Kepmen ATR/BPN No. 6 Tahun 1998
Negara melarang masyarakat memecah tanah Sertifikat Hak Milik (SHM) lebih dari 5 bidang. Dimana pelarangan tersebut termaktub di dalam Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 1998, tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah untuk Rumah Tinggal.
Pembatasan ini tergambar dalam Pasal 2 Kepmen tersebut;
(1) Permohonan pendaftaran Hak Milik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 diajukan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya setempat dengan surat sesuai bentuk sebagaimana contoh dalam Lampiran I Keputusan ini dengan disertai :
… pernyataan dari pemohon bahwa dengan perolehan Hak Milik yang dimohon pendaftarannya itu yang bersangkutan akan mempunyai Hak Milik atas tanah untuk rumah tinggal tidak lebih dari 5 (lima) bidang yang seluruhnya meliputi luas tidak lebih dari 5.000 (lima ribu) M2 dengan menggunakan contoh sebagaimana Lampiran II Keputusan ini.
Jadi di dalam Kepmen ini dapat dilihat bahwa seseorang tidak boleh memiliki SHM lebih dari 5 bidang atau dengan luas seluruhnya 5.000 m2.
Peraturan ini akan menghambat jika seseorang memiliki SHM seluas 9.000 m2 lalu akan dijual dalam bentuk kaveling-kaveling kecil. Sehingga jumlah kavelingnya lebih dari 5.
Jika dipaksakan maka nantinya SHM atas nama pemilik lahan berjumlah lebih dari 5 bidang, mungkin bisa menjadi 80 kaveling. Inilah yang dilarang melalui kepmen tersebut.
Memang ironis, peraturan ini sering dilanggar. Jika peraturan ini dipatuhi, tentu tidak akan ada SHM dengan luasan 9.000 m2, karena luas kepemilikan SHM maksimal hanya 5.000 m2.
Tetapi apapun itu, kita tetap cinta Indonesia!
Bagaimana solusinya jika SHM seluas 9.000 m2 akan dipecah
Setelah melihat larangan pemecahan SHM di dalam kepmen Nomor 6 Tahun 1998 tersebut, tentu harus ada solusi jika masyarakat “terpaksa” harus melakukan pemecahan terhadap tanah yang mereka miliki.
Terpaksa dalam hal ini bisa berarti misalnya kepemilikan terhadap tanah tersebut terdiri dari banyak orang. Misalnya tanah yang diperoleh melalui waris.
Atau bisa juga kondisi bahwa tanah tersebut akan dijual secara sebagian-sebagian. Misalnya tanah seluas 9000 m2 akan dijual per-kaveling masing-masing seluas 100 m2, maka jalan yang harus ditempuh adalah memecah sertifikat tersebut sesuai perencanaan kaveling.
Pemecahan dilakukan secara bertahap
Hal ini sebenarnya secara hukum tidak diperbolehkan.
Karena bagaimanapun prosesnya, ujung-ujungnya si pemilik sertifikat akan memiliki SHM lebih dari 5 bidang.
Hanya saja perolehannya yang tidak sekaligus. Karena mengurus pemecahannya secara bertahap.
Tetapi hal ini banyak dipraktekkan. Tetap riskan untuk tanah yang luas dan pemecahan kavelingnya banyak.
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah memecah sertifikat tersebut untuk 5 bidang terlebih dahulu.
Selanjutnya setelah selesai lakukan pemecahan selanjutnya, sampai seluruh bidang terpecah sesuai perencanaan.
Ubah SHM menjadi HGB terlebih dahulu
Cara selanjutnya adalah dengan mengajukan perubahan SHM menjadi Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) terlebih dahulu ke kantor pertanahan setempat.
Cara ini yang paling bagus untuk dilakukan. Karena tidak ada peraturan yang dilanggar. Lagi pula HGB memang boleh saja dimiliki oleh orang perorangan, tidak ada larangannya.
Pelarangan kepemilikan lebih dari 5 bidang itu adalah kepemilikan terhadap SHM. Artinya seseorang bisa saja memiliki HGB dalam jumlah banyak.
Apakah pemda mengizinkan?
Jika tujuan pemecahan sebidang tanah untuk dibangun perumahan, maka perlu diperhatikan peraturan atau kebijakan di daerah tersebut.
Apakah pemerintah daerah (Pemda) mengizinkan perseorangan mengembangkan proyek properti dengan luasan tersebut.
Karena ada pemda yang tidak membolehkan perseorangan menjadi developer. Jika luasanya 9.000 m2 harus dengan menggunakan badan hukum (PT).
Tetapi memang banyak pemda yang tidak mempermasalahkan tentang hal tersebut.
Selagi di bawah 1 ha boleh saja orang pribadi menjadi pengembang akan tetapi dikembangkan oleh developer properti berbadan hukum tentu lebih baik.
Terutama dalam hal uang pemasukan ke pemda dalam bentuk pajak dan retribusi lainnya.
Tetapi jika hanya akan dijual dalam bentuk kaveling-kaveling tidak masalah atas nama perseorangan.
Langkahnyapun simpel, langsung ajukan pemecahan sertifikat tersebut ke BPN.
Selanjutnya langsung jual saja, tidak perlu ada Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atau Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).
Perhatikan zonasi
Satu lagi yang harus diperhatikan ketika menjual tanah dalam bentuk kaveling-kaveling yaitu zona lokasi.
Jika menjual dalam bentuk kaveling-kaveling yang akan dibangun perumahan harusnya lokasinya memang di zona kuning atau zona permukiman.
Jangan sampai menjual tanah dalam bentuk kaveling perumahan di lokasi yang peruntukannya pertanian apalagi jalur hijau.
Karena nantinya akan menjadi masalah jika suatu saat pembeli akan membangun rumah di lokasi tersebut. Jelas saja tidak bisa dibangun rumah.
Jika PBG tidak didapatkan maka tentu akan membuat pembeli kecewa.
Lalu mereka akan menjual lagi tanahnya, tetapi mereka akan kesulitan menjual karena tanahnya tidak bisa dibangun tempat tinggal, sementara luas perkaveling hanya 72 m2.
Dibangun rumah tidak bisa, dijual juga sulit. Itulah kondisi yang harus diwaspadai.
Lihat artikel lainnya:- Ini Dia SK Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 6 Tahun 1998 yang Membatasi Pemilikan SHM Hanya 5 Bidang
- Jika Ingin Memecah Tanah Sendiri Menjadi Banyak Bidang Bagaimana Langkahnya?
- Cara Meningkatkan Sertifikat Hak Pakai Menjadi SHM
- Pengertian-Pengertian Pada PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah
- Bagaimana Cara Menghadapi Peraturan Pemecahan 5 Bidang Tanah untuk Memecah Sertifikat?
- Tidak Semua Jenis Hak Tanah Dapat Dibangun Perumahan; Jenis Hak Tanah Apa Saja yang Bisa Dibangun Perumahan
- Ini Dia Aturan Tentang Perolehan Dan Harga Rumah Tempat Tinggal Untuk Orang Asing Setelah UU Cipta Kerja Disahkan
- Syarat Mengubah HGB Menjadi Hak Milik
- Berapa Lama Proses Girik Menjadi Sertifikat
- Apa yang Dimaksud dengan BANK TANAH Dalam UU No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja?
- Bagaimana Cara PT Membeli SHM? Kok Ngga Bisa Langsung AJB?
- Ketika Membeli Rumah dari Developer, Apakah Sertifikatnya Langsung SHM atau HGB Dulu?
- Perizinan yang Dibutuhkan Untuk Menjadi Developer Perorangan
- Cara Meningkatkan Status Tanah HGB menjadi SHM
- Begini Aturannya Orang Asing Atau WNA Membeli Rumah Dan Apartemen Di Indonesia