Jika ingin mengembangkan sebuah proyek properti atas nama perseorangan saja, maka perizinannya cukup sederhana, yaitu pecah sertifikat sesuai perencanaan lalu ajukan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) untuk tiap unitnya.
Memecah sertifikat
Inilah langkah pertama yang harus dilakukan, yaitu mengajukan pemecahan sertifikat sesuai perencanaan ke kantor pertanahan.
Jika tanah sudah SHM
Jika tanahnya sudah Sertifikat Hak Milik (SHM) maka terdapat batasan ketika akan melakukan pemecahan, yaitu maksimal hanya 5 bidang saja.
Dimana pelarangan tersebut tercantum di dalam Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 1998, tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah untuk Rumah Tinggal.
Pembatasan ini tergambar dalam Pasal 2 Kepmen tersebut;
(1) Permohonan pendaftaran Hak Milik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 diajukan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya setempat dengan surat sesuai bentuk sebagaimana contoh dalam Lampiran I Keputusan ini dengan disertai :
…. pernyataan dari pemohon bahwa dengan perolehan Hak Milik yang dimohon pendaftarannya itu yang bersangkutan akan mempunyai Hak Milik atas tanah untuk rumah tinggal tidak lebih dari 5 (lima) bidang yang seluruhnya meliputi luas tidak lebih dari 5.000 (lima ribu) M2 dengan menggunakan contoh sebagaimana Lampiran II Keputusan ini.
Jika sertifikat tanahnya HGB
Tetapi jika sertifikatnya Hak Guna Bangunan (HGB) pemecahan bisa dilakukan dalam jumlah besar.
Sampai sekarang tidak ada batasan pemecahan HGB, baik atas nama perseorangan maupun atas nama perseorangan. Jadi berapapun jumlah kaveling perencanaan ya ok ok saja.
Karena menurut UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria) atau UU No. 5 Tahun 1960, SHGB boleh dimiliki oleh badan hukum dan orang pribadi.
Jika tanah belum bersertifikat
Jika tanah belum bersertifikat maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengurus sertifikat tanah tersebut di kantor pertanahan terlebih dahulu.
Tanahnya girik
Jika tanahnya berasal dari tanah girik maka langsung bisa diajukan menjadi SHM.
Pengajuan SHM bisa atas nama pemilik girik terlebih dahulu atau nama pemilik terakhir sesuai bukti kepemilikan dan atau peralihan.
Misalnya girik atas nama Angku Rajo, tetapi sudah terjadi peralihan hak (jual beli) atas girik tersebut beberapa kali yang dibuktikan dengan adanya akta jual beli.
Dan terakhir dibeli oleh Datuk Malenggang Dilangik berdasarkan sebuah Akta Jual Beli (AJB), maka nantinya yang memohonkan sertifikat adalah Datuk Malenggang Dilangik, dengan syarat wajib adalah melampirkan bukti peralihan sebelumnya.
Nah, semua bukti peralihan tersebut tercantum semuanya di dalam Surat Keterangan Riwayat Tanah. Sebagai pelengkap permohonan sertifikat nantinya juga wajib melampirkan Surat Keterangan Tidak Sengketa dan Surat Keterangan Penguasaan Fisik Secara Sporadik.
Berikut bukti formal lainnya seperti identitas pemohon dan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB).
Surat keterangan riwayat tanah
Perlunya surat keterangan riwayat tanah adalah untuk melihat histori peralihan sejak girik tersebut terbit sampai pemilik sekarang.
Karena ada kemungkinan sebidang tanah sudah mengalami beberapa kali peralihan, baik berupa jual beli, waris, atau jenis peralihan apapun.
Keterangan riwayat kepemilikan tanah sejak terbit girik sampai ke pemilik sekarang tidak boleh terputus, harus terus nyambung menyambung.
Surat keterangan riwayat tanah ini dikeluarkan oleh kepala desa atau lurah karena kepala desa/lurah memiliki data-data tentang riwayat tanah yang ada di wilayahnya.
Surat keterangan tidak sengketa
Selanjutnya surat keterangan yang penting lainnya adalah surat keterangan tidak sengketa. Dimana surat keterangan tidak sengketa ini penting untuk melihat bahwa tanah tersebut tidak ada sengketa dengan pihak manapun.
Surat keterangan tidak sengketa ini dikeluarkan oleh kepala desa/lurah. Dimana jika atas tanah tersebut terdapat sengketa maka kepala desa/lurah pasti mengetahuinya dan tidak bisa mengeluarkan surat keterangan tidak sengketa.
Surat keterangan penguasaan fisik secara sporadik
Selain kedua surat keterangan di atas, diperlukan lagi surat keterangan yaitu surat keterangan penguasaan fisik secara sporadik.
Surat keterangan penguasaan fisik ini diperlukan supaya menegaskan bahwa tanah tersebut fisiknya dikuasai oleh pemohon.
Secara sporadik maksudnya adalah pengajuan surat keterangan penguasaan fisik tersebut dilakukan secara sporadik saja, tidak secara sistematis.
Prona dan PTSL
Dimana pengajuan surat keterangan penguasaan fisik tanah secara sistematis biasanya dilakukan dengan program pemerintah seperti Prona (Operasi Nasional Agraria) atau PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap).
Di kedua program pensertifikatan masal tersebut, pendaftaran tanah dilakukan secara gelondongan alias sistematis. Biasanya dilakukan di dalam satu kecamatan atau satu desa. Surat keterangan penguasaan fisik ini juga dikeluarkan oleh kepala desa/lurah.
Setelah melengkapi berkas, selanjutnya sertifikat diproses di kantor BPN sampai dengan selesai sertifikatnya. langkah selanjutnya adalah mengajukan pemecahan sertifikat, tetap atas nama pemilik sertifikat. Karena tidak ada peralihan hak dalam proses permohonan sertifikat.
Pembayaran BPHTB
Atas permohonan sertifikat ini pemohon tertagih BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) sebesar 5% dikalikan Nilai Taksiran (setelah dikurangi dengan NPOPTKP).
Nilai taksiran ini perlu karena dalam proses ini tidak ada proses jual beli sehingga tidak ada nilai transaksi.
Nilai taksiran ini nantinya dibandingkan dengan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak), dimana dasar pengenaan BPHTB adalah nilai yang paling besar antara nilai taksiran dan NJOP.
Sementara NPOPTKP (Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak) adalah angka pengurangan berupa angka konstanta.
Besarnya NPOPTKP adalah Rp60 juta, kecuali DKI Jakarta NPOPTKP-nya adalah Rp80 juta dan Surabaya Rp75 juta.
Nah, daerah lain mungkin berbeda ya, sila tanya notaris atau Dinas Pendapatan Daerah setempat.
BPHTB karena permohonan hak pertama kali
BPHTB wajib dibayarkan karena menurut UU BPHTB atau UU No. 20 Tahun 2000 bahwa permohonan hak atas tanah untuk pertama kali dikenakan BPHTB.
Peristiwa lainnya yang dikenakan BPHTB adalah Pemindahan Hak, termasuk dalam pemindahan hak adalah:
Jual beli
Tukar menukar
Hibah
Hibah wasiat
Waris
Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya
Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan
Penunjukan pembeli dalam lelang
Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap
Penggabungan usaha
Pemekaran usaha
Hadiah
Jadi BPHTB di sini bukan hanya karena jual beli sebagaimana yang dipahami selama ini.
Tanah selain girik
Jenis tanah lainnya yang belum bersertifikat ada juga selain girik, yaitu eigendom verponding, petok D, kikitir, pipil, yasan, bahkan ada tanah yang tidak punya surat-surat alias suratnya hanya SPPT PBB saja.
Dimana SPPT PBB (Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan) itu bukanlah bukti kepemilikan tanah tetapi bukti pembayaran pajak saja.
Untuk pengurusan tanah selain girik ini pada umumnya sama, yaitu mulai pengurusan di kantor desa/kelurahan setempat lalu dilanjutkan dengan pengurusan di kantor BPN.
Biayanya juga sama, ada biaya pengurusan, juga ada biaya BPHTB karena permohonan hak pertama kali.
Mengurus PBG
Setelah pemecahan sertifikat selesai langkah selanjutnya mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atau Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).
PBG sebagai pengganti IMB
Untuk diketahui bahwa dulunya perizinan bangunan dalam bentuk IMB, namun setelah berlakunya UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau Omnibus Law Cipta Kerja IMB sudah dihapuskan diganti dengan PBG.
Pengurusan PBG dilakukan secara online, namun sebelum melangkah ke mengurus PBG banyak sekali persyaratan yang harus dipenuhi terlebih dahulu.
Mempersiapkan desain teknis
Langkah tersebut diantaranya membuat desain teknis proyek berupa desain arsitektur, struktur, mekanikal elekrikal dan plumbing (MEP). Semua desain ini harus dibuat oleh para perencana yang memiliki sertifikat keahlian.
Dan sertifikat keahlian tersebut juga di-upload di website yang sudah disediakan oleh pemerintah.
Mempersiapkan data-data legalitas
Selain mempersiapkan data teknis, data lainnya yang wajib dipersiapkan adalah data-data legalitas seperti sertifikat hak atas tanah, data-data luas tanah dalam bentuk gambar. Data-data pemohon, baik orang pribadi maupun badan hukum berupa KTP dan akta pendirian perusahaan, NIB (Nomor Induk Berusahan), SK PT, NPWP, dan data lainnya.
Setelah semua persyaratan lengkap, maka barulah bisa mengurus PBG melalui website, dimana semua persyaratan tersebut di-upload di spot yang telah disediakan. Untuk sekedar latihan silahkan coba-coba dulu kunjungi websitenya hxxps://simbg.pu.go.id
Asistensi dengan TPA/TPT
Proses selanjutnya adalah asistensi tentang desain dan kelengkapan lainnya dengan petugas yang ditunjuk. Untuk bangunan sederhana atau luas kurang dari 70 m2 maka asistensi dengan TPT (Tim Penilai Teknis) sedangkan untuk bangunan dengan luas lebih dari 70 m2 (termasuk bangunan tinggi seperti apartemen, gedung perkantoran dan bangunan lainnya) asistensinya dengan TPA (Tim Profesi Ahli).
Lamanya proses asistensi ini sesuai peraturan adalah 5 hari saja untuk asistensi dengan TPT, sementara asistensi dengan TPA wajib selesai dalam waktu 28 hari.
Setelah proses asistensi selesai dan permohonan PBG dinyatakan lengkap dan sesuai dengan peraturan maka TPT/TPA mengeluarkan rekomendasi PBG untuk ditindaklanjuti dengan penerbitan PBG.
Pembayaran retribusi
Sebelum PBG diterbitkan pemohon wajib membayar retribusi PBG terlebih dahulu di dinas pendapatan daerah masing-masing. Besarnya retribusi ini berbeda-beda tiap daerah sesuai dengan perda masing-masing.
Perizinan proyek untuk developer badan hukum (PT)
Developer properti sebagai sebuah perusahaan yang berbadan hukum harus mengurus perizinan lengkap, mulai dari rekomendasi warga, kepala desa atau kelurahan dan camat.
Selanjutnya wajib mengurus rekomendasi-rekomendasi dari dinas-dinas teknis yang ada di lingkup kabupaten/kota.
Dinas tersebut diantaranya adalah Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Perhubungan, Dinas Pertanian, Dinas Pemakaman, Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, Dinas Perumahan dan Permukiman, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), dan dinas lainnya. Output dari dinas-dinas ini adalah pengesahan siteplan.
Kadang di daerah tertentu dinas-dinas tersebut memiliki nama yang berbeda-beda tetapi berada di lingkup instansi atau kementrian yang sama.
Kekurangan mengembangkan proyek sebagai orang perorangan
Namun tentu saja ada kekurangannya jika mengembangkan proyek properti dengan nama perseorangan saja.
Diantaranya adalah ruang geraknya yang terbatas, tidak bisa mengembangkan perumahan subsidi, tidak bisa PKS dengan bank dan lain-lain.
Ruang gerak developer perseorangan yang terbatas
Hanya saja memang developer perseorangan ini amat terbatas ruang geraknya. Misalnya untuk memecah sertifikat SHM atas nama orang pribadi saja hanya bisa maksimal 5 bidang saja. Tentu saja terdapat kesulitan jika unit yang akan dibangun lebih dari 5 bidang.
Tentang hal ini diatur dalam SK Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 6 Tahun 1998 tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah Untuk Rumah Tinggal.
Baca juga: Ini jadwal workshop developer properti bagi pemula
Selain pengaturan tentang jumlah bidang yang diperbolehkan, ada daerah yang mewajibkan untuk luasan tertentu pengembangan proyek properti harus dengan menggunakan PT.
Misalnya untuk luasan lebih besar dari 5000 m2 harus atas nama PT, atau pembatasan lainnya sesuai dengan kebijakan daerah masing-masing. Ada juga daerah yang menetapkan lebih longgar.
Untuk luasan proyek di bawah 1 ha boleh dengan orang pribadi sedangkan untuk luasan proyek di atas 1 ha barulah diwajibkan menggunakan PT.
Tetapi ada juga daerah yang lebih ketat mengatur tentang pengembangan proyek properti atas nama perseorangan. Misalnya untuk luasan 1000 m2 saja harus menggunakan PT. Atau jika unit yang dikembangkan lebih dari 5 unit wajib menggunakan PT.
Developer perseorang tidak bisa mengembangkan perumahan subsidi
Selain itu developer perseorangan tidak bisa mengembangkan perumahan subsidi karena untuk menjadi developer perumahan subsidi developer harus badan hukum.
Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 64 Tentang Pembangunan Perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Dalam PP tersebut diatur bahwa pengembang berupa badan hukum.
Developer perseorangan tidak bisa PKS dengan bank
Satu lagi kelemahan developer perseorangan dibandingkan dengan developer badan hukum adalah pengembang perseorang tidak bisa membuat Perjanjian Kerjasama (PKS) dengan bank.
Jika tidak ada PKS maka nantinya bank tidak bisa memberikan KPR inden untuk pembeli. Hal ini menyebabkan developer perseorangan tersebut harus membangun rumahnya terlebih dahulu barulah bisa akad KPR dengan konsumen.
Jika ada PKS maka si developer tidak perlu uang sendiri untuk membangun karena untuk membangun uangnya bisa dari pencairan kredit KPR inden. Atau akad kredit dilakukan sebelum rumahnya dibangun.
Setelah akad kredit dilakukan maka uang KPR akan cair kepada developer sehingga uang tersebut bisa digunakan untuk membangun.
Memang pencairannya dilakukan secara bertahap sesuai progres pembangunan tetapi uang pencairan per-tahapan tersebut cukup untuk membangun unit rumah yang sudah diakadkan.
Nah itulah beberapa kelemahan pengembang perseorang jika dibandingkan dengan developer badan hukum. Di samping kekurangan tentu juga ada kelebihannya, salah satunya adalah harga jual bisa menjadi lebih rendah dibandingkan PT.
Sekurangnya ada perbedaan 10% karena PT wajib memungut PPN bagi konsumennya. Sementara orang pribadi selagi dia bukan PKP maka tidak wajib memungut PPN.
Lihat artikel lainnya:- Cara Memecah SHM yang Luas dan Lebih Dari 5 Bidang Sekaligus
- Jika Ingin Memecah Tanah Sendiri Menjadi Banyak Bidang Bagaimana Langkahnya?
- Ini Dia SK Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 6 Tahun 1998 yang Membatasi Pemilikan SHM Hanya 5 Bidang
- Bagaimana Cara Menghadapi Peraturan Pemecahan 5 Bidang Tanah untuk Memecah Sertifikat?
- Tidak Semua Jenis Hak Tanah Dapat Dibangun Perumahan; Jenis Hak Tanah Apa Saja yang Bisa Dibangun Perumahan
- Lebih Bagus Mana Pecah Sertifikat Dulu Atau AJB Dulu
- Berapa Lama Proses Girik Menjadi Sertifikat
- Cara Menjadi Mini Developer Atau Pengembang Perumahan Kecil-Kecilan
- Ketika Membeli Rumah dari Developer, Apakah Sertifikatnya Langsung SHM atau HGB Dulu?
- Ini Dia Aturan Tentang Perolehan Dan Harga Rumah Tempat Tinggal Untuk Orang Asing Setelah UU Cipta Kerja Disahkan
- Bagaimana Cara PT Membeli SHM? Kok Ngga Bisa Langsung AJB?
- Begini Cara Menjadi Developer Kecil-kecilan
- Ini Dia Kelengkapan Legalitas Sebuah Proyek Properti
- Cara Membeli Tanah Sawah SHM Sebagian yang Sedang Menjadi Jaminan Hutang Di Bank
- Kalau Belum Siap Bikin PT Untuk Menjadi Developer, Orang Perorangan Saja Dulu
Selamat pagi Pak Asriman, kalau developer perorangan apakah wajib urus site plan dulu ke BPN Pak? Terima kasih atas penjelasan nya Pak.
tergantung banyak unitnya. dan apakah bisa langsung dipecah sertifikatnya