Ada seorang teman yang menanyakan ke saya tentang hal tersebut. Jadi suatu waktu dia mensertifikatkan tanah milik orang tuanya. Tanah tersebut masih girik atas nama orang tuanya. Dan akan dibuatkan SHM juga atas nama orang tuanya.
Dia kaget ketika mengurus ke kantor notaris ada timbul biaya BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan). Dia mempertanyakan karena selama ini yang ia pahami bahwa yang terkena kewajiban BPHTB adalah pembeli ketika terjadi transaksi jual beli.
Sementara untuk kondisi tanah orang tuanya tidak ada transaksi jual beli, ia hanya mensertifikatkan tanah yang atas nama orang tuanya dan nantinya sertifikat juga atas nama orang tuanya. Jadi tidak ada proses peralihan hak atau jual beli.
Untuk menjawab pertanyaan ini kita lihat dulu apa itu BPHTB.
Pengaturan BPHTB diatur dalam UU No. 1 Tahun 2022 Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Di dalam UU tersebut disebutkan bahwa BPHTB adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.
Jadi dari pengertian tersebut dapat diartikan bahwa BPHTB akan tertagih apabila ada peristiwa hukum yang menyebabkan orang atau badang hukum memperoleh hak atas tanah dan bangunan.
Selanjutnya di dalam UU tersebut juga dicantumkan perbuatan hukum apa saja yang menyebabkan timbulnya kewajiban BPHTB.
Diantara perbuatan hukum yang mendapatkan hak atas tanah dan bangunan adalah pemindahan hak dan pemberian hak baru.
Pemindahan hak bisa terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, hibah wasiat, waris, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penunjukan pembeli dalam lelang, pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha atau hadiah.
pemberian hak baru karena kelanjutan pelepasan hak atau di luar pelepasan hak.
Jadi orang yang mengurus sertifikat SHM atas namanya sendiri bukan karena jual beli tetap dikenakan BPHTB.
Besarnya BPHTB dalam perolehan hak baru ini sama perhitungannya dengan jual beli, hanya saja dasar perhitungannya adalah taksiran harga objek atau NJOP (Nilai Jual Objek Pajak). Sementara BPHTB karena jual beli dasar perhitungannya adalah nilai transaksi jual beli tersebut.
BPHTB = (NPOP – NPOPTKP) x 5%
Dimana NPOP adalah Nilai Perolehan Objek Pajak, dilihat mana yang lebih tinggi antara NJOP dengan nilai taksiran harga tanah.
Nilai taksiran harga tanah ini ditentukan oleh petugas dari instansi terkait, biasanya instansi yang mengurus tentang BPHTB adalah Dinas Pendapatan Daerah setempat atau Badan Pendapatan Daerah.
NPOPTKP adalah Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak. Angka konstanta yang ditetapkan oleh pemerintah daerah.
Untuk Jakarta saat ini NPOPTKP adalah 80 juta, Surabaya 75 juta dan daerah lain di seluruh Indonesia adalah 60 juta.
Penulis: Asriman A. Tanjung, ST
Penulis buku Cara Benar Meraih Sukses Di Bisnis Properti yang diterbitkan Gramedia
Pendiri DEPRINDO (Developer Properti Indonesia), asosiasi developer properti yang sudah diakui pemerintah
Pemilik asriman.com, blog properti nomor 1 di Indonesia
Lihat artikel lainnya:
- Bagaimana Cara Jual Beli Tanah Girik Di Notaris
- Pajak Yang Wajib Dibayarkan Ketika Transaksi Jual Beli Properti
- Cara Mudah Menghitung BPHTB Waris – Contoh Perhitungan
- Kenapa Tanah yang dibeli PT harus HGB Tidak Bisa Hak Milik
- Ini Keuntungan Membeli Lahan yang Sudah Sertifikat Oleh Developer
- PPJB Lunas, PPJB Tidak Lunas Dan Posisi Pentingnya Dalam Proses Jual Beli
- Apakah Surat Jual Beli di Bawah Tangan Atas Tanah dan Bangunan Sah Secara Hukum?
- Apakah Tanah Yang Masih Girik Aman Untuk Dibeli Untuk Dibangun Proyek?
- Panduan Cara Menjual Tanah Warisan
- Langkah Jual Beli Tanah Girik atau yang Belum Bersertifikat
- Jika Ingin Deal Tanggung Saja Kewajibannya
- Berapa Besarnya Biaya Akta AJB PPAT?
- Bagaimana Cara PT Membeli SHM? Kok Ngga Bisa Langsung AJB?
- Urutan Legal Lahan dari Girik, Sampai HGB Untuk Proyek Perumahan
- Apakah Bisa Mengajukan Baliknama Sertifikat Jika Dasar Jualbeli Hanya Kuitansi atau Surat Jual Beli Di Bawah Tangan