Ada beberapa developer perumahan subsidi yang menerapkan strategi free biaya-biaya dalam menjual. Jika tidak dihitung bener-bener maka strategi ini bisa merugikan developer.
Mari kita lihat apa konsekuensinya jika dalam penjualan perumahan subsidi developer menerapkan strategi free biaya-biaya. Ohya untuk diketahui bahwa free biaya-biaya disini termasuk pajak. Karena pajak termasuk biaya yang harus ditanggung pembeli.
Nah apa saja biaya-biaya yang wajib dibayarkan ketika membeli perumahan subsidi? Biaya tersebut diantaranya adalah biaya Notaris, biaya akad dan pajak.
Biaya Notaris
Biaya Notaris disini termasuk perikatan-perikatan antara developer dengan konsumen seperti PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli), AJB (Akta Jual Beli), biaya baliknama sertifikat dan biaya peningkatan sertifikat HGB (Hak Guna Bangunan) menjadi SHM (Sertifikat Hak Milik).
Biaya PPJB dan atau AJB
Biaya PPJB tertagih apabila belum bisa dilaksanakan AJB, besarnya biaya ini paling besar adalah 1% dari nilai jual beli yang tertera di dalam PPJB. Apabila sudah bisa dilakukan AJB, maka dibuatlah AJB dengan akta PPAT.
Besarnya biaya AJB ini juga paling besar 1%. Ada juga yang menghitung bahwa untuk PPJB dan AJB sudah include dalam 1% tersebut. Ya, ini bisa negosiasi dengan Notaris atau PPAT karena ini adalah honorarium Notaris/PPAT.
Biaya baliknama sertifikat
Biaya selanjutnya yang menjadi kewajiban pembeli adalah biaya untuk baliknama sertifikat. Biaya baliknama ini nantinya langsung disetorkan ke kas negara ketika mengajukan baliknama sertifikat ke kantor BPN. Biaya ini tidak terlalu besar, tetapi biasanya ada Notaris yang menetapkan biaya ini 1%. Ya boleh-boleh saja, tetapi ini bisa juga dinegosiasikan.
Biaya peningkatan SHGB menjadi SHM
Selanjutnya biaya perlu dipersiapkan oleh pembeli adalah biaya untuk meningkatkan HGB menjadi SHM. Karena ketika akad kredit sertifikat atas rumah yang dibeli masih HGB atas nama developer. Lalu dengan adanya AJB maka dibaliknama ke atas nama pembeli.
Ketika baliknama selesai maka sertifikatnya masih HGB tetapi sudah atas nama pembeli. Proses selanjutnya adalah meningkatkan HGB atas nama pembeli tersebut menjadi SHM.
Sebenarnya permohonan HGB menjadi SHM ini bisa dilakukan sendiri oleh pembeli, tetapi biasanya pembeli lebih nyaman jika langsung dikerjakan oleh Notaris. Sehingga pembeli tahu beres. Semua pembeli perumahan rata-rata menginginkan terima beres.
Inilah kurang lebih biaya untuk Notaris yang musti disediakan oleh pembeli. Jika melakukan hitungan pendekatan, biaya-biaya ini bisa dihitung 3% sampai dengan 5%.
Biaya akad kredit di bank
Biaya selanjutnya yang musti disiapkan oleh konsumen ketika membeli perumahan subsidi adalah biaya untuk akad kredit. Yang termasuk dalam biaya akad ini adalah provisi, administrasi dan biaya proses. Besarnya biaya ini biasanya antara 3% sampai dengan 5%.
Selain itu ada juga kebutuhan uang tunai bagi pembeli perumahan subsidi yaitu untuk membeli materai. Karena banyak sekali dokumen yang wajib ditandatangani masyarakat ketika membeli perumahan subsidi. Dan semua dokumen tersebut wajib dibubuhi materai.
Jika dilihat nominal memang kecil, berapa sih harga materai, cuma 10 ribu, tetapi jika butuh 30 materai dalam proses akad kredit jumlahnya akan lumayan besar juga. Bagi MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) uang ratusan ribu itu sesuatu banget. Memberatkan!
Sebenarnya ketika akad kredit pembelian perumahan adalah lagi pos biaya yaitu asuransi jiwa dan asuransi kebakaran. Biaya-biaya ini untuk perumahan subsidi digratiskan. Ini ditanggung negara jika terjadi resiko yang biasa ditanggung asuransi.
Pajak
Dalam pembelian perumahan subsidi ada pajak yang tertagih kepada pembeli yaitu BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan). Besarnya sekitar 5%. Ini cara menghitungnya:
Besarnya BPHTB = (NPOP – 60 juta) x 5%
Dimana NPOP adalah Nilai Perolehan Objek Pajak, sama juga dengan harga rumah.
60 juta ketetapan NPOPTKP (Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak). Nilai NPOPTKP sama di seluruh Indonesia (Rp60 juta) kecuali beberapa daerah seperti DKJ Jakarta dan Surabaya, masing-masing Rp80 juta dan Rp75 juta.
Jadi untuk menghitung BPHTB, dikurangi dulu harga rumah dengan 60 juta lalu dikali 5%.
Jika bukan perumahan subsidi adalah lagi biaya yang perlu disiapkan yaitu PPN (Pajak Pertambahan Nilai), besarnya 11%. Nilai ini kemungkinan bisa saja naik sesuai dengan peraturan pemerintah.
Ada pajak lain yang musti dibayarkan ketika terjadi transaksi jual beli perumahan subsidi yaitu PPh (Pajak Penghasilan). Namun pajak ini tanggung jawab developer, karena dalam transaksi ini developer yang mendapatkan penghasilan.
Lihatlah besarnya biaya-biaya yang musti dibayarkan oleh pembeli perumahan subsidi. Jika seorang developer menerapkan free biaya-biaya dalam menjual perumahan subsidi maka biaya-biaya tersebut menjadi tanggungjawab developer. Ini tentu saja akan mengurangi margin developer. Karena developer tidak boleh menaikkan harga perumahan subsidi.
Jika setelah dihitung biaya-biaya tersebut masih memberikan laba yang bagus kepada developer ya ok ok saja. Tetapi jika tidak dihitung dengan seksama maka ini bisa membahayakan kelangsungan proyek.
Yang paling menentukan kelayakan penerapan strategi ini adalah Harga Pokok Produksi (HPP) proyek. Harga HPP dipengaruhi harga tanah ketika mengakuisisi dan efisiensi developer dalam membangun.
Jika harga tanah masih murah dan dalam membangun developer bisa menerapkan efisiensi maka strategi bebas biaya-biaya amat bisa diterapkan. Jika sebaliknya, harga tanah sudah tinggi, dalam membangun tidak efisien nda bahaya ta?