Memang setiap pemilik lahan yang ingin menjual tanah miliknya, ingin jualnya secara tunai. Artinya mereka ingin menikmati uang hasil penjualan tanahnya secepatnya.
Awalnya mereka tidak mau pembayaran bertahap atau kerjasama lahan, karena banyak kekhawatiran mereka. Diantaranya kekhawatiran terhadap tahapan pembayaran yang tidak sesuai dengan yang diperjanjikan nanti.
Lagi pula, ketika menjual mereka pasti karena sesuatu kebutuhan, karena ngga ada orang yang mau menjual asetnya yang paling berharga jika tidak karena kebutuhan.
Tapi kendalanya adalah untuk lahan yang bisa dibangun proyek properti, lahannya dalam skala besar, dan nominalnya juga besar. Ada kesulitan sendiri dalam menjual tanah dengan nominal harga tinggi.
Bedalah dengan menjual tanah seratus dua ratus meter untuk rumah tinggal tunggal, atau sekedar nyimpen uang. Banyak yang mau beli.
Karena hanya seorang developer propertilah yang sanggup dan mau membeli lahan dengan luasan yang besar, secara tujuannya membeli dalam rangka bisnis.
Itulah kesulitan mereka; saat ini jarang sekali orang yang mau membayar tunai untuk nominal besar.
Walaupun sudah dijual dalam waktu yang lama, tidak ada juga developer yang mau membayar tunai.
Dulu, ketika ingin menjual tanahnya di musim duren, sudah musim duku belum juga ada yang beli, lalu musim rambutan datang dan berlalu, tetep juga ngga ada yang tengok. Hausnya sudah mulai kerasa. (more…)