Beberapa hari ini saya sibuk membantu nasabah bank tempat kantor saya bekerja yang mau masuk bisnis properti.
Bicara modal, lebih dari cukup untuk memulai masuk bisnis properti yang pada dasarnya bisnis padat modal.
Singkat cerita dia telah deal eksekusi proyek mangkrak, tentu dengan bantuan saya, hehehe.
Yang menarik, dari penawaran takeover 29 milyar rupiah, dia bisa meyakinkan pemilik lama, sedemikian rupa cukup bayar 5 milyar saja, seluruh saham balik nama, sisanya di cicil.
Dengan kekayaannya, dia memang punya asset tetap sebagai jaminan sisa pembayaran.
Yang menarik adalah cara dia meyakinkan pemilik proyek lama untuk menyetujui penawaran dia dengan cukup inject 5 milyar dari permintaan 29 milyar.
Awalnya saya gak yakin pemilik lama akan setuju, tapi realisasi berkata lain, nasabah saya sukses takeover hanya dengan modal 5 milyar.
Nasabah saya memerankan seni negosiasi yang bagi saya menarik. Beberapa hal yang dia lakukan antara lain:
Memberikan rasa empati atas persoalan kerumitan proyek yang dihadapi
Diskusi dengan pemilik proyek yang seharusnya berisi negosiasi, pada tahap awal lebih banyak ngobrol atas persoalan-persoalan proyek.
Tidak ada kalimat dijual berapa, bagaimana cara bayar, dan lain-lain. Pemilik proyek dipancing untuk bercerita semua persoalan dalam diskusi yang renyah dan nyaman.
Sentuhan-sentuhan kalimat dukungan dan pujian diberikan oleh nasabah saya. Kadang-kadang dibarengi dengan kalimat turut menyalahkan mitra atau pemilik tanah, sebagai bagian dari empati tadi.
Padahal saya tahu, lebih banyak kesalahan pemilik proyek dibanding dengan pemilik tanah yang memang sudah saatnya meminta hak pelunasan tanahnya.
Kalimat kalimat dukungan dan sedikit pemberian harapan juga dilontarkan nasabah saya.
“Ya pak, mudah-mudahan bisa diselesaikan, siapa tahu saya bisa bantu”, dan lain-lain. Rasa nyaman pemilik proyek timbul dari pendekatan yang dilakukan nasabah saya.
Berfokus pada penyelesaian darurat
Penyelesaian darurat dimaksud dari proyek mangkrak ini adalah pelunasan tanah tahap 2 dan 3 yang sudah jatuh tempo.
Resiko menghadapi kemarahan pemilik tanah yang merasa ditipu lebih mendominasi rasa cemas pemilik proyek. Dengan demikian hal darurat yang perlu segera diselesaikan adalah membayar pelunasan tanah yang pada kasus ini hanya sekitar 4 milyar.
Dari awalnya penawaran take over 29 milyar totalnya, akhirnya dapat diketahui bahwa kebutuhan daruratnya hanya 4 milyar.
Suplyer, calon konsumen, vendor, dan lainnya masih dapat dinegosiasikan. Mereka hanya butuh keyakinan bahwa proyek masih bisa jalan.
Bahkan pemilik proyek sudah tidak memperhitungkan berapa modal pribadi yang tertanam. Yang penting tanah kebayar. Satu-satunya yang sudah tidak bisa kompromi adalah pemilik tanah.
Memberikan penghargaan atas kinerja pemilik proyek
Meskipun proyek jadi mangkrak, tidak satupun kata-kata dari nasabah saya yang menyalahkan pemilik proyek.
Justru ungkapan penghargaan yang diberikan. “Bapak luar biasa loh, dengan modal pas-pasan sudah bisa sejauh ini, jarang-jarang loh pak, bapak harus optimis, proyek ini bisa dilanjutkan”
Penghargaan juga diberikan dalam bentuk peran pemilik lama untuk tetap bergabung mengelola bersama. Kan bapak juga nanti sama-sama saya yang jalanin ini proyek, begitu kira-kira.
Nasabah saya menunjukan diri atau pamer bahwa dia orang mampu
Yang terakhir ini memang salah satu kelebihan nasabah saya. Dia orang kaya, setelah beberapa kali berkunjung ke proyek atau rumah pemilik proyek, pada gilirannya pemilik proyek diundang ke rumah nasabah.
Diajaklah dia ke rumah mewahnya di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Rumah yang sangat besar dan mewah itu telah menyihir dan meyakinkan pemilik tanah bahwa nasabah saya memang punya modal.
Singkat cerita, jadilah kesepakatan. Nasabah saya cukup suntik 5 milyar rupiah. 4 milyar pelunasan tanah, 1 milyar untuk operasional dan pekerjaan fisik awal.
Kewajiban kepada suplyer, pemborong, notaris dan pihak lain disepakati penundaan. Uang pribadi pemilik tanah dijanjikan tempo dan sepakat.
Dengan kepercayaan penuh, seluruh saham dibalik nama ke nasabah saya. Pemilik proyek diikat dengan pengakuan hutang.
Mandor Tomo | Sekjen Deprindo
Lihat artikel lainnya:- Hati-Hati Modus Investor Properti Tipu Tipu
- Berapa Idealnya Nilai Saham Pemilih Tanah Untuk Proyek Kerja Sama?
- Menekan Ketakutan Menjadi Developer Dengan Merubah Mindset
- Hati-hati Jika Menerima Permintaan Rumah Ready Stock
- Mau Nego Tanah? Pasang Target Dulu, Jangan Grasa-grusu
- Lahannya Seksi, 14Ha, Yakin Sudah Mampu?
- Mengapa Sulit Mencari Investor?
- Hindari Premature Partnership dalam Berbisnis
- Strategi Negosiasi Pembayaran Tanah Ini Perlu Anda Praktekkan
- [TRUE STORY] Jangan Anggap Remeh Legalitas Proyek
- Sampai Dimana Komitmen Mu?
- Bisnis Properti yang Menciptakan Kekayaan
- Proyek Pembayaran Lahan Bertahap Bukan Proyek Kerjasama Lahan
- Cerita Sukses Seorang Developer Pribadi
- Perkecil Modal, Pembayaran Tanah Secara Bertahap, Salah Satu Strategi Developer Membantu Pemerintah Mewujudkan Hunian Berimbang