Instansi yang menerbitkan girik sudah tidak ada
Apakah girik bisa dipecah? Jawabnya adalah tidak bisa. Kenapa? Karena instansi yang menerbitkan girik itu sudah tidak ada lagi.
Dulu girik diterbitkan oleh Djawatan Pajak Daerah yang mengeluarkan bukti pembayaran pajak dengan nama IPEDA atau Iuran Pembangunan Daerah.
Jadi IPEDA inilah yang dikenal masyarakat sebagai girik. Sekarang IPEDA sudah tidak ada, berganti nama menjadi PBB atau Pajak Bumi Dan Bangunan.
IPEDA sebagai bentuk pembayaran pajak mulai diberlakukan tahun 1961, yaitu setelah diterbitkannya UU No. 1 Tahun 1961 Tentang Pajak Hasil Bumi. Sampai dengan diterbitkannya UU No. 12 Tahun 1985 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
Setelah diberlakukannya UU No. 12 Tahun 1985 tersebut maka pembayaran pajak untuk tanah dan bangunan dinamakan Pajak Bumi dan Bangunan atau PBB sampai sekarang.
Kenapa orang yang memegang girik atas suatu bidang tanah dianggap dialah pemiliknya?
Jadi logikanya begini, jika seseorang mengaku dialah yang memiliki suatu objek pajak atau sebidang tanah dan bangunan, maka dia wajib membayar pajak ke negara.
Baca juga: Ini jadwal workshop developer properti bagi pemula
Sebagai bukti dia membayar pajak tersebut maka pemerintah memberikan tanda bukti pembayaran, itulah yang dikenal oleh masyarakat sebagai girik.
Pada kenyataannya memang hanya satu girik atau tanda bukti pembayaran pajak yang timbul atas suatu bidang tanah, sehingga semua memahami bahwa jika seseoarng membayar pajak dan memegang bukti bayarnya berupa girik itu maka dialah pemilik yang sah atas tanah tersebut.
Jadi di sini dapat dilihat bahwa girik itu adalah bukti pembayaran pajak atas suatu objek pajak. Sama dengan PBB kalau saat ini.
Berdasarkan kepemilikan girik bisa dimohonkan sertifikat
Hanya saja pemegang girik berhak mendaftarkan tanah yang dikuasainya dan dibayar pajaknya sejak diterbitkan surat IPEDA atas tanahnya tersebut. Hal ini diatur dalam PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah pasal 24.
Jadi saat ini tidak ada lagi penerbitan girik sehingga pemecahan girik tersebut tidak tepat. Karena jika kita memecah girik maka akan terbit girik baru hasil kegiatan pemecahan tersebut.
Sama dengan saat ini kalau kita mangajukan pemecahan sertifikat maka akan timbul sertifikat baru sejumlah pengajuan pemecahan, yang masing-masing memiliki bukti hak atau sertifikat.
Cara ‘memecah’ girik
Langkah yang benar dalam membeli tanah girik ini secara sebagian adalah dengan cara membuat akta jual beli atas sebagian tanah yang masih girik tersebut. AJB bisa dilakukan dengan akta PPAT bisa juga dengan akta jual beli yang dibuat oleh camat.
Misalnya luas total tanah girik atas nama si A adalah 10.000 m2, dibeli oleh si B seluas 6000 m2, lalu dibuatlah AJB PPAT atas tanah seluas 6000 m2 tersebut.
Hanya saja ketika memohonkan sertifikat atas tanah yang sudah dibeli si B seluas 6000 m2 tersebut musti dilampirkan asli giriknya yang masih seluas 10.000m2 yang masih atas nama si A, dipinjam dulu. Nanti ketika sertifikat nya sudah terbit maka giriknya dikembalikan ke pemilik setelah dibuat catatan bahwa sebagian atas tanah ini atau seluas 6.000 m2 sudah terbit sertifikat no. 8/kelurahan anu.
Dengan demikian jelas bahwa girik yang semula luasnya 10.000 m2 sekarang sisa 4000m2 karena 6000 m2 sudah dimohonkan sertifikat berdasarkan AJB nomor sekian PPAT si Anu.
Akan lebih baik lagi jika proses pembelian tanah ini didahului dengan PPJB atas tanah 6000 m2.
Setelah PPJB dibuat maka pemilik girik memohonkan sertifikat untuk luasan total atau 10.000 m2, masih atas nama dia dulu.
Lalu setelah sertifikat jadi maka dilakukan pemecahan dengan luas sesuai luas yang akan dibeli oleh si B yaitu 6.000m2.
Pemecahan ini masih atas nama si A terlebih dahulu, jadi kedua sertifikat hasil pecahan masih atas nama si A. Setelah pemecahan sertifikat selesai lalu dilakukan AJB dengan akta PPAT untuk luasan tanah yang dibeli oleh si B.
Kedua caranya bisa dijalankan. Terserah kenyamanan para pihak saja. Bisa AJB saja dulu seluasan yang dibeli oleh si B lalu si B memohonkan sertifikat atas tanah yang dibelinya.
Hanya saja asli girik musti dipinjam dulu. Setelah selesai barulah dikembalikan.
Bisa dengan cara lain, tanah luasan total 10.000 m2 disertifikatkan atas nama pemilik, lalu dipecah sesuai luasan yang rencananya akan dibeli oleh si B. Setelah pemecahan selesai lalu dilakukan AJB dengan akta PPAT. Selesai
Lihat artikel lainnya:- Bagaimana Cara Jual Beli Tanah Girik Di Notaris
- Berapa Lama Proses Girik Menjadi Sertifikat
- Siapa yang Wajib Membayar Pajak Jika PBB Belum Dibaliknama?
- Kenapa Tanah Girik Rawan Sengketa?
- Mengurus Legalitas Tanah Girik di Kantor Desa atau Kelurahan
- Apakah yang Dimaksud Dengan Tanah Girik? Bagaimana Cara Mengurusnya Menjadi Sertifikat?
- Apa yang Dimaksud Dengan Tanah Girik? Bagaimana Cara Mengurusnya Menjadi SHM?
- Syarat Dan Langkah Jual Beli Tanah Girik
- Apakah Aman Membeli Tanah Girik Yang Tidak Ada Giriknya?
- Urutan Legal Lahan dari Girik, Sampai HGB Untuk Proyek Perumahan
- Cara Mudah Menghitung BPHTB Waris – Contoh Perhitungan
- Bagaimana Cara Mengecek Keabsahan Tanah Girik?
- Fungsi Surat Keterangan Tidak Sengketa Dalam Permohonan Sertifikat Tanah Girik
- Inilah Kenapa Kebanyakan Orang Menghindari Membeli Tanah Girik
- Pentingnya Mengukur Ulang Tanah Yang Akan Dibeli