Beberapa hari yang lalu, saya ketemu anggota DEPRINDO yang semula seorang pemborong atau kontraktor di proyek-proyek perumahan saat ini tengah bersiap untuk menjadi developer.
Istilah keren di kalangan developer adalah naik kelas. Naik kelas dari sekedar pemborong perumahan menjadi developer perumahan.
Dia meminta saran saya dari sisi manajerial apa yang harus dilakukan. Berikut sudut pandang saya.
Kurangi Eagle View ubah ke Helicopter View
Ketika masih pada posisi kontraktor, kita lebih banyak berfokus hanya pada 1 titik dari sistem mata rantai bisnis properti, yaitu membangun dan membangun.
Fokus kita untuk menbangun unit-unit rumah, bak mata elang kita sangat cermat, teliti dan detail pada kegiatan ini.
Kita tahu jumlah bata merah atau hebel dari 1 unit rumah, kita tahu jumlah batu belah untuk pondasi, kita detail dengan volume cat, kebutuhan lantai keramik dll.
Secara detil pula kita tahu berapa jumlah tukang dan berapa lama sebuah pondasi bisa diselesaikan, berapa lama masa kering lantai dak dst.
Ketika berubah menjadi developer, perlahan tapi pasti, kita akan mengurangi detail mata elang kita dan memulai mempelajari, mengenal, membaca, mengerti seluruh persoalan pada industri properti.
Berkurang dari hal-hal detail membangun unit rumah karena kita harus paham zonasi lahan, harus paham penguasaan ijin lokasi, harus mengerti apa itu tanah girik, letter C, Petuk Desa, SKT, SHM atau SHGB.
Harus paham bagaimana menaklukkan pemilik tanah, harus paham cara mengatur arus kas, harus paham ruwetnya perijinan dan sertifikasi tanah.
Dari awal kita hanya tahu bagaimana mengatur mandor dan tukang untuk membangun unit, begitu menjadi developer kita akan menangani jasa perencanaan, staff admin, staff marketing, manajer proyek dan berbagai persoalan kepegawaian.
Ketika menjadi pemborong, setelah unit jadi tugas hanya mengejar tagihan ke developer. Begitu menjadi developer kita akan dipusingkan dengan tagihan pemborong.
Demikian juga ketika unit rumah jadi, ketika menjadi developer kita akan berpikir bagaimana menjual dan memasarkannya.
Dari Manajer Menjadi Leader
Dalam mata rantai bisnis properti, ketika kita hanya menjalankan bagian-bagiannya pada dasarnya kita hanya berfungsi sebagai manajer.
Meskipun sebagai pemborong secara personal adalah leader. Disebut hanya sebagai manajer karena kita pada dasarnya hanya menjalankan pesanan dari developer pemberi kerja.
Bentuk dan type rumah yang kita bangun mengikuti pesanan developer.
Demikian juga dari sisi jenis material, bahan baku semua sudah dituangkan dalam SPK. Sebagai manajer kita hanya menjalankan.
Berbeda ketika menjadi developer. Kita akan terkondisikan sebagai leader. Menjadi pemimpin yang harus bisa memastikan bisnis properti ini bisa berjalan.
Mulai dari perencanaan, memikirkan, menyusun rencana kerja, memastikan ketersediaan modal, memenuhi kebutuhan personalia, memesan bangunan ke pemborong sampai menjual unit rumah.
Fungsi sebagai Leader akan mengkondisikan kita dalam berbagai kreatifitas dan inovasi agar semua bisa berjalan sebagaimana diharapkan.
Kurangi urus detail, mulai pendelegasian wewenang
Ketika naik kelas menjadi developer, kita tidak lagi mengurus belanja semen untuk bangun rumah atau belanja berapa kaleng cat tembok yang diperlukan.
Kita tidak mengurus berapa rit truk pengangkut tanah urug untuk cut and fill.
Menjadi developer cukup tahu kapan unit rumah selesai dibangun sama pemborong yang kita tunjuk.
Menjadi developer cukup tahu kapan urugan tanah kelar dan tidak menimbulkan persoalan lingkungan.
Menjadi developer kita tidak perlu terlalu detail bagaimana system pencatatan staff keuangan kita, tapi cukup tahu dan bisa membaca berapa anggaran yang harus disiapkan atau telah dikeluarkan.
Urusan detail adalah urusan manajer yang menjalankan itu semua. Sebagai leader kita wajib dan harus mampu mendelegasikan wewenang.
Tugas kita lebih banyak pada keputusan-keputusan strategis dengan kaca mata holistic atas semua persoalan dalam bisnis properti.
Berikan kepercayaan ke manajer agar ringan tugas kita
Sebagai developer dengan posisi leader, wajib kita percaya pada manajer dan staf-staf yang kita pilih dan kita tunjuk sendiri.
Kebiasaan sebelumnya, yaitu ketika menjadi pemborong yang serba dijalankan sendiri pada saatnya menjadi developer kita harus percaya pada manajer dan staff.
Hal-hal detail tentang harga pasir atau bata merah serahkan dan percayakan pada manajer kita.
Menjadi developer tidak lagi memusingkan diri pada hal-hal teknis yang justru membebani pikiran dan waktu kita.
Jangan kotori pikiran kita dengan kecurigaan berlebihan pada staff dan manajer kita. Kecurigaan dan campur tangan berlebihan pada hal-hal teknis justru bisa menjadi bumerang.
Perasaan tidak dipercaya pada diri manajer dan staff hanya akan menimbulkan kefrustasian yang bisa merusak rencana besar proyek kita.
Bisnis properti adalah bisnis lapangan, bukan bisnis kantoran dengan system absensi yang biasanya dijalankan.
Kerja lapangan adalah bagaimana sebuah tugas yang diberikan ke manajer dan staff terselesaikan, meskipun mulai kerja jam 12 siang sekalipun.
Demikian juga dalam hal keuangan, akan banyak ketemu berbagai biaya yang timbul diluar budget yang telah direncanakan.
Sebagai contoh, ketika manajer belanja tanah urukan, anggaran tidak semata-mata volume kubikasi ketemu nilai rupiah tertentu.
Pengeluaran ekstra yang mungkin tidak kita perhitungkan adalah hal lumrah dialami manajer kita. Ongkos preman, iuran lingkungan, jamuan tamu aparat, bahkan mungkin tips dan uang senggol bisa saja manajer kita lakukan.
Jangan mengabaikan hal-hal kecil yang dilakukan manajer dengan sekedar tidak ada bukti atau bon belanja.
Memberikan kepercayaan sekaligus mengurangi campur tangan pada hal-hal teknis.
Wilayah dimana manajer kita bisa menjalankan, janganlah kita turut sibuk sehingga manajer jengah dan ujung-ujungnya menunggu pendapat kita.
Berikan kebebasan untuk mengambil keputusan yang pada dasarnya adalah keahlian dari manajer itu sendiri.
Mengurangi campur tangan tidak hanya pada teknis pekerjaan, namun juga dalam mengelola staff di bawah manajer.
Jika tidak terlalu penting, kurangi istruksi atau perintah kepada staff di bawah manajer kita. Hindari staff pada kebingungan akibat tumpeng tindih instruksi atasan.
Kecenderungan staff lebih menerima perintah dan instruksi kita akan mengurangi wibawah manajer sebagai atasannya langsung.
Betapa jengkelnya manajer kita, jika staff kita membantah dan mengatakan kata boss besar, jangan dikerjakan.
Sekali lagi berikan kepercayaan dan kurangi rasa curiga berlebihan. Ketika kepercayaan kita berikan, yakinlah niat baik dan kejujuran justru lebih mudah kita dapatkan.
Selamat Belajar
Mandor Tomo | Sekjen DEPRINDO
Lihat artikel lainnya:- Bisnis Properti yang Menciptakan Kekayaan
- Mengapa Sulit Mencari Investor?
- Menekan Ketakutan Menjadi Developer Dengan Merubah Mindset
- Menawarkan Proyek Properti Ke Investor, Hal-Hal Yang Harus Dipahami
- Pentingnya Perencanaan Arus Kas (Cashflow) Pada Proyek Modal Pas-Pasan
- Menghadapi Potensi Resesi dan Prospek Bisnis Properti
- Berternak Ala Developer Properti
- Butuh Mentor? Ini Dia Kiat Menyerap Ilmu dari Mentor
- Ini Yang Harus Dikuasai Ketika Mulai Menjual Rumah
- Dampak Tapering Off The Fed Pada Bisnis Properti Di Indonesia
- [TRUE STORY] Jangan Anggap Remeh Legalitas Proyek
- Imbas Kenaikan Suku Bunga dan Harga BBM Pada Industri Properti
- Bagaimana Membuat Materi Umbul-Umbul Perumahan Yang Menarik
- Ciptakan Kesan Proyekmu Berjalan Lancar, Agar Dukungan Mengalir
- Menyikapi Kinerja Marketing Anak Buah