Pertanyaan ini sering saya jumpai pada setiap workshop developer properti yang saya adakan. Tidak hanya dalam workshop, dalam kehidupan sehari-hari banyak saya jumpai pertanyaan ini.
Apakah tanah girik itu aman untuk diakuisisi?
Untuk diketahui bahwa tanah, dalam bentuk legalitas apapun aman untuk dibeli. Apakah kondisi alas haknya dalam bentuk girik, petok D, pipil, yasan, kikitir, Surat Keterangan Tanah (SKT), Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR), eigendom verponding atau kondisi lainnya.
Yang paling penting untuk diketahui adalah keaslian atau keabsahan masing-masing alas hak tersebut. Jika tanahnya girik, lihat surat giriknya apakah asli atau tidak. Kemudian yang penting harus dilihat adalah surat keterangan tidak sengketa.
Surat keterangan tidak sengketa
Pentingnya sudah keterangan tidak sengketa adalah untuk menentukan apakah terhadap tanah tersebut ada sengketa dengan pihak lain atau tidak, baik sengketa secara yuridis atau sengketa hukum maupun sengketa secara fisik.
Baca juga: Ini jadwal workshop developer properti bagi pemula
Sengketa secara yuridis maksudnya adalah tidak ada pihak lain yang mengakui memiliki bukti kepemilikan atas tanah tersebut.
Sedangkan secara fisik tidak bersengketa dengan pihak lain, maksudnya tidak ada pihak lain yang menguasai secara fisik tanah tersebut.
Surat keterangan penguasaan fisik
Untuk menentukan siapa yang sedang menguasai suatu bidang tanah secara fisik akan terlihat dari surat keterangan penguasaan fisik secara sporadik yang dikeluarkan oleh kepala desa atau lurah setempat.
Kepala desa atau lurah mengeluarkan surat keterangan penguasaan fisik tentu setelah melakukan assesment terhadap bidang tanah tersebut.
Tentu saja jika ternyata tanah tersebut tidak dikuasai secara fisik oleh si pemohon maka kepala desa atau lurah tidak dapat mengeluarkan surat keterangan penguasaan fisik tersebut.
Surat Keterangan Riwayat Tanah
Selain surat keterangan tidak sengketa dan surat keterangan riwayat tanah, ada satu surat keterangan lagi yang wajib diterbitkan oleh kepala desa atau lurah, yaitu surat keterangan riwayat tanah.
Surat keterangan riwayat tanah ini menceritakan riwayat tanah girik tersebut sejak dahulu atau sejak girik pertama kali diterbitkan.
Jika sudah ada peralihannya maka harus ada bukti peralihannya, baik dalam peralihan secara waris, jual beli, hibah atau dalam bentuk apapun. Prinsipnya adalah riwayat kepemilikan tanah tersebut tidak boleh terputus.
Adakalany surat girik tersebut hilang, nah langkah yang bisa dilakukan adalah dengan membuat surat keterangan tentang kehilangan tersebut.
Apakah tanah girik bisa diperjual belikan?
Terhadap pertanyaan di atas, jawabannya adalah; Bisa!
Untuk melakukan jual beli atas tanah girik bisa dilakukan di camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sementara atau langsung saja ke PPAT setempat. Kekuatan hukumnya sama.
Tetapi dalam melakukan jual beli atas tanah girik ini jangan lupa melampirkan surat keterangan tidak sengketa dan surat keterangan riwayat tanah.
Juga wajib turut dilampirkan surat keterangan keterangan penguasaan fisik secara sporadik yang dibuat oleh kepala desa atau lurah setempat. Ketiga surat tersebut harus diregister juga oleh camat.
Jika jual beli tanah girik antara pribadi dan pribadi (penjual dan pembeli orang pribadi), maka jual beli bisa langsung dengan Akta Jual Beli (AJB).
Nantinya kepala desa atau lurah diminta sebagai salah satu saksi. Lalu kepala desa atau lurah tersebut mencatatkan jual beli tersebut di buku besar desa yang memuat data tentang tanah.
Tanah girik akan dibangun proyek oleh perseroan terbatas (PT)
Apabila sebidang tanah girik akan dibangun proyek oleh developer berupa perseroan terbatas maka harus dibuat akta peralihan berupa akta pelepasan hak dengan akta notaris.
Artinya si pemilik girik itu melepaskan haknya atas tanah tersebut ke negara, lalu ia mendapatkan ganti rugi atas pelepasan hak atas tanahnya tersebut.
Yang memberikan ganti rugi adalah PT yang akan memohonkan hak atas tanah tersebut. Nah, berdasarkan Surat Pelepasan Hak tersebut maka PT bisa memohonkan sertifikat hak guna bangunan (HGB) di kantor BPN.
Jual beli tanah girik ke PT bisa juga dengan menggunakan Surat Keterangan Peralihan Hak (SPH) yang dibuat di bawah tangan dan diketahui oleh kepala kantor pertanahan setempat.
Para pihak akan terkena kewajiban pajak-pajak
Atas perbuatan hukum tersebut (AJB, SPH, APH) maka para pihak dikenakan pajak-pajak.
Penjual dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) 2,5% dan pembeli dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar 5%, dikurangi dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) yang besarnya sudah ditentukan oleh pemerintah.
Nilai NPOPTKP ini besarnya rata-rata 60 juta Rupiah. Kecuali DKI Jakarta yang nilai NPOPTKP-nya adalah 80 juta Rupiah dan Surabaya NJOPTKP-nya Rp75 juta.
Kapan PPh dibayarkan oleh pemilik tanah?
PPh sebagai kewajiban pemilik tanah (dalam hal ini sebagai penjual) wajib dibayarkan sebelum akta jual beli (atau SPH/APH) ditandatangani.
Pembayaran PPh bisa dilakukan di bank yang ditunjuk pemerintah dengan melampirkan slip setoran yang sudah diisi sesuai dengan nilai peralihannya atau nilai yang dikenakan pajak.
Biasanya Notaris bisa membantuk mengisi dan membayarkan PPh, jadi penjual ataupun pembeli tinggal membayar sesuai dengan besarnya pajak tersebut.
Setelah pajak dibayar, selanjutnya lembaran pembayaran tersebut divalidasi ke kantor pajak setempat agar pembayaran pajak tersebut tervarifikasi, atau telah benar bahwa uangnya sudah masuk ke rekening negara.
Adakalanya pembayaran tersebut dianggap kurang oleh petugas pajak setelah melakukan penilaian. Terhadap kondisi ini penjual harus membayar kekurangan tersebut terlebih dahulu sebelum pembayaran pajak tersebut divalidasi.
Kapan pembayaran BPHTB?
Pembayaran BPHTB tidak wajib dilakukan ketika terjadi transaksi jual beli, baik dengan AJB (Akta Jual Beli) ataupun dengan APH (Akta Pelepasan Hak).
BPHTB wajib dibayarkan pada saat pembeli memohonkan hak atas tanah tersebut kepada kantor BPN.
Dalam proses permohonan hak sertifikat ke kantor pertanahan terdapat beberapa langkah yang musti dilakukan, salah satunya adalah permohonan SK Hak atas tanah yang ditandatangani oleh kepala kantor pertanahan.
Dalam SK Hak atas tanah tersebut terdapat kewajiban pemohon untuk membayar BPHTB terlebih dahulu, sebelum sertifikat hak atas tanah tersebut terbit.
Karena sertifikat hak atas tanah terbit berdasarkan SK Hak atas tanah. Artinya jika BPHTB tidak dibayar maka sertifikat atas tanah tidak akan bisa diterbitkan.
Jika masyarakat tidak punya uang untuk membayar BPHTB
Terdapat kemungkinan masyarakat yang memohonkan sertifikat tidak memiliki uang untuk membayar BPHTB. Terutama masyarakat yang tidak mampu dan mendapatkan fasilitas untuk mensertifikatkan tanahnya secara massal karena program pemerintah.
Karena memang saat ini ada program pensertifikatan secara massal untuk suatu wilayah desa atau kecamatan tertentu. Program tersebut bernama PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap).
Program ini pernah juga dibuat oleh pemerintah dengan nama Prona atau Proyek Nasional Pensertifikatan Tanah.
Masyarakat yang mendapatkan fasilitas PTSL ini cenderung tidak dipungut biaya walaupun tetap ada keluhan masyarakat bahwa proses ini tetap dipungut biaya oleh petugas PTSL.
Mati kita anggap bahwa biaya proses pensertifikatan tersebut gratis, tetapi masyarakat tetap ada kewajiban membayar BPHTB.
Nah, jika masyarakat tidak memiliki uang untuk membayar BPHTB ada solusinya yaitu di sertifikat tersebut dicantumkan bahwa bidang tanah tersebut masih terhutang BPHTB dan BPHTB tersebut wajib dibayarkan ketika ada peralihan hak pertama kali.
Artinya ketika pemilik sertifikat menjual tanah miliknya maka BPHTB yang terhutang wajib dibayar terlebih dahulu.
Solusi ini cukup bagus karena pemilik tidak wajib membayar BPHTB karena memang tidak punya uang tetapi nanti ketika dijual maka BPHTB wajib dibayar, uang pembayarannya bisa berasal dari pembeli.
Cukup fair!
Lihat artikel lainnya:- Langkah Jual Beli Tanah Girik atau yang Belum Bersertifikat
- Apa Sih yang Dimaksud Dengan Surat Keterangan Riwayat Tanah?
- Fungsi Surat Keterangan Tidak Sengketa Dalam Permohonan Sertifikat Tanah Girik
- Bagaimana Cara Mengecek Keabsahan Tanah Girik?
- Kenapa Tanah Girik Rawan Sengketa?
- Inilah Kenapa Kebanyakan Orang Menghindari Membeli Tanah Girik
- Mengurus Legalitas Tanah Girik di Kantor Desa atau Kelurahan
- Ini Dia Keuntungan dan Kerugian Membeli Tanah yang Sudah Bersertipikat dan Belum
- Apakah Aman Membeli Tanah Girik Yang Tidak Ada Giriknya?
- Cara Mudah Mengecek Legalitas Tanah untuk Dibangun Proyek Properti
- Apa yang Dimaksud Dengan Tanah Girik? Bagaimana Cara Mengurusnya Menjadi SHM?
- Surat Keterangan Waris untuk Beberapa Golongan Penduduk
- Cara Mengurus Sertifikat dari Tanah Girik
- Syarat Dan Langkah Jual Beli Tanah Girik
- Bagaimana Cara Memecah Girik?
Assalamualikum bang,
Mohon info dan bantuannya.
Saya tahun lalu membeli 2 bidang tanah, yg satu (A) 70m persegi, dan yg kedua (B) sama 70m persegi. Dua bidang tanah ini tersekat oleh jalan gang, namun masih dalam sertifikat induk yg sama. Rencana saya ingin membuat SHM utk kedua bidang tanah tersebut, yang ingin saya tanyakan, berapa biaya yang harus saya keluarkan untuk proses pemecahan kedua bidang tanah tersebut dari sertifikat induknya, dan langsung ingin saya buatkan SHM utk kedua bidang tanah tsbt. Total biaya yg harus saya keluarkan berapa?
Harga jual tanah tersebut, 70m persegi yaitu 30jt.
Mohon bantuanya bang, sebelum dan sesudah saya ucapkan terimakasih.
Assalamualikum bang,
Mohon info dan bantuannya.
Saya tahun lalu membeli 2 bidang tanah, yg satu (A) 70m persegi, dan yg kedua (B) sama 70m persegi. Dua bidang tanah ini tersekat oleh jalan gang, namun masih dalam sertifikat induk yg sama. Rencana saya ingin membuat SHM utk kedua bidang tanah tersebut, yang ingin saya tanyakan, berapa biaya yang harus saya keluarkan untuk proses pemecahan kedua bidang tanah tersebut dari sertifikat induknya, dan langsung ingin saya buatkan SHM utk kedua bidang tanah tsbt. Total biaya yg harus saya keluarkan berapa?
Harga jual tanah tersebut, 70m persegi yaitu 30jt.
Mohon bantuanya bang, sebelum dan sesudah saya ucapkan terimakasih.
Nah persoalan tanah girik yang belum bersertifikat, saya mau tanya pak, mana lebih baik, kita sebagai developer beli tanah yang sudah bersertifikat atau yang belum bersertifikat, masih girik, mana yang mudah nanti di tinjau dari segi balik nama, dari girik ke kita yang beli atau yang sudah sertifikat ke kita yang mau beli…trimaksih.