girik
- Cara Mengurus Sertifikat dari Tanah Girik