Tanah girik adalah tanah yang belum didaftarkan ke negara sehingga tanah tersebut belum bersertifikat. Ada juga yang mengatakan bahwa tanah girik adalah tanah hak milik adat. Walaupun pengertian ini tidak sepenuhnya benar.
Karena tidak semua tanah yang masih girik merupakan tanah adat. Banyak juga tanah girik ada di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan kota lainnya.
Tetapi walaupun belum bersertifikat, tanah girik dikuasai atau dimiliki oleh orang yang memegang bukti girik-nya. Surat bukti girik tersebutlah yang menjadi bukti kepemilikannya. Berdasarkan kepemilikan girik tersebut si pemilik dapat mengajukan permohonan hak atau mengurus sertifikat ke kantor BPN. Jika tanahnya girik, maka sertifikat yang terbit langsung berupa SHM (Sertifikat Hak Milik)
Girik dulunya merupakan bukti seseorang membayar pajak atas sebidang tanah yang dikuasainya. Sekarang bukti pembayaran pajak tersebut tercantum di dalam SPPT PBB (Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan). Ini sejak adanya UU No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
Sampai saat ini masih masih banyak bidang-bidang tanah yang masih girik dan tanah tersebut banyak yang sudah beralih fungsi dari awalnya sebagai tanah pertanian lalu berubah menjadi hunian. Karena walaupun fisik tanah tersebut masih berupa sawah tetapi jika peruntukannya adalah permukiman maka lahan sawah tersebut bisa dibangun perumahan atau fungsi lainnya.
Yang tidak boleh dibangun perumahan adalah lahan sawah yang masuk dalam Lahan Sawah Dilindungi (LSD) atau Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).
Untuk mengurus legalitas tanah girik adalah beberapa dokumen yang musti diurus di kantor desa atau kelurahan.
Dokumen-dokumen tersebut diantaranya adalah surat keterangan tidak sengketa, surat keterangan riwayat tanah dan surat keterangan penguasaan fisik secara sporadik. Semua dokumen tersebut dibuat oleh kepala desa atau lurah.
Surat keterangan tidak sengketa
Pentingnya surat keterangan tidak sengketa adalah untuk memastikan bahwa tanah tersebut tidak ada sengketa dengan pihak lain. Baik secara perdata maupun secara pidana. Tidak sengketa baik tentang kepemilikan maupun tentang batas-batasnya. Jadi orang yang mengajukan surat keterangan tidak sengketa ke kepala desa atau lurah adalah pemilik sebenarnya.
Surat keterangan riwayat tanah
Surat keterangan riwayat tanah untuk menunjukkan bahwa atas tanah tersebut jelas riwayatnya sejak girik terbit sampai ke pemilik sekarang. Ada saja sebidang tanah sudah beberapa kali terjadi peralihan atau jual beli. Riwayat ini harus nyambung tidak boleh terputus. Jika terputus maka tanah tersebut tidak dapat diajukan permohonan haknya sampai didapat riwayat tanah yang jelas dan nyambung sampai sekarang.
Namun ada juga yang tidak peralihan sejak girik terbit. Peralihan paling karena turun waris saja karena pemilik meninggal dan sekarang menjadi penguasaan dan milik dari para ahli warisnya. Ini tentu lebih mudah dalam mengurusnya.
Surat keterangan penguasaan fisik secara sporadik
Pentingnya surat keterangan penguasaan fisik secara sopradik ini adalah untuk menentukan bahwa pemohon sekarang betul menguasai fisik tanah tersebut. Kepala desa atau lurah bersedia menandatangani surat penguasaan fisik ini tentu ia sudah yakin betul bahwa pemohon adalah orang yang menguasai tanah tersebut.
Sporadis dan sistematis
Sporadik di sini pengertiannya adalah orang yang memohonkan surat keterangan penuasaan tanah secara sendiri-sendiri menurut tanah yang dimilikinya.
Untuk mudah memahaminya, dalam memohonkan hak atas tanah ini ada yang secara sendiri-sendiri ke kantor pertanahan setempat, inilah yang dinamakan secara sporadik atau sporadis.
Dalam proses permohonan hak ini ada lagi secara sistematis, nah proses ini melibatkan program pemerintah. Dulu pada tahun 1981 ada program pemerintah dalam memohonkan tanah ini namanya Prona (Proyek Operasi Nasional Agraria) sekarang program pemerintah namanya PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap).