Ada satu sifat baik properti yang bisa dirimu manfaatkan terutama jika dirimu adalah seorang pengembang, yaitu properti itu bisa dijual walaupun fisiknya belum ada.

Bagaimana proses penjualan properti dengan kondisi itu?

Caranya adalah dengan membungkus kegiatan penjualan tersebut dengan acara yang judulnya mungkin saja soft launching, investor gathering, grand launching dan lain-lain.

Tujuannya adalah untuk memperkenalkan produk kepada calon konsumen sehingga seorang developer dapat secepatnya menjual produknya.

Tentu dengan terjualnya produk maka developer mendapatkan uang masuk. Inilah tujuan terbesarnya.

Sifat baik inilah yang memungkinkan seorang pengembang mendapatkan uang lebih cepat walaupun fisik propertinya belum dibangun.

Dimana uang tersebut bisa dimanfaatkan untuk biaya pembangunan proyek dan keperluan lainnya. 

Dengan adanya sifat baik ini maka developer yang memiliki modal pas-pasan amat terbantu.

Ketika ia tidak sanggup membangun karena keterbatasan modal, maka ditawarkanlah kepada konsumen untuk membelinya tetapi dengan janji bangunan akan serahterima 12 bulan ke depan, 18 bulan ke depan, atau 24 bulan ke depan misalnya.

Artinya dalam waktu, sekurangnya 9 bulan developer bisa menggunakan uang tersebut untuk keperluan lain proyek.

Baca juga: Lihat di sini materi dan jadwal workshop developer properti bagi pemula

Kenapa bisa dipakai selama 9 bulan?

Karena pembangunan 1 unit rumah satu lantai bisa diselesaikan dalam waktu 3 bulan saja lebih kurang.

Jadi pembangunan unit yang dibeli oleh konsumen tersebut dimulai pada bulan ke-10 dan selesai pada bulan ke-12 dan langsung serahterima kepada konsumen.

Waktu pemanfaatan uang tersebut lebih lama lagi jika janji serahterima bangunan lebih lama.

Jika sertahterima di bulan ke 18 maka ada waktu 15 bulan untuk menggunakan uang dari konsumen tersebut untuk keperluan proyek.

Presisi dalam penggunaan uang

Tapi dalam mempraktekkan strategi ini seorang developer harus presisi dalam membuat schedule proyek. Jangan sampai waktu serahterima yang dijanjikan kepada konsumen tidak tertepati.

Karena ini bisa berakibat panjang. Si konsumen bisa saja menuntut sesuai dengan janji dalam perjanjian ketika ia membayarkan uang.

Dimana pada umumnya, dalam sebuah perjanjian jamak dicantumkan sanksi jika salah satu pihak wanprestasi.

Jika developer wanprestasi atau tidak dapat memenuhi janji, maka si developer dikenakan sanksi, yaitu harus membayar denda untuk tiap keterlambatan.

Semakin lama waktu terlambat dalam memenuhi janji kepada konsumen maka dendanya semakin besar.

Sampai pada suatu titik developer harus mengembalikan uang konsumen ditambah dengan denda.

Semua itu diatur dalam perjanjian pengikatan jual beli (PPJB), jika perikatan menggunakan PPJB.

Jika kondisinya developer gagal dalam menepati janji serahterima kepada konsumen, atau proyek gagal lanjut maka terdapat juga kemungkinan developer akan dituntut oleh para konsumen.

Tuntutannya adalah mungkin saja developer dianggap menipu, dimana hal ini banyak terjadi sesuai berita yang sering kita baca dan kita lihat.

Jika konsumen wanprestasi

Perjanjian harus adil, artinya sebuah perjanjian harus melindungi kedua belah pihak. Jika developer wanprestasi maka ada sanksi untuk developer supaya hak konsumen terlindungi.

Demikian juga sebaliknya, developer juga harus dilindungi. Maksudnya jika konsumen tidak membayar seperti yang diperjanjikan maka ia juga harus dikenakan sanksi.

Karena dalam pembelian rumah dari developer terdapat beberapa tahapan. Pada umumnya, pada saat konsumen setuju untuk membeli, maka ia wajib membayar sejumlah uang dalam bentuk tanda jadi.

Booking fee

Uang tanda jadi ini lebih dikenal dengan nama booking fee. Uang ini sifatnya hanya sebagai komitmen awal konsumen sebagai pertanda bahwa ia serius akan membeli rumah.

Besarnya uang booking fee ini bervariasi tergantung developer saja. Juga tergantung harga properti.

Untuk perumahan subsidi, amat wajar jika booking fee-nya sebesar 1 atau 3 juta rupiah saja.

Untuk perumahan dengan harga jual sampai dengan 500 juta, amat wajar jika booking fee-nya sampai dengan Rp5 juta.

Demikian selanjutnya, jika harga jual rumah 1 milyar-an, booking fee sampai dengan 10 juta. Semakin mahal harga rumah, booking fee juga semakin besar. Itu pprinsipnya.

Gagal membeli ketika sudah membayar booking fee

Dengan skema seperti ini, terdapat kemungkinan wanprestasi dari sisi konsumen yaitu tidak jadi melanjutkan pembayaran setelah membayar booking fee.

Jika ini terjadi, maka developer akan dirugikan karena dalam waktu tertentu ia tidak menjual produknya kepada orang lain.

Yaitu selama jangka waktu dari mulai pembayaran booking fee sampai dengan pembayaran uang muka. Atau sampai dengan pelunasan. Sesuai dengan skema pembelian yang disepakati.

Nah, jika kondisi ini terjadi maka developer harus dilindungi dengan cara tidak mengembalikan uang booking fee yang sudah dibayarkan oleh konsumen.

Anggaplah uang tersebut sebagai kompensasi karena si developer kehilangan kesempatan mendapatkan uang masuk dari hasil pernjualan.

Jika pembelian konsumen dengan cash bertahap

Ada kemungkinan skema pembelian rumah yang bisa disepakati antara developer dengan konsumen selain pembayaran cash atau tunai keras, yaitu dengan cara pembayaran secara termin kepada developer.

Strategi ini mudah saja mempraktekkannya, yaitu dengan cara membagi harga rumah sesuai dengan termin yang disepakati dengan konsumen.

Jika harga rumah yang disepakati adalah Rp500 juta dan sepakat akan dicicil oleh konsumen selama jangka waktu 2 tahun. Maka besarnya cicilan konsumen perbulan adalah Rp500 juta dibagi 24 bulan, yaitu sekitar Rp20.833.000.

Kemungkinan wanprestasi konsumen

Dengan skema pembayaran konsumen seperti ini amat besar kemungkinan wanprestasi dari sisi konsumen yaitu ia tidak sanggup membayar cicilan pada bulan tertentu.

Mungkin saja setelah mecicil selama 9 bulan, selanjutnya ia tidak sanggup lagi melanjutkan cicilan.

Sebabnya ya bermacam kemungkinan seperti usaha mengalami gangguan, perusahaan tempat berkerja mengalami kerugian sehingga ia dipecat.

Atau karena apapun yang menyebabkan seseorang tidak sanggup lagi melanjutkan cicilan.

Developer harus dilindungi

Jika hal ini terjadi maka, developer harus dilindungi jangan sampai dirugikan, di samping tentu saja konsumen juga tidak boleh dirugikan.

Untuk kondisi ini harus dicari solusi yang tidak merugikan pihak manapun. Misalnya salah satu solusi yang bisa diterapkan adalah dengan cara menjual kembali rumah tersebut.

Setelah rumah dijual, uang konsumen dikembalikan dengan beberapa potongan (jika disepakati), sementara developer mendapatkan uang pembayaran atas rumahnya.

Jika pembelian dengan KPR

Itu jika penjualan dilakukan dengan cara tunai atau tunai bertahap, jika penjualan dilakukan dengan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) lebih mudah lagi karena KPR sudah bisa dicairkan pada saat pembangunan belum dimulai atau pada saat progres pembangunan 0 persen.

KPR seperti ini dikenal dengan nama KPR inden. Dimana pembayaran pertama kali oleh bank pemberi kredit kepada developer adalah ketika akad kredit.

Dilanjutkan pencairan secara bertahap sesuai dengan progres pembangunan.  

Lihat artikel lainnya:
Developer Bisa Jualan Walaupun Bangunannya Belum Ada
Tagged on:                         

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

×

Hallo...!

Workshop Cara Benar Memulai Bisnis Developer Properti Bagi Pemula akan diadakan tanggal 20-21 Januari 2024 di Jakarta

× Info Workshop Developer Properti