Salah satu kemampuan yang musti dimiliki oleh orang yang ingin menjadi developer properti adalah mampu menyiapkan skema pendanaan proyek, mulai dari sumber pendanaan hingga detail cashflow-nya.
Skema pendanaan yang baik akan membawa perjalanan proyek lancar sesuai dengan perencanaan, sebaliknya jika sebuah proyek dijalankan tanpa adanya rencana pembiayaan maka dikhawatirkan proyek akan terkendala dalam perjalanannya.
Jika Anda gagal merencanakan sesuatu maka sama saja Anda merencanakan untuk gagal
Kemampuan menyiapkan skema pembiayaan ini amat penting karena memulai sebuah proyek properti mutlak membutuhkan pembiayaan.
Pembiayaan dibutuhkan mulai pada saat mengakuisi lahan, mengurus legalitas dan perijinan sampai dengan membangun.
Menyiapkan pendanaan untuk mengakuisisi lahan
Pendanaan yang wajib disediakan di tahap awal adalah pendanaan untuk mengakuisisi lahan. Modal ini amat penting, karena inilah langkah utama dalam pengembangan sebuah proyek properti. Tanpa tanah tidak mungkin ada proyek. Amat logis.
Dari sisi besarnya kebutuhan modal, biaya untuk mengakuisisi lahan ini termasuk kebutuhan modal yang besar dalam mengembangkan sebuah proyek properti.
Apalagi hukum properti berlaku, yaitu semakin hari harga tanah semakin tinggi. Tak kurang kenaikan harga tanah 5% sampai dengan 20% tiap tahunnya.
Biaya transaksi
Dalam proses transaksi akuisisi lahan ada biaya yang wajib disediakan yaitu biaya transaksi. Jika transaksi menggunakan SPH dengan akta notaris maka ada biaya honorarium untuk notarisnya.
Surat Pelepasan Hak atas Tanah (SPH) dengan akta notaris dibuat apabila PT developer mengakuisisi lahan yang berstatus girik atau Sertifikat Hak Milik (SHM).
Jadi pemilik girik atau SHM melepaskan haknya kepada negara, kemudian negara memberikan hak atas tanah tersebut dalam bentuk Hak Guna Bangunan (HGB) kepada PT yang mengajukan permohonan hak.
Atas pelepasan haknya kepada negara, pemilik girik atau SHM mendapatkan ganti rugi, dimana ganti rugi ini diberikan oleh PT yang akan memohonkan sesuatu hak atas tanah tersebut.
Besarnya biaya notaris ini paling tinggi 1% dari nilai transaksi.
Biaya BPHTB
Biaya selanjutnya yang perlu dipersiapkan adalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang besarnya 5% dari nilai perolehan hak seperti tercantum di dalam SPH setelah dikurangi terlebih dahulu dengan NPOPTKP (Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak) yang besarnya Rp60 juta, kecuali DKI Jakarta yang besarnya NPOPTKP Rp80 juta.
BPHTB dibayarkan pada saat permohonan sertifikat ke kantor BPN. Jadi bukan pada saat transaksi atau penandatanganan SPH.
Karena pada saat penandatanganan SPH tersebut PT belum memperoleh hak atas tanah tersebut, perlu langkah permohonan hak atas tanah yang diakuisisinya tersbut.
Biaya memohonkan sertifikat HGB
Biaya selanjutnya yang perlu dipersiapkan di tahap awal proyek adalah biaya untuk memohonkan sertifikat ke kantor pertanahan.
Biaya permohonan sertifikat tidak terlalu besar, jika merujuk kepada biaya resmi yang dibayarkan ke negara dalam surat perintah setor.
Tetapi pada tahapan ini adakalanya seorang developer menyerahkan permohonan sertifikat kepada seseorang dengan imbalan jasa pengurusan. Untuk membayar jasa inilah biasanya ada biaya tamabahan selain biaya yang wajib disetorkan oleh developer ke kas negara.
Tahapan mengurus HGB adalah sebagai berikut:
Mendaftarkan berkas di loket pendaftaran
Langkah pertama yang harus dilakukan untuk memohonkan sertifikat adalah mendaftarkan berkas permohonan di loket pendaftaran berkas di kantor BPN.
Setelah petugas pendaftaran berkas di loket tersebut menyatakan bahwa berkas permohonan lengkap maka petugas membuatkan surat perintah setor untuk dibayarkan ke bank penerima setoran.
Setelah dibayarkan maka bukti pembayaran tersebut diserahkan kembali ke loket penerima berkas.
Selanjutnya petugas akan memberikan tanda terima berkas yang memuat nomor berkas permohonan. Dimana nomor berkas permohonan ini berguna untuk memantau perkembangan berkas nantinya.
Melakukan pengukuran lokasi
Setelah beberapa hari, berkas sudah didisposisi kepada seorang petugas untuk melakukan tindak lanjut terhadap permohonan sertifikat tersebut.
Tahapan awal, langkah membuat sertifikat ini ditandai dengan adanya petugas dari BPN mengukur lokasi. Setelah pengukuran lalu petugas tersebut memetakan lokasi di peta yang ada di BPN.
Pada tahapan ini akan kelihatan apakah bidang tanah tersebut sudah bersertifikat atau belum. Sehingga jika bidang tanah tersebut sudah bersertifikat maka permohonan tidak dapat dilanjutkan.
Atau ada juga kemungkinan terjadi overlap dengan bidang tanah sebelahnya, maka terhadap kondisi ini harus diselesaikan tentang overlap tersebut terlebih dahulu.
Setelah proses pemetaan dan tidak ada masalah dengan bidang tanahnya maka selanjutnya BPN menerbitkan peta bidang tanah (PBT).
Dimana di dalam peta bidang tanah ini sudah tercantum luasan pasti tanah tersebut. Peta bidang tanah ini menjadi dasar proses selanjutnya yaitu permohonan SK.
Memohonkan SK Hak atas Tanah
Setelah PBT terbit langkah selanjutnya adalah permohonan SK HGB. Langkah ini adalah langkah paling krusial dalam tahapan permohonan sertifikat. Selain krusial tahapan ini memakan waktu yang agak lama karena ada proses pemeriksaan Panitia A.
Dimana anggota Panitia A ini terdiri dari seksi pemberian hak, seksi sengketa tanah dan seksi lainnya yang berhubungan.
Termasuk kepala desa atau lurah juga termasuk anggota Panitia A. Nantinya semua anggota Panitia A harus memeriksa berkasnya terlebih dahulu.
Setelah semua anggota Panitia A sudah menandatangani form Panitia A, maka selanjutnya SK ditandatangani oleh kepala kantor.
Untuk luasan tertentu, penandatanganan SK Hak atas tanah ini dilakukan oleh kepala kantor wilayah atau menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN RI.
Setelah SK hak atas tanah (HGB) ini didapat langkah selanjutnya adalah membayarkan BPHTB ke bank yang ditunjuk untuk selanjutnya bukti pembayaran BPHTB tersebut divalidasi ke dinas pendapatan daerah setempat.
Mendaftarkan SK untuk disertifikatkan
Langkah selanjutnya adalah mendaftarkan SK HGB ke seksi terkait dengan melampirkan juga peta bidang tanah dari seksi pemetaan dan pengukuran.
Berdasarkan SK HGB dan peta bidang tanah maka BPN mencetak sertifikat untuk selanjutnya diberikan kepada pemohon sertifikat. Dengan demikian sertifikat HGB atas nama PT developer sudah selesai.
Menyiapkan pendanaan untuk mengurus perizinan
Setelah lahan diakuisisi, paralel dengan pengurusan sertifikat ke kantor BPN, dapat juga diurus perijinan ke dinas terkait. Ini wajib hukumnya, karena tanpa mengurus perijinan proyek tidak bisa dikerjakan.
Sebelum mengurus perizinan berupa Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) PT developer wajib mengurus rekomendasi-rekomendasi dari dinas daerah terkait.
PBG ini dulunya bernama Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dimana perubahan ini seiring dengan diundangkannya UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau Omnibus Law Cipta Kerja.
Dahulu IMB diurus di pemda setempat sedangkan PBG diurus secara online dengan meng-upload persyaratan di website yang disediakan oleh pemerintah.
Rekomendasi-rekomendasi yang wajib diurus diantaranya rekomendasi dari warga, kepala desa atau lurah dan rekomendasi dari camat.
Selanjutnya rekomendasi-rekomendasi yang diurus adalah rekomendasi dari Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Perhubungan, Dinas Pertanian, Dinas Pemakaman dan Dinas Pemadam Kebakaran.
Dari Dinas Lingkungan Hidup rekomendasi yang diurus adalah rekomendasi Amdal (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan) atau UKL/UPL (Usaha Pengelolaan Lingkungan/Usaha Pemantauan Lingkungan) atau SPPL (Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan).
Rekomendasi dari DLH selanjutnya adalah rekomendasi tentang tempat pembuangan sampah sementara dan baku mutu air minum dan air limbah.
Dari Dinas Perhubungan rekomendasi yang diperlukan adalah rekomendasi Analisa Dampak Lalu Lintas (Andalalin). Sementara dari Dinas Pertanian rekomendasi yang diperlukan bahwa lahan yang akan dibangun proyek properti bukan merupakan lahan pertanian, baik berupa Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) atau Lahan Sawah Dilindungi (LSD).
Rekomendasi selanjutnya adalah rekomendasi tentang Tempat Pemakaman Umum (TPU). Dimana remendasi TPU ini terbit apabila developer sudah menyerahkan lahan untuk pemakaman minimal 2% dari luas lahan proyek.
Khusus untuk pembangunan apartemen, lahan TPU yang wajib disediakan adalah 5% dari luas lahan proyek ditambah dengan luas lantai selain lantai dasar.
Rekomendasi selanjutnya adalah rekomendasi dari dinas pemadam kebakaran. Pentingnya rekomendasi ini supaya apabila terjadi kebakaran dapat dikendalikan dengan sistem pemadam kebakaran.
Kebutuhan biaya untuk rekomendasi-rekomendasi ini memang tidak terlalu besar, lebih kurang dua persen-lah dari nilai proyek.
Memastikan sumber pendanaan
Seorang developer properti musti bisa memetakan kebutuhan pendanaan tersebut sampai dengan memastikan dari mana sumber pendanaan tersebut berasal.
Bisa dari modal sendiri, modal partner, modal dari lembaga pembiayaan dan sumber lainnya.
Masing-masing sumber modal tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan. Dengan modal sendiri pengelolaan proyek lebih fleksibel, semua bisa dengan keputusan sendiri. Karena toh uangnya adalah uang sendiri.
Untung ya untung sendiri sedangkan jika rugi ya rugi sendiri juga.
Sementara apabila menggunakan uang dari partner maka pengelolaan proyek sekurangnya harus memberikan laporan kepada partner pemodal. Dalam pengelolaan proyek tidak bisa sekehendak hati. Karena ada uang orang lain yang harus dipertanggungjawabkan penggunaannya.
Apalagi modal yang dipergunakan untuk menjalankan proyek dari lembaga keuangan, lebih teliti dan presisi lagi harusnya dalam mengelola proyek dan keuangan.
Karena dengan adanya modal dari lembaga keuangan maka ada kewajiban untuk mengembalikan uang tersebut dalam waktu yang sudah diperjanjikan ditambah dengan bunganya.
Cashflow projection
Skema pembiayaan tersebut akan terlihat detilnya pada rencana cashflow proyek. Dimana dalam perencanaan cashflow tersebut akan kelihatan berapa kebutuhan modal proyek, kapan kebutuhan tersebut musti ada, dan bagaimana cara memenuhi kebutuhan.
Tak lupa dalam cashflow prejection tersebut akan kelihatan juga target uang masuk, baik besarnya maupun waktunya. Target uang masuk inilah nanti yang menjadi panduan kerja orang-orang yang akan terlibat dalam proyek nantinya. Bisa dikatakan cashflow projection ini menjadi panduan yang musti menjadi pedoman.
Misalnya pada bulan keenam proyek membutuhkan uang 1 milyar rupiah; untuk membayar kontraktor, membayar termin kedua pembayaran tanah dan kebutuhan lainnya.
Dengan adanya rencana uang keluar yang sudah pasti ini, maka di sisi uang masuk harus sudah ada perencanaan; darimana uang masuk harus didapatkan.
Mungkin saja dengan melakukan penjualan lebih kencang lagi, menawarkan investasi kepada investor atau dengan cara apapun sehingga kebutuhan uang ini bisa terpenuhi.
Lihat artikel lainnya:- Ini Dia Sumber Pendanaan Proyek Properti Anda
- Untuk Orang yang Ingin Menjadi Developer Properti Tapi Bingung Memulai
- Kelebihan Dan Kekurangan Menggunakan Investor Orang Pribadi dan Perbankan
- Pak Bagaimana Cara Memulai Sebuah Proyek Properti?
- Syarat Menjadi Developer Perumahan
- Menjadi Developer Properti Itu Harus Mampu Menggerakkan Dukungan Dari Orang Lain
- Ini Caranya Supaya Teman Mau Membiayai Proyek
- Begini Cara Developer Mencari Pendanaan untuk Proyek, Mudah
- Wajib Hukumnya Developer Memiliki Tim Legal Cakap Di Proyek
- Strategi Mengajukan Kredit Pemilikan Lahan atau KPL ke Bank
- Pentingnya Mempersiapkan Modal Awal Untuk Proyek
- Ini Dia Pembiayaan Perbankan untuk Developer dan Konsumen
- Jika Tidak Yakin Akan Berhasil Di Bisnis Properti Sebaiknya Jangan
- CATAT, Ini Kunci Sukses Seorang Pengembang Properti
- Mengapa Sulit Mencari Investor?