Kerjasama lahan bisa dilakukan dengan menetapkan harga tanah bisa juga dengan tanpa menetapkan harga tanah

Kerjasama lahan sebagai solusi tingginya harga tanah dan keterbatasan modal pengembang

Kerjasama lahan adalah kerjasama antara pemilik lahan dengan developer dimana pemilik lahan menyertakan tanah miliknya untuk dikembangkan oleh developer. Dalam prakteknya pemilik lahan bisa sebagai partner pasif bisa juga sebagai partner yang aktif.

Jika sebagai partner pasif, pemilik lahan tidak ikut mengelola proyek. Sementara jika sebagai partner aktif, pemilik lahan ikut mengelola proyek.

Harga tanah semakin mahal

Semakin hari, harga tanah semakin mahal, sehingga pengembang semakin kesulitan dalam memperoleh lahan untuk dikembangkan menjadi proyek properti.

Namun hal itu tidak seharusnya menyurutkan langkah seorang pengembang untuk tetap membangun proyek.

Karena ada strategi yang bisa diterapkan untuk mendapatkan lahan, yaitu kerjasama lahan. Prinsip awal dari kerjasama lahan adalah pemilik ikut serta dalam pengelolaan proyek. Yang namanya kerjasama ya bersama-sama mengerjakan proyek.

Atau sekurangnya jika pemilik tidak bersedia ikut serta dalam pengelolaan proyek, pemilik memiliki saham dalam proyek tersebut. Sahamnya ya kepemilikan atas tanah.

Bagaimana cara kerjasama lahan yang bisa kita tawarkan kepada pemilik lahan?

Sekurangnya ada dua cara kerjasama lahan yang bisa kita ajukan kepada pemilik lahan; dengan penyepakati harga tanah dan tanpa menyepakati harga tanah.

Kerjasama lahan dengan menyepakati harga tanah

Apabila kerjasama lahan yang disepakati adalah dengan cara menyepakati harga tanah langkah pertama yang harus disepakati harga tanahnya.

Lihat juga: Jadwal workshop Cara Benar Memulai Bisnis Developer Properti Bagi Pemula

Nanti setelah harga tanah disepakati, maka selanjutnya disepakati juga kapan pembayaran tanah tersebut.

Pembayaran harga tanah tersebut bisa dengan cara bertahap atau dengan cara termin, atau bisa juga dengan pembayaran tiap unit terjual.

Pembayaran tanah dengan termin

Jika pembayaran harga tanah disepakati dengan cara bertahap sesuai termin tertentu, maka pembayaran harga tanah tersebut bisa tiap 6 bulan, 12 bulan atau dengan tahapan apapun.

Sepanjang tahapan tersebut disepakati oleh pemilik lahan dan developer ya monggo-monggo saja.

Demikian juga besarnya pembayaran tiap tahapan, bebas saja disepakati. Yang penting adalah tahapan tersebut harus sanggup dipenuhi oleh developer.

Bisa saja besarnya tahapan pembayaran 20% tiap terminnya sampai lunas.

Pembayaran tanah sesuai dengan unit terjual

Pembayaran tanah kepada pemilik lahan bisa berdasarkan unit terjual

Selain itu pembayaran harga tanah bisa juga cara tiap unit terjual. Misalnya untuk tiap unit terjual diperhitungkan hak pemilik lahan.

Cara perhitungannya mudah saja, yaitu dengan cara membebankan total harga tanah kepada jumlah unit.

Misalnya harga tanah totalnya adalah Rp20 milyar, sementara unit yang dibangun adalah 400 unit, maka hak pemilik lahan untuk tiap unit terjual adalah Rp20 milyar dibagi 400 unit, yaitu Rp50 juta.

Pembayarannya bisa langsung tiap unit terjual, bisa juga tiap bulan atau tiap 3 bulan sekali.

Jadi dilihat penjualan selama 1 bulan, maka dibayarkanlah hak pemilik lahan terhadap unit yang terjual tersebut.

Misalnya di bulan ini terjual 20 unit, maka hak pemilik lahan adalah Rp50 juta dikalikan 20 unit, yaitu Rp1 milyar.

Pembayaran hak pemilik lahan ini ditetapkan misalnya paling lama tiap tanggal 7 tiap bulannya.

Jadi hasil penjualan bulan ini, akan diberikan paling lama tanggal 7 bulan depan kepada pemilik lahan. Dengan demikian pemilik lahan mendapatkan kepastian kapan ia akan mendapatkan uangnya.

Ada laba untuk pemilik lahan

Selain mendapatkan harga tanah pemilik lahan juga mendapatkan bagian dari laba proyek.

Berapa bagian untuk pemilik lahan dari laba proyek?

Nah, hal ini sesuai kesepakatan saja, namun fair-nya adalah hak pemilik lahan sesuai dengan besarnya porsi tanah di dalam proyek tersebut.

Jika porsi tanah mengambil bagian 30% maka bagian laba untuk pemilik lahan adalah 30% dari laba bersih. Demikian juga jika porsi tanah adalah 20% maka laba untuk pemilik lahan juga 20% dari laba bersih.

Kalau melihat skema ini hak pemilik lahan wajarnya lebih kecil jika dibandingkan dengan developer. Hal ini wajar karena harga tanah sudah dibayarkan terlebih dahulu.

Perjanjian Kerjasama (PKS)

Untuk mengatur agar kerjasama lahan ini berjalan dengan baik, maka dibuatkan perikatan-perikatan. Diantara perikatan yang lazim dibuat adalah Perjanjian Kerjasama, Perjanjian Pengikatan Jual Beli dan Surat Kuasa Jual.

Surat Perjanjian Kerjasama (PKS) berguna untuk mengatur pelaksanaan proyek. Di dalam PKS tercantum semua hal berkaitan kerjasama.

Diantaranya adalah cara pembayaran harga tanah kepada pemilik lahan dan besarnya bagian laba untuk pemilik lahan dan developer.

Selain dicantumkan juga pasal-pasal wajib yang musti ada dalam setiap perikatan, seperti hak dan kewajiban masing-masing pihak dan sanksi jika salah satu pihak wanprestasi.

Wanprestasi maksudnya adalah ada pihak yang tidak dapat memenuhi janji yang telah disepakati di dalam perjanjian.

Misalnya janji akan membayar tanah 20% pada bulan Desember tetapi karena sesuatu hal pembayaran tersebut tidak dapat terlaksana.

Maka atas kondisi tersebut pihak yang tidak dapat membayar sesuai kesepakatan tersebut apakah dikenakan denda atau sanksi lainnya.

Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB)

Selain PKS dapat juga dibuat PPJB sebagai penguat perikatan antara developer dengan pemilik lahan. Di dalam PPJB dicantumkan tahapan pembayaran.

Kapan pembayaran DP, termin pertama, termin kedua dan termin selanjutnya sampai tanah lunas.

Sebenarnya tahapan pambayaran tersebut sudah tercantum juga di dalam PKS, tetapi jika para pihak menginginkan dibuatkan PPJB, itu dapat juga dilakukan.

Surat kuasa menjual

PKS dan PPJB tersebut dapat juga didampingi dengan surat kuasa jual. Sehingga nantinya ketika proyek sudah terjadi penjualan maka yang menandatangani Akta Jual Beli (AJB) sebagai penjual adalah developer saja.

Hal ini harus dikomunikasikan dengan pemilik lahan karena nantinya developer tidak membutuhkannya ketika terjadi penjualan.

Tanpa surat kuasa menjual

Namun jika tidak ada surat kuasa jual juga tidak mengapa. Nantinya yang menandatangani AJB sebagai penjual adalah pemilik lahan. Konsekuensinya adalah pemilik lahan harus selalu siap untuk menandatangani AJB ketika terjadi penjualan.

Akan bermasalah jika tempat tinggalnya jauh dari lokasi poryek, maka hal ini akan menjadi kendala.

Masalah lainnya adalah jika pemilik lahan berniat jahat sehingga tidak mau menandatangani akta jual beli ketika terjadi penjualan, maka hal ini akan menjadi kendala juga.

Kelebihan dan kekurangan dengan surat kuasa jual atau tanpa surat kuasa jual

Baik dengan membuat surat kuasa jual atau tanpa membuat kuasa jual, terdapat kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Jika dengan surat kuasa jual, maka pemilik lahan tidak perlu datang ketika terjadi penjualan. Pemilik lahan nantinya tinggal menerima laporan penjualan.

Dengan tanpa surat kuasa jual, maka setiap penjualan pemilik lahan harus hadir untuk menandatangani akta jual beli ke konsumen.

Jika pemilik lahan masih bisa mobile dan bisa datang kapanpun, maka kondisi ini tidak masalah. Tetapi jika pemilik lahan berdomisili jauh dari lokasi proyek, tidak dapat hadir setiap saat, maka tanpa surat kuasa menjual maka proses penjualan proyek bisa terganggu. Dengan kondisi ini akan lebih baik jika dibuat surat kuasa jual.

Kendala dalam menyepakati harga tanah

Dengan strategi ini kendalanya biasanya dalam hal menyepakati harga tanah. Ada dua pihak yang saling berlawanan.

Pemilik lahan ingin tanahnya dihargai setinggi mungkin, sementara developer  ingin harga tanahnya semurah mungkin.

Memang perlu satu komitmen antara pemilik lahan dengan developer agar kerjasama lahan untuk pembangunan proyek bisa berjalan dengan baik.

Untuk kondisi ini, solusi yang bisa dianggap sebagai penengah dan adil adalah dengan cara menetapkan harga tanah berdasarkan appraisal independen. Sehingga harga yang didapatkan tidak berdasarkan kemauan salah satu pihak tetapi berdasarkan penilaian yang adil dari pihak eksternal.

Kerjasama lahan dengan tidak menyepakati harga tanah

Strategi kerjasama lahan selanjutnya adalah dengan cara tanpa menyepakati harga tanah. Pemilik lahan menyediakan lahan saja, sedangkan developer berkewajiban mengerjakan proyek dan membiayainya, mulai dari mengurus perijinan, membangun fisik proyeknya, baik unit maupun infrastruktur, memasarkan sampai dengan selesai proyeknya.

Tentang pembagian laba; dengan strategi ini bagian pemilik lahan lebih besar jika dibandingkan dengan strategi pertama dimana pemilik lahan sudah mendapatkan harga tanah terlebih dahulu, selain juga mendapatkan keuntungan proyek dengan persentase tertentu.

Bagian pemilik lahan berdasarkan harga jual

Bagian pemilik lahan bisa dihitung berdasarkan harga jual unit rumahnya. Berapapun harga jual maka sekian persen menjadi hak pemilik lahan.

Strategi ini tidak berpatokan berapa keuntungan dari unit rumah tersebut. Yang manjadi dasar perhitungan hanyalah harga jual saja.

Besarnya persentase ini bisa 50%, bisa 40% atau berapapun sekira dianggap adil berdasarkan pendekatan harga pasar tanah.

Dengan strategi ini bagian pemilik lahan lebih besar dibandingkan dengan strategi dengan cara menetapkan harga tanah terlebih dahulu karena dengan strategi ini bagian pemilik lahan sudah termasuk harga tanah sekaligus dengan laba atau bagi hasil.

Bagian pemilik lahan berdasarkan “keuntungan”

Strategi lainnya dalam menghitung bagian pemilik lahan ini adalah berdasarkan keuntungan. Keuntungan di sini maksudnya adalah harga rumah setelah dikurangi dengan biaya-biaya proyek, termasuk biaya legalitas, persiapan lahan, pembangunan fisik proyek, overhead, biaya marketing, biaya notaris dan pajak-pajak, dan biaya lainnya.

Jadi pendeknya keuntungan yang dimaksud di sini adalah harga jual dikurangi dengan biaya selain harga tanah.

Dengan strategi ini, bagian pemilik lahan sudah termasuk harga tanah sekaligus keuntungan.

PKS dan Surat Kuasa Menjual

Untuk pengamanan legal strateginya sama dengan kerjasama lahan dengan menyepakati harga tanah yaitu dengan cara membuat Perjanjian Kerjasama Operasi (KSO) dan Surat Kuasa Menjual.

Hanya saja di dalam Perjanjian KSO tidak dicantumkan harga tanah karena memang tidak ada harga tanah yang disepakati.

Oleh karenanya dalam perikatan dengan strategi ini juga tidak diperlukan PPJB dengan pemilik lahan.

Pemilik lahan masuk sebagai pemegang saham, komisaris dan atau direksi

Strategi kerjasama lahan selanjutnya yang bisa dipraktekkan adalah dengan cara memasukkan pemilik lahan ke perusahaan.

Pemilik lahan bisa sebagai salah satu pemegang saham, sebagai komisaris atau sebagai direksi.

Dengan cara ini pemilik lahan dianggap sebagai pemilik perusahaan sehingga tidak memerlukan perjanjian kerjasama.

Yang diperlukan hanya perjanjian kerjasama internal dan tata cara pembayaran harga tanah. Sementara untuk perikatan ke pihak eksternal seperti perbankan tidak memerlukan perjanjian kerjasama. 

Karena pemilik lahan juga dianggap sebagai pemilik perusahaan. Jadi perusahaan mengelola tanah miliknya sendiri.

Itulah sebabnya jika sebuah perusahaan developer yang mengembangkan tanah milik pihak lain yang tidak ada hubungan dengan perusahaan ketika akan mengajukan kerjasama dengan perbankan (PKS), pihak bank tersebut meminta perjanjian kerjasama operasi (KSO) antara pemilik lahan dengan perusahaan.

Namun jika pemilik lahan juga sebagai pemegang saham atau komisaris atau direksi di dalam perusahaan maka pihak bank tidak memerlukan perjanjian KSO antara pemilik lahan dengan perusahaan.

Lihat artikel lainnya:
Strategi Menawarkan Kerjasama Lahan Kepada Pemilik Lahan. Dengan Menyepakati Harga Tanah atau Tanpa Menyepakati Harga Tanah. Wes Terserah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

×

Hallo...!

Workshop Cara Benar Memulai Bisnis Developer Properti Bagi Pemula akan diadakan tanggal 20-21 Januari 2024 di Jakarta

× Info Workshop Developer Properti