Resiko bisnis developer properti diubah menjadi investasi
Bagi pemula, memulai menjadi developer dengan skala kecil menjadi alternatif. Membangun properti perumahan dengan skala 1,2, 5, 10, unit dengan modal Rp. 100 juta sd 500 juta menjadi lebih realistis.
Jika dalam sekala kecil pun, rasa takut masih menghantui kita, ketakutan resiko kegagalan bisa dialihkan dengan merubah mindset terlebih dahulu.
Mindset menjadi developer adalah bisnis beresiko dirubah menjadi rencana investasi.
Mindset awal yaitu saya rencana menjadi developer kita ganti dulu dengan mindset saya akan membangun rumah.
Apakah ada bedanya, tentu beda, jika jadi developer selalu terbayang modal dan resiko, jika bangun rumah yang kebayang adalah bertambahnya asset berupa rumah.
Bahwa nanti rumah terjual adalah tujuan sebenarnya kita. Jika pun tidak terjual, rumah bisa kita kontrakan dan kita memperoleh passive income.
Jangan katakan kepada istri kita, “Mama, dengan uang tabungan 500 juta ini, papa mau jadi developer” Jika ini yang dilakukan, istri kita akan takut dengan berbagai bayangan kegagalan seperti diuraikan pada bab sebelumnya.
Ganti dengan kata-kata “Mama, dengan uang tabungan 500 juta ini, papa mau beli tanah dan bikin rumah 4 unit” Istri pasti lebih mudah memahami karena asset akan bertambah dan rumah bisa dikontrakkan.
Baca juga: Ini jadwal workshop developer properti bagi pemula
Jika istri kita tahu bahwa dana Rp. 500 juta hanya cukup beli tanah dan bertanya dari mana untuk membangun fisiknya, jawab “Nanti cari pemborong yang dibayar belakang, 1 rumah papa jual untuk bayar pemborong itu”.
Jika istri terus bertanya “Bagaimana jika tidak laku papa?
Jawab, “Papa siap jual mobil tapi kita nanti punya rumah 4 unit, kalau rumah tidak laku nanti bisa kita kontrakan atau sewa, lumayan buat passive income, toh harga rumah selalu naik”
Jawaban seperti ini pasti istri tetap tenang, kalaupun harus menjual mobil, hanya berpindah asset menjadi rumah. Bahkan mungkin dia akan menjawab, “Silahkan papa, jika perlu kalung dan gelang mama juga boleh untuk bayar pemborong”
Demikian juga bila lahan yang akan kita usulkan milik orang tua, jangan katakan ke adik dan kakak kita ‘tanah orang tua mau saya bikin perumahan, saya mau jadi developer’
Adik dan kakak kita pasti takut atas resiko tanah orang tua yang di kemudian hari adalah jatah waris mereka.
Rubahlah dengan “Tanah orang tua yang 1 Ha itu, saya mau bikin 2 rumah, nanti saya jual, sebagian uangnya saya bayar ke orang tua untuk bayar tanah, jika tidak laku itu rumah milik kita bersama, bisa disewakan”.
Mindset potensi keutungan besar ke investor belum tentu menarik
Dalam kondisi modal terbatas, meyakinkan mitra atau investor hanya dengan menyodorkan potensi laba atau bagi hasil besar adalah hal biasa kita lakukan.
Menyodorkan faktor potensi keuntungan besar, meskipun itu benar secara teoritis dan hitung RAB tidak salah, adakalanya justru tidak akan meyakinkan investor.
Bagaimana investor kita yakin kalau investor juga tahu kita masih pemula. Keraguan investor apakah kita mampu menjalankan proposal dan merealisasikan dalam proyek cenderung lebih tinggi dibanding ketertarikan pada potensi keuntungan yang kita sodorkan.
Posisi investor tahu kita masih pemula, Investor cenderung bertanya bagaimana kalau gagal, apa resiko saya, bukan berapa untungnya, berapa jatah laba saya.
Pernah suatu waktu saya ketemu calon investor yang pada awalnya tertarik untuk membiayai proyek saya.
Dengan pengalaman beberapa cluster kecil yang saya bangun, saya mengajukan usulan proyek pada sekala lahan yang luas.
Bukan cluster sebagaimana biasa saya kerjakan. Pada tahap awal presentasi, investor dapat memahami atas penjelasan dari proposal saya.
Seluruh hitungan dan pentahapan kegiatan proyek juga dapat dipahami sebagaimana harapan saya. Dengan potensi laba besar yang akan saya bagi, saya sangat yakin investor ini akan mendanani proyek saya.
Namun diujung cerita, investor saya mundur dan tidak jadi membiayai proyek. Meskipun percaya proposal saya, investor ternyata belum yakin bahwa saya akan mampu menjalankan dan merealisasikan proyek dalam sekala lebih besar dari pengalaman saya yang hanya membangun cluster.
Demikian juga ketika kita membutuhkan dukungan pemborong. Penawaran harga borongan bangunan lebih mahal tidak menjadi menarik kalau pemborong kita masih meragukan kita mampu sebagai developer.
Memberikan informasi resiko terburuk dan jalan keluar pada proyek kita ke pemborong adakalanya menjadi lebih menarik dan meyakinkan pemborong.
Bagi pemborong yang tahu kita masih pemula, penawaran jika lebih dari 6 bulan tidak ada penjualan dan gagal bayar, maka 1 (satu) unit kami balik nama ke atas nama pemborong, masih lebih menarik pemborong dibandingkan janji harga borongan yang berlebihan.
Mindset keuntungan besar vs mitigasi resiko
Pada posisi kita masih sebagai developer pemula, mitigasi resiko adakalanya menjadi lebih menarik bagi investor.
Mindset menjelaskan resiko terburuk ada kalanya lebih menarik dibanding menjanjikan keuntungan besar.
Dengan situasi investor tahu bahwa kita adalah pemula, faktor keamanan atas dana yang akan ditanam pada proyek kita menjadi lebih prioritas.
Dengan demikian proposal yang akan kita ajukan ke investor tidak hanya menjelaskan potensi keuntungan tapi juga mampu memberikan solusi resiko jika kondisi terburuk seperti kegagalan proyek terjadi.
Kalimat ke investor ”Bapak bisa jadi investor saya untuk proyek perumahan ini dengan membelikan lahan, ini potensi keutungannya”
Rubah dengan kalimat, “Bapak, bisa jadi investor saya dengan membelikan lahan, resiko terburuknya bapak punya tanah”
Tidak hanya dengan investor dana, begitu juga ketika kita ketemu investor lahan. Potensi penjelasan resiko atas lahan jika bisnis gagal menjadi faktor yang menentukan diterima tidaknya proposal proyek tanah kerjasama dibanding janji-janji keuntungan berlebih.
Jelaskan bahwa resiko terburuk tanah tetap atas nama bapak selaku pemilik tanah. Jika atas nama perusahaan (PT), PT ini tetap milik bapak, resiko terburuk tanah tetap milik perusahaan yang bapak miliki.
Dari cerita ini, resiko takut akan gagal sudah diantisipasi dari awal. Resiko dimana uang tabungan dan mobil hilang berubah menjadi unit rumah, resiko tanah keluarga berubah menjadi 2unit rumah, resiko uang investor berubah menjadi tanah, resiko uang pemborong diganti dengan unit rumah.
Hal seperti ini lebih mudah dijelaskan dan memperoleh dukungan dibanding keyakinan berlebihan akan rasa sukses yang akan bisa diraih dengan janji potensi keuntungan.
Perlu dipahami, rasa percaya diri bahwa semua rumah akan laku sehingga bagi hasil bagi investor termasuk modal investor akan terbayar masih imaginer bagi lingkungan kita atau calon investor, mengingat mereka tahu kita masih pemula.
Disalin dari buku “DARI CLUSTER MENJADI DEVELOPER” -Mandor Tomo, SEKJEN DEPRINDO
Lihat artikel lainnya:- Bisnis Properti yang Menciptakan Kekayaan
- The Man Behind The Gun
- Merekonstruksi Mindset Marketing Properti
- Seberapa Penting Dukungan KYG untuk Industri Perumahan?
- Pentingnya Perencanaan Arus Kas (Cashflow) Pada Proyek Modal Pas-Pasan
- Mengapa Sulit Mencari Investor?
- Maaf! Anda tidak akan Sukses
- ACTION, Kunci Sukses Dalam Bisnis Properti
- Hati-hati Jika Menerima Permintaan Rumah Ready Stock
- Your Highway To Success
- Fakta Ekonomi Properti: Trendnya Lambat Sehingga Mudah Diprediksi
- Kebutuhan Dukungan PKS KPR Indent Bagi Pemain Klaster dan Developer Pemula
- Berapa Idealnya Nilai Saham Pemilih Tanah Untuk Proyek Kerja Sama?
- Mulai Menjadi Developer Properti Dengan Proyek Kecil-Kecil Saja Dulu
- Strategi Menjual; Berikan Passive Income kepada Konsumen