Berbagai pihak memprediksi, bahwa bisnis properti di tahun 2021, akan mulai bergerak, terutama setelah semester kedua. Atau selambatnya di kuartal ke-4.

Ada berbagai hal yang menjadi penyebab, diantaranya adalah, kenaikan anggaran subsidi perumahan dari pemerintah melalui PPDPP atau Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan skema FLPP atau fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan.

Anggaran subsidi perumahan di tahun 2021 ini, naik menjadi 19,1 Trilyun untuk membiayai sekurangnya 157.500 unit. Dimana di tahun 2020 subsidi untuk perumahan ini, hanya untuk 100.000 unit.

Sebagaimana diketahui bahwa subsidi perumahan dengan skema FLPP ini adalah dengan cara uang untuk membayar harga rumah oleh masyarakat kepada pengembang berasal dari pemerintah melalui bank pelaksana subsidi, yaitu 25% dari harga rumah dikurangi dengan uang muka atau DP.

Saat ini bank pelaksana subsidi tercatat ada 30 bank, baik bank plat merah, bank swasta nasional maupun bank pembangunan daerah.

Jika anggaran subsidi dari pemerintah naik, pembeli rumah subsidi yang difasilitasi pemerintah juga semakin banyak, maka akan lebih banyak lagi proyek properti yang dibangun oleh pengembang. Dengan banyaknya proyek yang dilaksanakan maka hal itu akan menarik dan menyerap banyak tenaga kerja.

Tentu saja selain tenaga kerja, industri di sekeliling bisnis properti juga dapat terus bergerak. Terutama industri bahan material properti, seperti industri besi, baja, industri semen, bata, alumunium, kaca, kayu, kayu olahan, keramik, cat dan pernak-perniknya, industri atap bangunan, dan lain sebagainya.

Tak lupa, pembangunan proyek properti juga memberi pekerjaan kepada supplier material alam seperti batu, pasir dan material alam lainnya.

Dan yang lebih penting adalah, bergeraknya sektor properti akan memberikan pekerjaan kepada para pekerja informal, seperti tukang kayu, tukang batu, tukang gali, tukang besi dan tukang lainnya serta para kernetnya.

Selain juga memberikan job kepada para profesional seperti notaris, arsitek, kontraktor, desainer grafis, engineer di bidang properti, dan lain-lain.

Itu yang pertama, optimisme bisnis properti ditunjang oleh kenaikan anggaran subsidi oleh pemerintah.

Yang kedua adalah, telah ditemukannya vaksin Covid19, yang menjadi titik terang pengendalian wabah Corona di Indonesia pada khususnya, dan di dunia pada umumnya.

Tak dapat dipungkiri, bahwa adanya wabah Covid19 ini, memukul telak banyak sektor bisnis tak terkecuali sektor properti. Akibat nyatanya adalah, ketika wabah datang banyak usaha terdampak, tentu saja berimbas kepada karyawan.

Ada yang dirumahkan sementara, dan ada juga yang di PHK secara permanen. Yang bikin senewen pengembang adalah, karyawan yang sudah membeli perumahan, lalu membatalkan karena ia atau tempatnya bekerja terdampak Covid.

Yang ketiga penyebab mulai bergeraknya bisnis properti di tahun 2021 adalah, karena pembangunan infrastruktur terus berlanjut. Walaupun di masa pandemi, pembangunan infrastruktur terus bergulir.

Pembangunan infrastruktur ini, berimbas kepada pembangunan di suatu wilayah, terutama wilayah  yang berada di sekitar pembangunan infrastruktur tersebut. Tentu saja pembangunan suatu wilayah akan memberikan pengaruh positif terhadap bisnis properti.

Selanjutnya, faktor lainnya yang menyebabkan optimis nya pengembangan properti di tahun 2021 ini adalah, adanya penurunan suku bunga KPR/KPA. Karena penurunan suku bunga membuat lebih banyak lagi orang yang bisa membeli properti. Karena pembelian properti oleh masyarakat selama ini, masih didominasi oleh pembelian secara KPR/KPA.   

Jika di bidang pengembangan properti untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), atau perumahan subsidi yang paling menentukan adalah anggaran subsidi oleh pemerintah, yaitu semakin tinggi jumlah subsidi maka akan lebih banyak lagi masyarakat yang bisa membeli rumah. Dan lebih banyak lagi proyek yang bisa berjalan.

Maka untuk properti non subsidi atau KPR komersil, hal yang sangat berperan adalah relaksasi tentang LTV dan FTV. LTV adalah loan to value atau plafond kredit untuk skema konvensional, kalau di syariah namanya FTV atau finance to value.

Itulah yang sudah dilakukan pemerintah melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 20/8/PBI/2018 tentang rasio Loan To Value (LTV) dan rasio Financing To Value (FTV) untuk pembiayaan properti, yang mulai berlaku sejak tanggal 1 Agustus 2018.

Melalui PBI tersebut, bank diperbolehkan menyalurkan kredit dengan memberikan LTV atau FTV sampai dengan 100%. Artinya uang muka yang harus disediakan oleh konsumen, ketika mengajukan pembiayaan pembelian rumah dengan skema Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bisa 0 rupiah.

Selain daripada itu semua, yang lebih penting lagi adalah perkiraan pertumbuhan ekonomi mengalami rebound di tahun 2021 ini, hingga mencapai 4,8 sampai dengan 5,8 persen.  Terutama ditunjang oleh konsumsi dalam negeri dan aktifitas ekspor yang juga terus meningkat.

Tak lupa, para pengembang berharap bahwa UU Omnibus Law atau UU No. 11 tentang Cipta Kerja yang sudah diundangkan dapat diimplementasikan melalui peraturan-peraturan turunanya, seperti peraturan pemerintah dan peraturan presiden, yang sesuai dengan semangat dibuatnya UU tersebut, yaitu mempermudah dunia usaha terkait perijinan yang selama ini membebani dunia usaha, khususnya bidang properti, dengan biaya tinggi dan waktu yang tidak efisien.

Lihat artikel lainnya:
Bagaimana Kondisi Bisnis Properti di Tahun 2021?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

×

Hallo...!

Workshop Cara Benar Memulai Bisnis Developer Properti Bagi Pemula akan diadakan tanggal 21 - 22 Desember 2024 di Jakarta

× Info Workshop Developer Properti