Kenapa harus HGB jika bisa SHM

Saya baru saja kedatangan tamu, teman lama yang sekarang menjadi developer. Proyek perdana dia di Cianjur seluas 8.000 m2 dengan perijinan atas nama perusahaan, namun sertifikat sudah pecah dalam bentuk SHM perorangan an komisaris sebanyak 62 bidang.

Dalam salah satu obrolan, sebagai pemula dia heran, kenapa banyak pihak mempertanyakan legalitas lahannya yaitu SHM pecah perorangan. Kenapa tidak SHGB atas nama PT?

Sebagai pemula, kita sering bertanya, jika sertifikat bisa pecah an perorangan atau SHM, kenapa mesti disarankan atas nama perusahaan (SHGB)? Bukankah penjualan dengan alas hak SHM jauh lebih hemat dibanding dijual dalam bentuk SHGB.

Sebagai contoh, SHM tidak kena PPN, sementara SHGB kena PPN. Jika lahan perorangan di balik nama ke PT, akan terkena PPN, BPHTB dan biaya lainnya. Kenapa disarankan SHGB jika pecah SHM perorangan bisa?

Tentu yang kita bahas bukan luasan lahan 200 m2 atau 500 m2 dan  jadi 2 atau 3 unit rumah. Namun pada sekala 5000m2 sd 10.000m2, dimana bisa dibuat 40 sd 90 unit rumah.

Di beberapa pemda, masih bisa memberikan ijin membangun perumahan atas nama perorangan dengan luasan dibawah 1 ha termasuk memecah lahan tetap SHM an perorangan.

Jika pemda dan BPN saja mengijinkan an perorangan dan pecah lahan tetap SHM perorangan?

Kenapa tetap disarankan legalitas lahan untuk turun hak dan menjadi SHGB an PT?

Selain karena ketentuan dan perundangan-undangan apa sebenarnya keuntungan dan kelebihan legalitas lahan menjadi atas nama PT?

Demikian juga sebaliknya apa keuntungan dan kelemahan jika tetap atas nama perorangan?

Alasan mengapa memilih an perorangan (SHM) dan menghindari an perusahaan (SHGB)

SHM saja lebih hemat

Alasan utama lahan tetap an perorangan adalah hemat pajak dan biaya peralihan. Jika lahan perorangan dibalik nama ke PT, maka akan terkena kewajiban PPN dan BPHTB, plus biaya balik nama notaris dan lainnya.

Sebelum dibalik nama ke PT, jika tanah SHM harus dilakukan turun hak terlebih dahulu menjadi SHGB. Untuk penurunan hak juga dikenakan biaya.

Meskipun tanah milik pribadi sendiri dan PT juga milik sendiri, pajak dan biaya tersebut tetap keluar. Dengan demikian harga dasar tanah atas nama PT menjadi lebih tinggi.

Harus pungut PPN 11%

Alasan lain adalah jika perusahaan sudah terlanjur PKP, maka penjualan unit tanah dan bangunan rumah dari SHGB PT akan dikenakan PPn 11%.

Tentu hal ini akan menaikan harga jual. Sedangkan jika an perorangan, penjualan bisa saja terbebas PPn 11%, jika omset tahunan kurang dari Rp4,8 milyar.

Kelemahan sertifikat an perorangan

Tetap tergantung kepada pemilik lahan

Sertifikat an. perorangan melekat dengan nama perorangan tersebut. Meskipun tanah pada hakekatnya milik perusahaan, secara legal tanah tetap an. perorangan. Ketergantungan pada pribadi pemilik nama sangat tinggi.

Meskipun ada surat kuasa dari pemilik tanah ke perusahaan, namun ingat, surat kuasa tidak menghalangi pemilik tanah bertransaksi atau menjalankan sendiri.

Surat kuasa bukan penyerahan. Meskipun ada surat kuasa, pemilik tanah tetap bisa menjual tanahnya sendiri. Meskipun di sisi lain, perusahaan penerima surat kuasa tersebut bisa menjual juga.

Kelemahan lain adalah dari sisi perbankan yang akan membiayai pembelian rumah melalui KPR. Dalam rangka kehati-hatian, bank tidak bersedia transaksi jual beli nya dilakukan oleh PT, dijalankan dengan surat kuasa.

Bank tetap meminta pihak nama yang tertera di sertifikat yaitu pemilik tanah dan pasangan untuk hadir pada tiap-tiap transaksi jual beli.

Akan menjadi repot kalau pemilik tanah dan pasangan tersebut sedang sibuk, tidak memiliki waktu dengan jadwal akad bank. Atau bahkan belagu, minta banyak syarat untuk datang tanda-tangan AJB. 

Setiap diminta tanda tangan AJB, minta ongkos dll. Lebih fatal lagi karena tanah sebenarnya sudah lunas, pemilik tanah bisa saja tidak bersedia hadir lagi, pindah ke luar kota atau bahkan meninggal dunia.

Ketika pemilik meninggal, surat kuasa batal

Ketika nama tertera pada sertifikat meninggal dunia, maka tanah menjadi waris. Surat kuasa yang dipegang perusahaan pun gugur, tidak berlaku lagi. Tidak ada orang mati yang menerbitkan surat kuasa.

Sulit mencari pembiayaan

Jika proyek mengharapkan dukungan modal kerja perbankan. Potensi nilai pinjaman untuk membiaya proyek an. perorangan jauh lebih kecil dibanding jika an. perusahaan.

Keuntungan sertifikat atas nama perusahaan

Tidak tergantung kepada individu

Jika sertifikat atas nama perusahaan (SHGB), maka pemilik lahan adalah perusahaan sebagai entitas badan hukum.

Ketergantungan pada individu perorangan seperti pada tanah an. perorangan tidak terjadi. Perusahaan akan diwakili oleh pengurus seperti direktur utama untuk mentransaksikan jual beli tanah dan unit rumahnya.

Jika dirut tidak ada waktu, dengan mudah bisa diganti oleh direksi yang lain. Bahkan jika perusahaan dijual, tidak diperlukan kegiatan apapun pada tanah a/n PT tersebut. Yang dirubah hanya pemilik perusahaan (pemegang saham).

Bisa mendapatkan modal kerja dari perbankan

Dari sisi dukungan bank, perbankan lebih suka jika legalitas lahan an perusahaan. Termasuk dukungan dana pinjaman modal kerja.

Dibanding an perorangan, potensi nilai pinjaman modal kerja yang disediakan menjadi besar.

Sebagai ilustrasi, proyek dengan luas 5000 m2 bisa menjadi 40 unit rumah. Dengan harga jual Rp1 milyar/unit, potensi omset adalah 40 milyar. HPP atas lahan dan bangunan diperkirakan Rp30 milyar.

Jika proyek atas nama perorangan, meskipun kebutuhan modal kerja kita adalah 30 milyar, maksimal kredit atas nama perorangan tidak lebih dari 5 atau 10 milyar.

Sebaliknya jika proyek an perusahaan, dari sisi RAB, bank bisa mendukung kebutuhan modal kerja 80% dari kebutuhan rab atau sekitar 21 milyar.

Pengelolaan proyek lebih profesional

Keuntungan lain an perusahaan adalah kegiatan proyek perumahan kita akan terkelola dengan professional.

Timbulnya hak dan kewajiban yang jelas, akan menuntun kita dalam mengelola perusahaan menjadi lebih tertib dan lebih baik. Semangat akan sangat berbeda dibanding proyek dijalankan an perorangan.

Jika ingin besar, proyek kita seyogyanya an. perusahaan

Jika tanah yang kita kuasai sudah mulai cukup luas, jangan ragu legalitas dan lahan dirubah ke atas nama perusahaan. Jika ingin besar, jangan terjebak dengan terus bermain-main proyek perorangan.

Terus belajar, Mandor Tomo | Waketum DEPRINDO

Lihat artikel lainnya:
Mengapa Legalitas Lahan Untuk Perumahan Lebih Baik SHGB an Perusahaan?

2 thoughts on “Mengapa Legalitas Lahan Untuk Perumahan Lebih Baik SHGB an Perusahaan?

  • June 25, 2023 at 6:08 am
    Permalink

    Pak asriman, terima kasih atas ilmunya. Saya orang awam dan banyak baca dari web ini.

    mau bertanya:
    1. Apakah developer itu harus berbentuk PT tidak boleh perorangan? Peraturan nomor berapa yg menyatakan bahwa developer itu harus berbentuk PT?
    2. contoh kasus jika developer memang harus berbentuk PT:

    Pak yanto memiliki tanah SHM atas nama dia. Pak yanto mendirikan PT untuk usaha developer real estate. Jika developer harus berbentuk PT, apakah tanah SHM yg atas nama pribadi Pak Yanto harus dilakukan pengalihan kpd PTnya? Lalu apakah Pak Yanto juga kena pajak final 2,5% atas pengalihan itu? Lalu apakah PTnya juga kena BPHTB? Apa tidak aneh ya pak? tanah-tanahnya sendiri, dialihkan kpd PT yg notobene milik sendiri tapi kena pajak. 😁

    Terima kasih atas jawabannya

    Reply
    • July 16, 2023 at 8:33 am
      Permalink

      1. tergantung apa pengertian developer. bisa saja perorangan saja, bisa juga pakai pt, tergantung pemda.
      2. tidak harus baliknama ke pt, nanti hubungannya ke pembiayaan. jika tidak akan memerlukan pembiayaan dari lembaga keuangan ok ok saja sertifikat tidak atas nama pt asal perizinan membolehkan. jika baliknama ke pt mau ngga mau harus bayar pajak pph dan bphtb

      Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

×

Hallo...!

Workshop Cara Benar Memulai Bisnis Developer Properti Bagi Pemula akan diadakan tanggal 20-21 Januari 2024 di Jakarta

× Info Workshop Developer Properti