Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dilakukan apabila pembayaran dari pembeli kepada penjual tidak langsung lunas ketika transaksi terjadi.
Pembayaran tidak langsung lunas disebabkan oleh berbagai macam, mungkin saja si pembeli memang belum sanggup melunasi atau karena legalitas yang belum memungkinkan terjadi transaksi.
Pembeli belum punya uang membayar secara tunai
Salah satu penyebab dibuatnya PPJB adalah pembeli belum memiliki uang senilai harga properti tersebut, sehingga pembayaran jual beli dilakukan secara bertahap. Karena pembayaran dilakukan secara bertahap maka untuk pengikatan transaksi tersebut dibuatlah PPJB.
Di dalam PPJB tersebut dicantumkan tahapan pembayaran, misalnya pada saat penandatanganan PPJB, pembeli membayar lima puluh persen dulu, lalu lima puluh persen lagi dua belas bulan setelahnya.
Ketika waktunya tiba, sesuai kesepakatan maka ditandantangani Akta Jual Beli (AJB) disertai dengan pelunasan.
Baca juga: Ini jadwal workshop developer properti bagi pemula
Tak lupa dalam PPJB dicantumkan juga seandainya pembeli wanprestasi. Maksudnya pada bulan ke dua belas dia tidak bisa melunasi, maka si pembeli akan dikenakan sanksi.
Sanksi-nya yang paling lazim adalah si pembeli dikenakan denda untuk setiap hari atau setiap bulan keterlambatan.
Sanksi tidak hanya terhadap pembeli yang wanprestasi, penjual juga ada kemungkinan cidera janji.
Cidera janji dari pihak penjual adalah dia membatalkan secara sepihak. Mungkin saja ia tergoda, ada pembeli lain yang bersedia membayar lebih mahal.
Terhadap kondisi ini, jika penjual membatalkan transaksi secara sepihak dengan alasan apapun, maka dia juga wajib didenda.
Denda yang paling lazim adalah si penjual ini mengembalikan semua uang yang sudah diterimanya ditambah dengan denda seratus persen.
Sertifikat tanah belum selesai
Penyebab transaksi dengan PPJB selanjutnya adalah karena sertifikat tanah masih sedang diurus.
Misalnya sertifikat masih sedang diurus di kantor pertanahan. Prosesnya mungkin saja permohonan hak, pemecahan atau proses lainnya.
Kondisi ini amat mungkin terjadi. Seseorang memiliki sebidang tanah girik, lalu dia ingin menjual.
Si pembeli mensyaratkan bahwa dia mau membeli asalkan penjual bersedia membuat sertifikat terlebih dahulu.
Selama si penjual mengurus sertifikat, maka sebagai pengikat keseriusan si pembeli maka dibuatlah PPJB.
Nantinya AJB dilakukan pada saat sertifikat selesai diurus di kantor pertanahan.
Kemungkinan selanjutnya, pembeli hanya ingin membeli tanah sebagian saja. Maka terdapat kewajiban penjual untuk memecah sertifikat terlebih dahulu.
Selama sertifikat dalam proses pemecahan, maka sebagai pengikat antara penjual dan pembeli maka dibuatlah PPJB.
Nantinya PPJB ini akan ditindaklanjuti dengan AJB ketika pemecahan sertifikat selesai dilakukan di kantor BPN. Penandatanganan AJB disertai dengan pelunasan.
Itulah beberapa kemungkinan alasan dibuatnya PPJB sebelum dilakukan penandatangan AJB.
Selama masa PPJB, sertifikat tanah siapa yang memegang?
Jika sertifikat dipegang oleh pemilik, itu tidak adil untuk pembeli. Karena terbuka kemungkinan pemilik berbuat curang.
Dia bisa saja menjual lagi kepada orang lain. Tentu saja pembeli lain tersebut percaya karena dia bisa memperlihatkan asli sertifikatnya.
Walaupun nanti bisa saja dituntut oleh pembeli, namun beresiko terhadap proses hukum yang akan menghabiskan waktu, energi dan biaya.
Kemungkinan selanjutnya, jika sertifikat dipegang oleh pembeli, maka hal ini juga tidak adil terhadap pemilik.
Karena dia belum menerima seluruh uang pembayaran atas penjualan tanahnya, sertifikat tanah milikinya sudah dipegang oleh pembeli.
Terdapat kemungkinan pembeli berbuat curang. Misalnya menjaminkan sertifikat tersebut kepada pihak lain untuk mendapatkan uang.
Sertifikat harus dipegang notaris
Untuk menjaga semua kemungkinan, maka supaya adil, selama masa PPJB sertifikat harus dipegang oleh notaris.
Hal ini mencegah para pihak berbuat curang yang bisa merugikan pihak lainnya.
Jika sertifikat akan diproses di kantor BPN, misalnya untuk proses pemecahan karena pembelian sebagian, maka proses pemecahan tersebut harus dilakukan oleh kantor notaris bersangkutan.
Jika PPJB dibuat dengan akta notaris memang lebih mudah untuk menyimpan sertifikat di kantor notaris, tetapi jika PPJB di bawah tangan musti dicari solusi untuk mengamankan sertifikat.
Bisa dengan mendaftarkan PPJB di bawah tangan tersebut di kantor notaris (waarmerking) untuk kemudian sepakat menyimpan sertifikat di kantor notaris tempat waarmerking.
Dalam proses ini mungkin notaris meminta sejumlah biaya untuk menyimpan sertifikat tersebut, prinsipnya sama dengan save deposite bank.
Karena memang tidak ada kewajiban notaris untuk menyimpan sertifikat secara PPJB di bawah tangan antara para pihak saja.
Berbeda halnya dengan PPJB dibuat dengan akta Notaris, si Notaris ada kewajiban mengamankan hak para pihak.
Mengamankan penjual agar mendapatkan uang pembayaran tanahnya sesuai dengan jangka waktu yang disepakati, sebaliknya juga mengamankan pembeli agar sertifikat tetap di kantor notaris sampai dengan dia sanggup membayar.
PPJB dengan akta Notaris
PPJB bisa dibuat dengan akta Notaris atau dibuat di bawah tangan saja. PPJB dengan akta Notaris memiliki kekuatan hukum yang sangat mengikat karena akta Notaris adalah akta otentik yang merupakan alat pembuktian yang paling kuat.
Itulah keuntungannya jika membuat PPJB dengan akta Notaris. Sementara dari sisi biaya yang dikeluarkan, PPJB dengan akta Notaris si penjual sudah tertagih PPh (Pajak Penghasilan) sebesar 2,5% yang bersifat final, di samping ada biaya lainnya yaitu biaya fee Notaris pembuat akta PPJB.
Besarnya fee Notaris dalam pembuatan akta PPJB ini biasanya paling banyak 1% dari nilai yang diperjanjikan di dalam akta.
Notaris biasanya mensyaratkan penjual membayar PPh terlebih dahulu sebelum menandatangani akta PPJB tersebut. Sehingga apabila PPh tidak dibayarkan maka Notaris tidak bersedia menandatangani akta.
Akan halnya BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan), pada saat penandatangan PPJB pembeli belum tertagih BPHTB. Nanti BPHTB tersebut akan tertagih saat pelunasan atau penandatanganan AJB.
PPJB di bawah tangan
Selain dengan akta Notaris, PPJB bisa juga dibuat di bawah tangan saja. Dari sisi pembuktian hukum PPJB dengan di bawah tangan ini kekuatannya berada di bawah akta Notaris.
Berbeda dengan PPJB dengan akta Notaris, PPJB di bawah tangan belum perlu membayar PPh karena PPJB bawah tangan ini sifatnya perikatan pribadi tanpa diketahui negara.
Jadi tidak ada yang memaksa penjual membayar PPh. Sementara pembayaran BPHTB juga sama dilakukan pada saat penandatanganan AJB. Sama prinsipnya dengan PPJB dengan akta Notaris.
Lihat artikel lainnya:- PPJB Lunas, PPJB Tidak Lunas Dan Posisi Pentingnya Dalam Proses Jual Beli
- Bagaimana Kalau Pembeli Meminta Pengembalian DP Jika Batal Membeli Rumah
- Perbedaan PPJB dan AJB
- Bagaimana Proses Jual Beli Atas Sertifikat yang Belum Baliknama Dari Pemilik Sebelumnya
- Jika Developer Membatalkan AJB setelah PPJB
- Beli Rumah Cash Keras Tapi Developer Ngga Mau PPJB. Nah Lho?
- Jika Belum Punya Uang, Bisa PPJB atau PSPH. Apa bedanya?
- Apa Beda MoU dan PPJB?
- Ketika Pembayaran Tanah Ke Pamilik Lahan Masih Uang Muka Apakah Sudah Bisa Memasarkan?
- Memahami Pengertian PPJB, PJB dan AJB
- Contoh PPJB untuk Flipper
- Memahami Hard Cash, Installment, KPR dan Balloon Payment dan Syarat-Syaratnya
- Begini Sistem PPJB Dalam Pemasaran Perumahan Menurut PP No. 12 Tahun 2021 Sebagai Turunan Dari UU Cipta Kerja
- Cara Membeli Tanah Sebagian dan Memecah Sertifikat dari Sertifikat Induk
- Ini Strategi Flipper yang Bisa Anda Praktekkan