Perseroan Terbatas (PT) jika membeli tanah baik dalam kondisi belum bersertifikat atau sudah SHM maka nantinya tanah tersebut harus dalam bentuk Hak Guna Bangunan (HGB).
Tentang PT memiliki tanah dalam bentuk HGB ini diatur dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria).
Pengaturan ini tergambar di dalam Pasal 21 UUPA, yang menyatakan bahwa hanya warga negara Indonesia yang dapat mempunyai Hak Milik.
Jadi SHM itu hanya boleh dimiliki oleh WNI atau individu. Artinya PT yang merupakan badan hukum tidak dapat mempunyai SHM.
Jika tanah yang belum bersertifikat dibeli PT untuk mendapatkan HGB
Jika tanahnya belum bersertifikat, pembelian oleh PT dengan akta pelepasan hak yang dibuat oleh Notaris.
Nantinya setelah akta pelepasan hak ditandatangani maka PT memohonkan sertifikat yang akhirnya PT akan mendapatkan HGB. Tanah yang belum bersertifikat ini bisa jadi berupa girik, pipil, yasan, petok atau jenis kepemilikan lainnya.
Ada juga kondisi tanah yang tidak ada alas haknya, adanya hanya SPPT PBB. Ini juga bisa diperjualbelikan kepada PT untuk selanjutnya dimohonkan sertifikat HGB oleh PT.
Peristiwa ini menimbulkan kewajiban kepada masing-masing pihak dalam bentuk pajak. Penjual dikenakan PPh sebesar 2,5%, sementara pembeli dikenakan BPHTB 5%.
Jika tanah SHM dibeli PT untuk mendapatkan HGB
Selanjutnya jika tanahnya dalam kondisi Sertifikat Hak Milik (SHM), ketika dibeli PT maka prosesnya sama saja dengan tanah yang belum bersertifikat.
Transaksi dilakukan dengan penandatanganan akta pelepasan hak dengan akta Notaris, selanjutnya PT memohonkan sertifikat HGB.
Dalam prosesnya bahwa tanah dilepaskan dulu haknya oleh si pemilik kepada negara. Atas pelepasan tersebut ia mendapatkan ganti rugi. Ganti rugi ini diberikan oleh perusahaan yang nantinya akan memohonkan HGB.
Dalam peristiwa hukum pelepasan hak ini juga tertagih pajak-pajak yang musti dibayarkan oleh pihak yang melepaskan hak dan juga oleh pihak yang menerima hak.
Yang melepaskan hak adalah pemilik tanah, ia dikenakan PPh 2,5% sementara yang menerima hak adalah PT, ia dikenakan BPHTB sebesar 5%.
SHM diturunkan mejadi HGB terlebih dahulu
Atas transaksi tanah SHM bisa juga dengan cara memohonkan perubahan hak dari SHM menjadi HGB, permohonan ini sering dinamakan penurunan hak. Setelah sertifikat tersebut menjadi HGB maka selanjutnya dilakukan AJB dengan PT. Proses AJB ini secara normal saja seperti transaksi AJB pada umumnya.
Atas AJB tersebut si penjual terkena kewajiban membayarkan PPh 2,5% dan PT sebagai pembeli tertagih BPHTB 5%.
Masa berlaku HGB
HGB ini berlaku selama 30 tahun, dapat diperpanjang selama 20 tahun. Lalu setelah habis masa berlaku setelah dieprpanjang bisa diajukan pembaruan untuk jangkan waktu 30 tahun lagi.
Lihat artikel lainnya:
- Bagaimana Cara PT Membeli SHM? Kok Ngga Bisa Langsung AJB?
- Tidak Semua Jenis Hak Tanah Dapat Dibangun Perumahan; Jenis Hak Tanah Apa Saja yang Bisa Dibangun Perumahan
- Syarat Mengubah HGB Menjadi Hak Milik
- Begini Langkah Mengakuisisi Tanah Girik Oleh Developer
- Jika Ingin Memecah Tanah Sendiri Menjadi Banyak Bidang Bagaimana Langkahnya?
- Cara Meningkatkan Sertifikat Hak Pakai Menjadi SHM
- Ini Keuntungan Membeli Lahan yang Sudah Sertifikat Oleh Developer
- Panduan Cara Developer Mengakuisisi Lahan Sampai Pemecahan Sertifikat
- Apa yang Dimaksud Dengan Tanah Girik? Bagaimana Cara Mengurusnya Menjadi SHM?
- Jenis Hak Atas Tanah yang Bisa Dibangun Proyek
- Ketika Membeli Rumah dari Developer, Apakah Sertifikatnya Langsung SHM atau HGB Dulu?
- Cara Jual Beli Tanah yang Belum Bersertifikat
- Aspek Hukum WNA Membeli Properti di Indonesia
- Ini Dia Kelengkapan Legalitas Sebuah Proyek Properti
- Syarat Dan Langkah Jual Beli Tanah Girik