Saat ini masih banyak bidang tanah di Indonesia yang belum bersertifikat. Saat ini bukti alas haknya mungkin saja berupa girik, petok, pipil, yasan, eigendom verponding atau lainnya. Terhadap bidang tanah dengan bukti kepemilikan seperti ini bisa saja diperjualbelikan. Yang paling penting adalah bukti kepemilikab tersebut bisa dipertanggungjawabkan.
Untuk tanah dengan bukti kepemilikan girik, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum bidang tanah tersebut diperjual belikan. Persyaratan tersebut diantaranya surat keterangan tidak sengketa, surat keterangan riwayat tanah dan surat keterangan penguasaan fisik secara sporadik. Semua dokumen tersebut dibuat oleh lurah atau kepala desa setempat.
Surat keterangan tidak sengketa
Pentingnya surat keterangan tidak sengketa adalah supaya memastikan bahwa tidak pihak lain yang merasa memiliki bidang tanah tersebut. Atau tidak ada orang lain yang mengakui memiliki tanah tersebut. Dengan adanya surat keterangan tidak sengketa sudah memastikan bahwa tanah tersebut memang dimiliki oleh orang yang berhak.
Surat keterangan riwayat tanah
Surat keterangan riwayat tanah diperlukan untuk membuktikan bahwa riwayat tanah sejak girik tersebut terbit jelas dan tidak terputus. Dari pertama kali girik tersebut terbit sampai dengan saat ini jelas peralihan-peralihannya. Peralihan tersebut bisa jadi berupa turun waris atau jual beli. Semua peralihan tersebut tertera seluruhnya di dalam surat keterangan riwayat tanah tersebut.
Bukti-bukti peralihan tersebut harus tersedia aslinya. Maksudnya jika peralihana tersebut berupa jual beli maka tersedia surat jual beli asli. Surat jual beli tersebut bisa jadi masih berupa jual beli bawah tangan atau akta jual beli yang dibuat oleh PPAT atau PPAT sementara dari Camat.
Jika jual beli tersebut sebelum tahun 1997 atau sebelum PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah terbit maka jual beli dengan surat di bawah tangan saja sah. Bisa surat jual beli di kertas segel atau di kertas biasa yang dibubuhi meterai.
Tetapi jika jual beli tersebut terjadi setelah PP 24 1997 terbit maka jual beli atas tanah dan bangunan harus dengan akta yang dibuat oleh PPAT. Tetapi memang masih banyak jual beli dengan surat di bawah tangan saja tanpa akta PPAT yang terjadi sesudah PP 24 1997 terbit. Seolusinya adalah dibuatkan akta jual beli ulang dengan akta PPAT atau PPAT sementara atau camat.
Surat keterangan penguasaan fisik secara sporadik
Ketika surat keterangan tidak sengketa sudah ada dan surat keterangan riwayat tanah juga sudah ada, maka yang harus dipastikan selanjutnya adalah penguasaan fisik dari tanah tersebut. Apakah fisik tanah dikuasai oleh pemohon atau dikuasai orang lain.
Bisa saja seseorang menguasai surat-surat tanah tetapi fisik tanah dikuasai orang lain. Untuk memastikan itu maka diperlukanlah surat penguasaan fisik. Sporadik menggambarkan seseorang membuat surat penguasaan fisik tanah untuk tanah yang dimilikinya saja. Hanya bidang tanah tertentu saja. Berbeda dengan jika permohonan tanah didaftarkan secara sistematis semua bidang yang ada di satu desa atau kecamatan.
Legalisir Letter C
Adakalanya sebidang tanah tersebut sudah tidak ada asli giriknya, maka untuk kondisi ini solusinya adalah dengan cara membuat legalisir Letter C di desa atau kelurahan. Kekuatan legalisir Letter C ini sama dengan asli girik karena legalisir Letter C berdasarkan daftar yang ada di buku besar desa. Jadi jika tanah tersebut tidak benar maka kepala desa atau lurah tidak bisa mengeluarkan legalisir Letter C.
AJB dan kewajiban PPh dan BPHTB
Setelah semua berkas tersebut lengkap maka PPAT bisa membuat Akta Jual Beli. Atas jual beli tersebut nanti akan tertagih pajak. Penjual akan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) 2,5% sedangkan pembeli wajib membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang besarnya lebih kurang 5%.
Selanjutnya semua berkas tersebut didaftarkan ke kantor BPN untuk diajukan permohonan sertifikat. Sertifikat yang didapatkan adalah Sertifikat Hak Milik (SHM).