Tentang hunian berimbang, tercantum di dalam Pasal 21 PP No. 12 Tahun 2021, yang berbunyi; Badan Hukum yang melakukan pembangunan Perumahan wajib mewujudkan Perumahan dengan hunian Berimbang.
Tetapi pembangunan perumahan dengan konsep hunian berimbang ini tidak wajib bagi badan hukum yang membangun perumahan umum, yang saat ini dikenal sebagai perumahan subsidi.
Atau perumahan yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang mana dalam pembelian perumahan ini masyarakat mendapat subsidi dari pemerintah.
Perumahan dengan hunian berimbang ini dibagi menjadi dua bagian yaitu perumahan skala besar yang memiliki unit paling sedikit 3.000 (tiga ribu) unit rumah dalam satu hamparan dan perumahan dengan selain skala besar yang jumlah unitnya kecil dari tiga ribu unit rumah.
Dalam PP ini juga mengklasifikasikan rumah, yaitu rumah mewah, rumah menengah dan rumah sederhana. Dimana rumah mewah adalah rumah yang harga jualnya lima belas kali harga rumah subsidi.
Jadi jika di lokasi tersebut harga perumahan subsidi adalah Rp168 juta (seperti Jabodetabek), maka sebuah rumah dikategorikan mewah apabila harga jualnya minimal Rp168 juta dikali 15, atau sama dengan Rp2.520.000.000.
Disebut rumah menengah apabila harga jual rumah tersebut antara tiga kali sampai dengan limabelas kali harga perumahan subsidi.
Maka batasan harga rumah sedang ini adalah Rp504 juta sampai dengan Rp2.520.000.000,-
Dengan demikian rumah sederhana adalah rumah dengan harga di bawah Rp504 juta atau rumah dengan luasan dan harga jual sesuai dengan peraturan pemerintah tentang harga jual perumahan subsidi.
Melihat dari klasifikasi harga ini, maka terdapat dua jenis rumah sederhana yaitu rumah sederhana umum atau rumah subsidi yang harganya sesuai dengan batasan harga yang ditetapkan oleh pemerintah dan rumah sederhana non susidi, yang harganya di atas harga perumahan subsidi tetapi di bawah harga rumah sedang, yaitu Rp504 juta.
Komposisi hunian berimbang
Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini mengatur tentang komposisi hunian berimbang untuk pembangunan Perumahan skala besar, yaitu; 1 unit rumah mewah berbanding paling sedikit 2 unit rumah menengah dan berbanding paling sedikit 3 unit rumah sederhana.
Sementara untuk pembangunan perumahan selain skala besar hunian berimbang diwujudkan dengan; 1 Rumah mewah berbanding paling sedikit 2 (dua) Rumah menengah dan berbanding paling sedikit 3 Rumah sederhana.
Paling sedikit 3 rumah sederhana ini terdiri dari 1 unit rumah sederhana subsidi berbanding dengan 3 rumah sederhana non subsidi, dengan perhitungan komposisi persentase 25% (dua puluh lima persen) Rumah sederhana subsidi berbanding 75% (tujuh puluh lima persen) Rumah sederhana nonsubsidi, itu untuk daerah perkotaan besar sepeti jabodetabek, Surabaya dan sekitarnya, dan daerah perkotaan lainnya.
Sementara untuk kawasan perkotaan sedang, 2 (dua) Rumah sederhana subsidi berbanding 2 (dua) Rumah sederhana nonsubsidi dengan perhitungan komposisi persentase 50% (lima puluh persen) Rumah sederhana subsidi berbanding 50% (lima puluh persen) Rumah sederhana nonsubsidi.
Selanjutnya untuk kawasan perkotaan kecil, 3 (tiga) Rumah sederhana subsidi berbanding 1 (satu) Rumah sederhana nonsubsidi dengan perhitungan komposisi persentase 75% (tujuh puluh lima persen) Rumah sederhana subsidi berbanding 25% (dua puluh lima persen) Rumah sederhana nonsubsidi.
Dalam hal Rumah sederhana tidak dapat dibangun dalam bentuk Rumah tunggal atau Rumah deret, Rumah sederhana dapat dikonversi dalam bentuk Rumah susun umum yang dibangun dalam 1 (satu) harnparan yang sama yang harga jualnya ditentukan oleh pemerintah. Atau dalam bentuk dana untuk pembangunan Rumah umum.
Penghitungan konversi dari kewajiban penyediaan rumah sederhana menjadi Rumah susun umum dilakukan dengan mempertimbangkan:
- perbandingan komposisi persentase Rumah sederhana subsidi dengan Rumah sederhana nonsubsidi;
- jumlah kewajiban Rumah sederhana;
- hargajual Rumah sederhana bersubsidi yang ditetapkan Pemerintah Pusat; dan
- persentase harga pokok produksi terhadap harga jual.
Selanjutnya Penghitungan konversi bentuk dana merupakan dana kelola atau hibah dihitung dengan mempertimbangkan:
- jumlah kewajiban Rumah sederhana;
- harga jual Rumah sederhana bersubsidi yang ditetapkan Pemerintah Pusat;
- persentase harga pokok produksi terhadap harga jual;
- faktor pengali dengan memperhitungkan nilai uang atas waktu (time value of money), besarnya faktor pengali ini ditetapkan melalui peraturan menteri.
- dana imbal jasa pengelolaan.
Penghitungan konversi rumah sederhana yang tidak dapat dibangun dalam bentuk rumah tunggal atau rumah deret menjadi rumah susun umum atau dana konversi nantinya rumus perhitungannya ditetapkan oleh menteri terkait.
Selanjutnya tentang dana konversi, dana ini nantinya diserahkan kepada Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3) yang dibentuk oleh pemerintah untuk mengelola dana konversi tersebut untuk pembangunan rumah umum atau perumahan subsidi untuk MBR.
Adapun tugas BP3 adalah sebagai berikut:
- melakukan upaya percepatan pembangunan Perumahan;
- melaksanakan pengelolaan Dana Konversi dan pembangunan Rumah sederhana serta Rumah susun umum;
- melakukan koordinasi dalam proses perizinan dan pemastian kelayakan hunian;
- melaksanakan penyediaan tanah bagi Perumahan;
- melaksanakan pengelolaan Rumah susun umum dan Rumah susun khusus serta memfasilitasi penghunian, pengalihan, dan pemanfaatan;
- melaksanakan pengalihan kepemilikan Rumah umum dengan kemudahan yang diberikan oleh pemerintah;
- menyelenggarakan koordinasi operasional lintas sektor, termasuk dalam penyediaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum; dan
- melakukan pengembangan hubungan kerja sama di bidang Rurrrah susun dengan berbagai instansi di dalam dan di luar negeri.
Jadi itulah yang diatur dalam PP No. 12 Tahun 2021 sebagai turunan dari omnibus law Cipta Kerja atau UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Lihat artikel lainnya:
- Omnibus Law – UU No. 11 Tentang Cipta Kerja Mendirikan BP3, Pengembang Apartemen Wajib Membayar Kompensasi ke Pemerintah
- Penjelasan Tentang Terbitnya PP No. 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Perumahan Dan Kawasan Permukiman
- Perkecil Modal, Pembayaran Tanah Secara Bertahap, Salah Satu Strategi Developer Membantu Pemerintah Mewujudkan Hunian Berimbang
- Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan atau BP3 Untuk Mempercepat Penyediaan Hunian Bagi MBR
- Ini Dia Pengertian Perumahan dan Kawasan Permukiman Menurut UU No. 1 Tahun 2011
- PMK NOMOR 81/PMK.010/2019 Tentang Batasan Rumah Umum, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar, serta Perumahan Lainnya, yang atas Penyerahannya Dibebaskan dari Pengenaan PPN
- Begini Sistem PPJB Dalam Pemasaran Perumahan Menurut PP No. 12 Tahun 2021 Sebagai Turunan Dari UU Cipta Kerja
- Arsitek yang Tidak Punya Sertifikat Keahlian Bisa Kena Denda Sampai Dengan 1 Milyar!
- Kebutuhan Hunian Merupakan Kebutuhan Primer Manusia
- Urgensi Bantuan PSU Untuk Perumahan Subsidi
- HATI-HATI! Developer yang Menjual Rumah Bisa Dikenakan Sanksi Denda Rp1 Milyar!
- Denda 50 Juta Bagi Orang yang Menyewakan dan Menjual Rumah Subsidi
- Program Subsidi BP2BT Dihapus
- Arsitek Yang Membuat Perencanaan dan Perancangan Rumah yang Tidak Memenuhi Standar Bisa Didenda Sampai 500 Juta
- Ini Dia Aturan Tentang Perolehan Dan Harga Rumah Tempat Tinggal Untuk Orang Asing Setelah UU Cipta Kerja Disahkan