Inilah Kenapa KPR-Mu Ditolak Bank

Ada beberapa alasan mengapa permohonan KPR (Kredit Pemilikan Rumah) dapat ditolak oleh pemberi pinjaman, seperti bank atau lembaga keuangan.

Berikut ini adalah beberapa faktor umum yang dapat menyebabkan penolakan permohonan KPR:

Tidak Memenuhi Syarat Kelayakan Keuangan

Bank atau lembaga keuangan akan mengevaluasi kelayakan keuangan calon peminjam sebelum menyetujui permohonan KPR.

Jika calon peminjam tidak memenuhi persyaratan penghasilan, memiliki catatan kredit buruk, atau memiliki rasio utang yang terlalu tinggi, permohonan dapat ditolak.

Tidak Cukup Uang Muka

Biasanya, pemberi pinjaman akan menetapkan persyaratan uang muka yang harus dibayarkan oleh calon peminjam sebagai bagian dari pembelian properti.

Jika calon peminjam tidak memiliki uang muka yang mencukupi, permohonan KPR dapat ditolak.

Tidak Memenuhi Persyaratan Dokumen

Permohonan KPR memerlukan pengajuan dokumen yang diperlukan, seperti salinan KTP, slip gaji, laporan keuangan, dan dokumen properti. (more…)

Menjual Perumahan Subsidi, Free Biaya-Biaya, Ndak Bahaya Ta?

Ada beberapa developer perumahan subsidi yang menerapkan strategi free biaya-biaya dalam menjual. Jika tidak dihitung bener-bener maka strategi ini bisa merugikan developer.

Mari kita lihat apa konsekuensinya jika dalam penjualan perumahan subsidi developer menerapkan strategi free biaya-biaya. Ohya untuk diketahui bahwa free biaya-biaya disini termasuk pajak. Karena pajak termasuk biaya yang harus ditanggung pembeli.

Nah apa saja biaya-biaya yang wajib dibayarkan ketika membeli perumahan subsidi? Biaya tersebut diantaranya adalah biaya Notaris, biaya akad dan pajak.

Biaya Notaris

Biaya Notaris disini termasuk perikatan-perikatan antara developer dengan konsumen seperti PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli), AJB (Akta Jual Beli), biaya baliknama sertifikat dan biaya peningkatan sertifikat HGB (Hak Guna Bangunan) menjadi SHM (Sertifikat Hak Milik).

Biaya PPJB dan atau AJB

Biaya PPJB tertagih apabila belum bisa dilaksanakan AJB, besarnya biaya ini paling besar adalah 1% dari nilai jual beli yang tertera di dalam PPJB. Apabila sudah bisa dilakukan AJB, maka dibuatlah AJB dengan akta PPAT.

Besarnya biaya AJB ini juga paling besar 1%. Ada juga yang menghitung bahwa untuk PPJB dan AJB sudah include dalam 1% tersebut. Ya, ini bisa negosiasi dengan Notaris atau PPAT karena ini adalah honorarium Notaris/PPAT.

Biaya baliknama sertifikat

Biaya selanjutnya yang menjadi kewajiban pembeli adalah biaya untuk baliknama sertifikat. Biaya baliknama ini nantinya langsung disetorkan ke kas negara ketika mengajukan baliknama sertifikat ke kantor BPN. Biaya ini tidak terlalu besar, tetapi biasanya ada Notaris yang menetapkan biaya ini 1%. Ya boleh-boleh saja, tetapi ini bisa juga dinegosiasikan.

Biaya peningkatan SHGB menjadi SHM

Selanjutnya biaya perlu dipersiapkan oleh pembeli adalah biaya untuk meningkatkan HGB menjadi SHM. Karena ketika akad kredit sertifikat atas rumah yang dibeli masih HGB atas nama developer. Lalu dengan adanya AJB maka dibaliknama ke atas nama pembeli.

Ketika baliknama selesai maka sertifikatnya masih HGB tetapi sudah atas nama pembeli. Proses selanjutnya adalah meningkatkan HGB atas nama pembeli tersebut menjadi SHM.

Sebenarnya permohonan HGB menjadi SHM ini bisa dilakukan sendiri oleh pembeli, tetapi biasanya pembeli lebih nyaman jika langsung dikerjakan oleh Notaris. Sehingga pembeli tahu beres. Semua pembeli perumahan rata-rata menginginkan terima beres.

Inilah kurang lebih biaya untuk Notaris yang musti disediakan oleh pembeli. Jika melakukan hitungan pendekatan, biaya-biaya ini bisa dihitung 3% sampai dengan 5%.

Biaya akad kredit di bank

Biaya selanjutnya yang musti disiapkan oleh konsumen ketika membeli perumahan subsidi adalah biaya untuk akad kredit. Yang termasuk dalam biaya akad ini adalah provisi, administrasi dan biaya proses. Besarnya biaya ini biasanya antara 3% sampai dengan 5%.

Selain itu ada juga kebutuhan uang tunai bagi pembeli perumahan subsidi yaitu untuk membeli materai. Karena banyak sekali dokumen yang wajib ditandatangani masyarakat ketika membeli perumahan subsidi. Dan semua dokumen tersebut wajib dibubuhi materai. 

Jika dilihat nominal memang kecil, berapa sih harga materai, cuma 10 ribu, tetapi jika butuh 30 materai dalam proses akad kredit jumlahnya akan lumayan besar juga. Bagi MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) uang ratusan ribu itu sesuatu banget. Memberatkan!

Sebenarnya ketika akad kredit pembelian perumahan adalah lagi pos biaya yaitu asuransi jiwa dan asuransi kebakaran. Biaya-biaya ini untuk perumahan subsidi digratiskan. Ini ditanggung negara jika terjadi resiko yang biasa ditanggung asuransi. 

Pajak

Dalam pembelian perumahan subsidi ada pajak yang tertagih kepada pembeli yaitu BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan). Besarnya sekitar 5%. Ini cara menghitungnya:

Besarnya BPHTB = (NPOP – 60 juta) x 5%

Dimana NPOP adalah Nilai Perolehan Objek Pajak, sama juga dengan harga rumah.

60 juta ketetapan NPOPTKP (Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak). Nilai NPOPTKP sama di seluruh Indonesia (Rp60 juta) kecuali beberapa daerah seperti DKJ Jakarta dan Surabaya, masing-masing Rp80 juta dan Rp75 juta.

Jadi untuk menghitung BPHTB, dikurangi dulu harga rumah dengan 60 juta lalu dikali 5%.

Jika bukan perumahan subsidi adalah lagi biaya yang perlu disiapkan yaitu PPN (Pajak Pertambahan Nilai), besarnya 11%. Nilai ini kemungkinan bisa saja naik sesuai dengan peraturan pemerintah.

Ada pajak lain yang musti dibayarkan ketika terjadi transaksi jual beli perumahan subsidi yaitu PPh (Pajak Penghasilan). Namun pajak ini tanggung jawab developer, karena dalam transaksi ini developer yang mendapatkan penghasilan.

Lihatlah besarnya biaya-biaya yang musti dibayarkan oleh pembeli perumahan subsidi. Jika seorang developer menerapkan free biaya-biaya dalam menjual perumahan subsidi maka biaya-biaya tersebut menjadi tanggungjawab developer. Ini tentu saja akan mengurangi margin developer. Karena developer tidak boleh menaikkan harga perumahan subsidi.

Jika setelah dihitung biaya-biaya tersebut masih memberikan laba yang bagus kepada developer ya ok ok saja. Tetapi jika tidak dihitung dengan seksama maka ini bisa membahayakan kelangsungan proyek.

Yang paling menentukan kelayakan penerapan strategi ini adalah Harga Pokok Produksi (HPP) proyek. Harga HPP dipengaruhi harga tanah ketika mengakuisisi dan efisiensi developer dalam membangun.

Jika harga tanah masih murah dan dalam membangun developer bisa menerapkan efisiensi maka strategi bebas biaya-biaya amat bisa diterapkan. Jika sebaliknya, harga tanah sudah tinggi, dalam membangun tidak efisien nda bahaya ta?

 

Strategi Gimmick Marketing Yang Bisa Dipraktekkan

Dalam menjual properti seperti rumah, ruko, apartemen, atau properti lainnya, ada beberapa gimmick yang bisa dipraktekkan. Dimana gimmick ini bertujuan untuk membuat calon pembeli tertarik. Gimmick tersebut diantaranya; jual tunai dengan diskon, bebas biaya-biaya, tanpa DP dan bebas pajak-pajak. Dalam prakteknya sebenarnya masih banyak lagi gimmick yang bisa dilakukan.

Jual tunai dengan diskon

Strategi ini paling banyak dipraktekkan oleh developer di awal-awal pengembangan proyek. Tujuannya tentu saja untuk mendapatkan uang tunai. Dimana uang tunai ini nanti dipergunakan untuk mengelola proyek.

Bisa juga uang hasil penjualan tunai digunakan untuk membangun proyek. Bahkan ada juga yang lebih ekstrim mempraktekkan ini, dimana uang tunai yang diperoleh digunakan untuk mengurus perizinan dan mengerjakan persiapan proyek.

Berarti saat menjual perizinan belum diurus seluruhnya. Tetapi ketika mempraktekkan strategi ini sekurangnya sudah ada perizinan awal, misalnya PKKPR (Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Penataan Ruang) dan KRK (Ketarangan Rencana Kota/Kabupaten).

Hal ini agak berbahaya jika perizinan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Maksudnya jika ada kendala dalam mengurus perizinan maka bisa saja janji kepada pembeli yang membeli tunai jadi tidak bisa ditepati.

Misalnya seseorang membeli satu unit rumah dengan cara tunai, dengan perjanjian bahwa serah terima unit rumah tersebut adalah 12 bulan. Lalu setelah itu developer mengurus perizinan.

Taroklah perizinan diurus selama 6 bulan dan setelahnya enam bulan lagi membangun. Jika ini terjadi tidak ada masalah dengan konsumen tersebut. Serah terima rumah bisa seperti yang diperjanjikan, yakni 12 bulan.

Tetapi akan menjadi masalah jika ada kendala ketika mengurus perizinan, misalnya molor sampai 12 bulan, maka serah terima dengan konsumen molor juga. Ini yang musti diperhatikan oleh developer.

Sekarang pertanyaannya adalah berapa layaknya diberik diskon untuk konsumen yang membeli tunai di awal-awal ini?

Tidak ada patokan resminya, semua tergantung kepada itung-itungan developer. Ada yang rela memotong sampai dengan 50% karena ia amat butuh cashflow, seperti orang terdampar di padang pasir di siang hari yang butuh segelas air.

Ada developer yang cukup rela hilang margin saja, alias harga HPP. Mungkin sekira 30% diskonnya. Tetapi ada juga yang normal-normal saja, mengurangi margin sedikit saja. 10% sampai dengan 20% cukup. Penjualan tunai ini hanya untuk menumbuhkan keyakinan padanya bahwa produknya bisa dijual.

Bebas biaya-biaya

Gimmick selanjutnya yang bisa dipraktekkan adalah dengan memberikan konsumen bebas biaya-biaya. Karena dalam transaksi jual beli properti seperti rumah, apartemen, ruko, kantor atau properti lainnya ada biaya-biaya yang timbul.

Diantara biaya-biaya tersebut adalah biaya Notaris dan biaya sertifikat menjadi SHM. Selain itu juga ada biaya bank jika membeli dengan KPR. Biaya-biaya tersebut adalah provisi, administrasi dan asuransi. Provisi dan administrasi biasanya masing-masing 1% sementara biaya asuransi tergantung bank dan kondisi konsumen. Asuransi juga ada dua yaitu asuransi jiwa dan asuransi kebakaran.

Jika biaya ini digratiskan maka biaya-biaya tersebut ditanggung oleh developer. Biaya-biaya tersebut terpaksa diambil dari harga jual dengan memotong margin sebagai developer. Tetapi jika dihitung bener-bener tentu tidak akan menrugikan.

Tanpa DP

Gimmick lainnya adalah tanpa DP atau uang muka. Strategi ini amat terasa jika konsumen membeli dengan KPR (Kredit Pemilikan Rumah). Karena sudah menjadi model orang Indonesia yang kesulitan dalam menyediakan uang muka. Walaupun ia sanggup mencicil sesuai dengan penghasilannya.

Bagi developer dalam menerapkan strategi ini tidak ada masalah, karena developer akan menerima dari bank pemberi KPR sesuai dengan plafond yang disetujui oleh bank.

Yang perlu diperhatikan hanyalah kelayakan harga dari sisi bisnis. Apakah dengan plafond yang disetujui bank developer sudah mendapatkan untung. Simpel saja.

Akan lebih terasa lagi jika strategi bebas DP ini juga dibarengi dengan bebas biaya-biaya. Konsumen betul-betul ringan dalam membeli rumah. Jadi jika kondisinya seperti ini, maka konsumen hanya perlu uang sedikit saja ketika membeli rumah.

Hanya saja musti dikasi pemahaman kepada konsumen bahwa jika ia tidak sanggup bayar DP maka hutangnya menjadi lebih besar, sehingga cicilannya juga menjadi lebih besar tiap bulannya. Ini tentu tidak masalah jika penghasilan perbulan cukup untuk membayar cicilan sesuai dengan tim analis dari bank.

Bebas pajak-pajak

Selain gimmick di atas ada lagi yang bisa dipraktekkan yaitu bebas pajak-pajak. Karena pajak-pajak dalam transaksi properti ini cukup besar.

Pajak-pajak tersebut adalah BPHTB dan PPN. BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) adalah pajak yang ditanggung pembeli. Besarnya kurang lebih 5% dari nilai transaksi.

Sementara PPN (Pajak Pertambahan Nilai) juga menjadi kewajiban pembeli. Besarnya 11%. Ada kemungkinan ke depan PPN ini dinaikkan oleh pemerintah. Ya sudahlah.

Mempraktekkan ini bisa-bisa saja dilakukan oleh developer. Karena negara tidak mau tahu dari siapa uangnya, tetapi transaksi jual beli properti atas objek tersebut sudah dibayarkan BPHTB dan PPN-nya. Tentu developer musti berhitung tentang harga jual supaya proyek tetap layak secara bisnis walaupun BPHTB dan PPN dibayarkan oleh developer.

Penulis: Asriman A. Tanjung, ST
Penulis buku Cara Benar Meraih Sukses Di Bisnis Properti yang diterbitkan Gramedia
Pendiri dan Ketua Dewan Pembina DEPRINDO (Developer Properti Indonesia), asosiasi developer properti yang sudah diakui pemerintah
Pemilik asriman.com, blog properti nomor 1 di Indonesia

 

Ini Hal-Hal yang Harus Diperhatikan Ketika Mengurus Perizinan Proyek Properti

Mengurus perizinan proyek properti adalah langkah penting dalam pengembangan properti yang memastikan kepatuhan hukum dan regulasi yang berlaku.

Berikut adalah beberapa langkah umum yang perlu Anda ikuti dalam mengurus perizinan proyek properti:

Identifikasi perizinan yang diperlukan

Tentukan jenis perizinan yang diperlukan untuk proyek properti Anda. Hal ini dapat mencakup izin pembangunan, izin lingkungan, izin penggunaan lahan, izin reklamasi, dan lain-lain.

Konsultasikan dengan pihak berwenang setempat atau konsultan hukum untuk mendapatkan informasi yang tepat mengenai perizinan yang dibutuhkan.

Kumpulkan dokumen dan informasi yang diperlukan

Siapkan dokumen dan informasi yang dibutuhkan untuk mengajukan permohonan perizinan. Ini bisa termasuk rencana proyek, gambar teknis, studi kelayakan, laporan lingkungan, dokumen kepemilikan lahan, dan perencanaan keuangan. (more…)

Strategi Ampuh Menjadi Developer Properti Syariah

 

Peluang bisnis properti syariah di Indonesia

Developer properti syariah berpeluang besar memainkan peran di Indonesia karena mayoritas penduduk kita beragama muslim. Ceruk pasar yang bisa dimasuki sangat luas dan dalam.

Perkembangan terkini memperlihatkan bahwa semakin banyak konsumen yang menginginkan skema syariah dalam proses pembelian propertinya karena semakin teredukasinya masyarakat oleh pola bisnis syariah. 

Berbanding lurus dengan keinginan banyak insan bisnis yang ingin menjadi pelaku bisnis syariah. Bagi mereka berbisnis bukan sekedar untung rugi, tetapi bisnis dipandang sebagai salah satu jalan ibadah, bisnis adalah tentang dosa dan pahala, lebih jauh lagi berbisnis adalah tentang sorga dan neraka.

Pola pembelian properti yang selama ini menggunakan fasilitas pembiayaan dari perbankan konvensional dinilai bertentangan dengan agama Islam karena terkait dengan riba.

Dalam Islam riba itu sangat dihindarkan karena termasuk dosa besar. Banyak dalil yang bisa dieksplor yang bisa menjadi landasan memaknai haramnya riba, dalam Al Qur’an maupun hadits, termasuk juga pendapat para ulama.

(more…)

Pentingnya Grace Period Dalam Negosiasi Pembayaran Tanah

Grace period atau masa tenggang amat penting untuk disepakati ketika negosiasi. Dalam bidang apapun. Termasuk negosiasi pembayaran tanah antara seorang developer dengan pemilik lahan. Misalnya si developer menginginkan pembayaran tanah secara bertahap. Jadi bukan negosiasi untuk pembayaran tunai.

Dalam negosiasi dengan pemilik tanah grace period ini maksudnya adalah ada masa tenggang dimana seorang developer belum wajib membayar tahapan pembayaran tanah. Biasanya di awal-awal terjadi kesepakatan.

Perlunya grace period dalam pembayaran tanah ini bagi seorang developer adalah untuk memberi kesempatan developer mengerjakan proyek tanpa ada kewajiban membayar cicilan tanah.

Mengerjakan proyek dalam arti yang seluas-luasnya, mulai mengurus perizinan dan legalitas tanah sampai dengan melakukan persiapan lahan. Dimana waktu untuk mengurus perizinan dan legalitas ini sekurangnya butuh enam bulan, bahkan lebih.

Kenapa sampai lama mengurus perizinan dan legalitas tanah?

Karena banyak sekali perizinan yang musti diurus oleh seorang developer ketika mengembangkan sebuah proyek properti. Taroklah sebuah proyek perumahan yang dikerjakan oleh sebuah PT (Perseroan Terbatas).

Perizinan tersebut berupa rekomendasi-rekomendasi dari dinas terkait yang ada di daerah setempat. Misalnya Dinas Lingkungan Hidup. Dinas Pemadam Kebakaran, Dinas Pertanian, Dinas Perhubungan, Dinas Pemakaman dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu (DPMPTSP) dan dinas lainnya sesuai peraturan yang berlaku di suatu daerah.

Sementara legalitas tanah yang musti diurus oleh seorang developer adalah sertifikasi tanah proyek. Jika developernya PT maka tanah proyek harus berupa Hak Guna Bangunan (HGB).

Untuk mengurus HGB inilah yang membutuhkan waktu yang lama. Karena banyak tahapan yang musti dikerjakan, mulai dari mengurus di kantor desa atau kelurahan sampai dengan pengurusan di kantor BPN setempat.

Pengurusan di kantor BPN setempat juga harus melalui beberapa tahapan, mulai dari pengukuran, Panitia A sampai dengan pembukuan sertifikat.

Pengukuran cenderung lebih cepat karena ada data yang diambil di lapangan kemudian diplot di peta yang ada di sistem BPN. Proses yang membutuhkan waktu lebih lama ada Panitia A untuk mendapatkan SK HGB.

Karena untuk mendapatkan SK ini banyak seksi di BPN yang terlibat, mulai dari seksi pengukuran dan pemetaan, seksi sengketa, seksi pemberian hak dan seksi lainnya. Sekurangnya tahapan ini membutuhkan waktu tiga bulan. Belum lagi jika sendainya ada kekurangan berkas akan lebih lama lagi waktu yang dibutuhkan.

Langkah selanjutnya juga lebih cepat karena hanya perlu untuk membayar BPHTB dan pembukuan sertifikat sampai dengan menjadi sertifikat seperti yang ada masyarakat saat ini.

Jadi melihat langkah ini memang membutuhkan waktu yang lama. Sekurangnya butuh enambulan. Itu jika lancar. Jika tidak lancar bisa lebih lama. Bisa delapan bulan, setahun atau bahkan ada yang mengalami dua tahun membuat sertifikat tidak selesai-selesai. Entah iya entah tidak.

Nah selama enam bulan atau selama mengurus perizinan dan legalitas tanah tersebut seyogyanya si developer tidak perlu memikirkan pembayaran tanah. Biarlah ia fokus mempersiapkan dan mengerjakan proyek. Toh nantinya jika pengerjaan proyek lancar, pembayaran tanah juga akan lancar. Pemilik lahan juga happy pastinya.  

Akan lebih bagus bagi seorang developer jika pada masa grace period ini ia sudah bisa menjual. Dengan demikian pembayaran tahapan tanah selanjutnya bisa diambil dari penjualan. Dengan demikian developer tidak membutuhkan pembiayaan dari pihak eksternal.

Hanya saja dalam melakukan tahapan proyek ini, perlu perhitungan yang presisi. Jangan sampai meleset karena akan ada kewajiban yang musti ditunaikan, terutama kewajiban menbayar tanah.

Supaya pembayaran tanah lancar sebaiknya pembayaran tanah termin pertama setelah pembayaran uang muka sekurangnya butuh waktu dua belas bulan.

Dimana waktu dua belas bulan ini harusnya cukup untuk mengurus perizinan dan legalitas proyek. Dan di bulan ke dua belas sudah ada penjualan untuk membayar cicilan tanah. Sesimple itu.

 

 

 

Ini Dia Halangan Menjadi Developer Properti Bagi Pemula

Menjadi Developer Properti Butuh Modal Besar

Banyak yang berpendapat bahwa menjadi developer properti butuh modal besar. Pendapat itu tidak salah tetapi tidak sepenuhnya benar.

Tidak salah karena memang membutuhkan modal yang besar untuk memulai sebuah bisnis properti. Modal tersebut dibutuhkan di awal proyek diantaranya untuk membeli lahan.

Tetapi jika dirimu tidak punya uang ada strategi tertentu yang bisa dilakukan supaya kebutuhan modal yang besar bisa disiasati.  

Butuh Uang Besar untuk Membeli Tanah, Mengurus Legalitas, Membuat Desain dan Mengerjakan Persiapan Lahan

Ketidakpunyaan modal merupakan penghalang utama orang untuk menjadi developer properti. Karena memang untuk menjadi developer properti dibutuhkan modal besar.

Mari kita lihat suatu contoh, apabila seorang developer properti akan mengembangkan proyek dengan luas tanah 2 hektare, tak kurang dibutuhkan uang 6 milyar rupiah untuk membeli tanahnya saja, apabila tanah tersebut harganya 300.000 permeter persegi.

Pertanyaannya tentu saja, dari mana Anda mendapatkan uang 6 milyar rupiah tersebut?.

Itu suatu contoh yang besar, ok sekarang mari kita lihat tanah yang tidak begitu besar, katakanlah luasnya 2.000 meter persegi dengan harga 500.000 rupiah per-m2.

Maka biaya yang dibutuhkan untuk membeli tanahnya saja 1 milyar rupiah. Masih merupakan angka yang besar bagi sebagian orang.

Biaya tersebut masih akan membengkak lagi jika dihitung biaya untuk membuat perencanaan, mengurus legalitas dan pekerjaan persiapan.

Anggap saja untuk membuat perencanaan tarifnya tidak terlalu besar sehingga bisa kesampingkan. Tapi untuk mengurus legalitas harus diperhitungkan benar-benar. Jika bisa diasumsikan biaya untuk legalitas—termasuk perijinan—adalah 15 juta rupiah per-unit, sehingga biaya yang dibutuhkan adalah 150.000.000 rupiah jika tanah ini akan dibangun 10 unit rumah.

Tidak sampai di situ, biaya akan bertambah lagi jika kondisi tanah belum siap bangun atau memerlukan pengurugan atau pekerjaan persiapan lainnya.  (more…)

Ini Alasan Gampangnya Menjual Properti

Dalam menjual properti seorang tenaga marketing butuh kepercayaan diri tinggi dan strategi

Pentingnya belief dalam menjual

Pada artikel sebelum ini saya pernah menulis tentang pentingnya belief dipunyai oleh seseorang untuk berhasil dalam apapun bidang yang sedang dikerjakannya, tak terkecuali bidang properti sebagai marketing.

Belief mengandung arti keyakinan, keyakinan mampu menjual bagi seorang yang bernama tenaga marketing. Tanpa belief seorang marketing akan bekerja tidak semangat apalagi jika menemui hambatan.

Mereka bersikap ogah-ogahan dalam melayani klien, lebih dahulu timbul prasangka bahwa orang yang datang tidak akan membeli, sehingga mereka melayani konsumen secara asal jadi dan menganggap pekerjaan hanya sebagai rutinitas. Tidak ada passion disitu, yang ada hanya mejalankan tugas.

Padahal jika makhluk yang bernama keyakinan itu ada dalam benak seorang tenaga marketing alangkah gampangnya memasarkan properti itu.

Angka backlog masih tinggi, 12,7 juta

Sebabnya, kondisi riil tentang kebutuhan hunian yang konon masih di angka 12,7 juta rumah. Itu untuk data tahun 2022. 

Suatu angka kebutuhan yang luar biasa. Kononnya lagi bahwa pemenuhan terhadap kebutuhan tempat tinggal tersebut jauh dari cukup.

Tahun 2022 kemaren hanya 30% saja dari kebutuhan itu terpenuhi. Artinya masih banyak peluang kita menjualkan properti kepada sebanyak mungkin orang. (more…)

×

Hallo...!

Workshop Cara Benar Memulai Bisnis Developer Properti Bagi Pemula akan diadakan tanggal 21 - 22 Desember 2024 di Jakarta

× Info Workshop Developer Properti