Feasible dan bankable sering digunakan untuk calon nasabah pelaku UKM. Penjelasan sederhana dari Feasible adalah layak usaha, sedangkan bankable adalah layak kredit dari bank.
Banyak UKM Feasible namun tidak Bankable, artinya secara usaha layak, namun secara kredit perbankan tidak memenuhi atau tidak layak kredit.
Sebuah UKM disebut Feasible karena secara bisnis adalah riil, sudah berjalan tahunan, bahkan memiliki pegawai dan anak buah, serta terbukti memberikan kemampuan ekonomi pengusahanya.
Namun usaha feasible ini bisa jadi tidak bankable, meskipun bisnisnya riil, tumbuh, besar, arus kas tinggi, tapi tidak layak menerima kredit. Mengapa hal ini terjadi?, berikut penjelasannya,
Usaha hanya disebut Feasible
Bisa jadi usaha yang riil, besar dan memiliki penghasilan besar tersebut tidak memiliki ijin. Apalah arti ijin, bukankah tinggal dibuat saja, bisa jadi usaha tersebut tidak akan pernah dapat perijinan. (more…)
Tanah girik adalah jenis tanah hak lama yang belum didaftarkan kepemilikannya ke negara. Dulunya bukti girik itu adalah sebagai tanda bahwa sebidang tanah terdaftar sebagai objek pajak. Namanya pajak Ijuran Pembangunan Daerah (IPEDA).
Namun setelah terbitnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan bukti pembayaran pajak menjadi SPPT PBB(Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan).
Dengan adanya bukti girik ini sebidang tanah dapat daftarkan haknya ke negara, dimana dengan terdaftarnya sebidang tanah di negara ditandai dengan tanah tersebut memiliki sertifikat.
Bagaimana caranya menjual tanah girik dan apa saja syaratnya?
Pertanyaan seperti ini sering ditanyakan orang, terutama masyarakat umum yang tidak memahami legalitas suatu tanah.
Pertanyaan ini amat wajar karena saat ini masih banyak tanah yang masih berstatus girik. Masih banyak bidang tanah yang belum bersertifikat.
Tanah girik atau tanah lainnya yang belum bersertifikat bisa dimohonkan haknya menjadi jenis hak tanah yang diakui oleh negara.
Bidang tanah tersebut bisa menjadi Sertifikat Hak Milik atau SHM, SertifikatHak Guna Bangunan (HGB), Sertifikat Hak Pakai (HP), Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) dan jenis hak lainnya yang sesuai dengan undang-undang.
Tetapi walaupun tanah girik belum didaftarkan ke negara, kepemilikannya tetap diakui negara. Artinya pemilik tanah girik tetap sebagai pemegang hak atas tanah tersebut. (more…)
Bagaimana mengecek keaslian tanah girik? Pertanyaan ini sering sekali diajukan oleh peserta workshop Developer Properti untuk Pemula yang saya adakan.
Selain itu, sering juga pertanyaan tersebut saya dapatkan di channel Youtube dan form pertanyaan di blog asriman.com ini.
Mengecek tanah girik di kantor desa atau kelurahan
Mengecek keabsahan tanah girik dapat dilakukan di kantor kepala desa atau kelurahan setempat.
Karena semua berkas-berkas tanah girik terdapat di kantor desa atau kelurahan.
Berkas tersebut berupa lembaran tanda membayar pajak daerah dulu yang bernama Ipeda atau Ijuran Pembangunan Daerah.
Di dalam lembaran bukti pembayaran Ipeda tersebut terdapat nomor girik dengan notasi letter C, kemudian tercantum juga alamatnya berupa nama blok, nama desa, nama kabupaten dan nama propinsi.
Selain itu dalam lembaran girik itu juga tertera luas dan besarnya uang iuran yang sudah dibayarkan.
Luas tanah memang belum akurat seperti sekarang hanya berupa hitungan hektar, deka dan meter. Itulah sebabnya jika Anda membeli tanah girik luasnya harus diukur ulang.
Dan biasanya setelah dilakukan pengukuran ulang akan terdapat perbedaan luas dimana tentu saja luas yang dipakai sebagai dasar pembayaran adalah luas hasil ukur terakhir supaya adil.
Mengecek tanah yang sudah bersertifikat
Mengecek tanah yang sudah bersertifikat bisa dilakukan di kantor pertanahan setempat
Pengecekan tanah yang sudah bersertifikat dilakukan di kantor pertanahan setempat. Prosesnya lebih simpel karena petugas BPN tinggal mencocokkan sertifikat dengan buku tanah yang ada di kantor BPN tersebut.
Jika data-datanya sama, maka sertifikat dinyatakan asli, namun jika data tidak sama bisa dipastikan bahwa sertifikat tersebut palsu.
Hal ini dapat diketahui karena sertifikat yang ada di tangan masyarakat adalah berupa salinan, dimana cetakan aslinya tersimpan di kantor BPN sebagai buku tanah.
Buku tersebut disimpan dalam warkahnya. Dimana di dalam warkah tersebut tersimpan semua data-data yuridis dan data-data fisik tanah. Termasuk hasil ukur aslinya, peralihan-peralihan dan data-data identitas pemohon serta pemegang hak saat permohonan.
Tak ketinggalan dalam warkah tersebut akan terlampir juga riwayat sengketa jika tanah tersebut pernah bersengketa dulunya.
Karena jika seseorang menyengketakan suatu bidang tanah maka langkah awal yang harus dia lakukan adalah memblokir sertifikat tersebut. Supaya atas sertifikat tanah tersebut tidak bisa lagi dilakukan tindakan hukum terhadapnya. (more…)
Dan lembar giriknya juga tidak ada. Karena walaupun tanahnya belum bersertifikat tetapi bukti kepemilikan harusnya tetap ada.
Jika tanahnya berupa tanah girik maka buktinya berupa lembar girik berupa bukti pembayaran Ijuran Pembangunan Daerah (Ipeda).
Demikian juga jika tanahnya berupa tanah garapan, tanah petok, eigendom verponding, kikitir, pipil, yasan, erfpacht, opstaal, dan bukti kepemilikan lainnya.
Lembar bukti pembayaran Ipeda itulah yang dikenal sebagai girik di tengah masyarakat. Kalau sekarang, tidak ada lagi girik yang diterbitkan pemerintah sudah menggantinya menjadi SPPT-PBB (Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan sejak adanya Undang-Undang No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.(more…)
Salah satu syarat yang musti dipenuhi ketika akan memohon sertifikat untuk tanah girik adalah surat keterangan tidak sengketa.
Surat ini sangat penting sekali karena berfungsi untuk menyatakan bahwa atas bidang tanah tersebut tidak ada sengketa dengan pihak lain.
Baik sengketa secara hukum maupun sengketa secara fisiknya. Sengketa secara hukum maksudnya adalah ada pihak lain yang juga memiliki tanah tersebut dengan memegang bukti kepemilikan.
Mungkin juga dia memegang surat girik juga dan mengakui bahwa tanahnya adalah tanah yang juga diakui oleh orang lain.
Ini amat mungkin terjadi karena tanah girik tersebut tidak ada peta bidang tanahnya. Hanya berupa nomor-nomor dan peta rincik desa yang tidak terpetakan di peta BPN.
Sehingga tidak terdeteksi lokasinya secara persis. Patokannya hanyalah pentunjuk pemilik tentang lokasi tanah miliknya. (more…)
Girik adalah jenis tanah hak lama yang belum didaftarkan ke negara. Ada juga yang menyebut bahwa tanah girik adalah hak tanah adat
Tanah girik adalah tanah hak lama
Tanah girik adalah salah satu jenis kepemilikan tanah yang belum bersertifikat. Tanah girik ini termasuk tanah hak lama yang diakui sebagai alas hak dimana berdasarkan girik ini pemiliknya dapat mengajukan sertifikat untuk mendapatkan sesuatu hak atas tanah ke kantor pertanahan setempat.
Tanah lama yang bukti penguasaannya girik ini nantinya akan diberikan sertifikat hak milik (SHM) jika dimohonkan oleh orang pribadi WNI.
Namun apabila tanah girik ini dibeli oleh perseroan terbatas (PT) maka tanah girik ini akan menjadi salah satu hak yang atur dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang UUPA atau Undang-Undang Pokok Agraria.
Bisa menjadi Hak Guna Bangunan (HGB), bisa Hak Guna Usaha (HGU), Hak Pakai (HP), tergantung penggunaannya nantinya.
Jika penggunaannya akan menjadi kawasan industri, permukiman maka jenis sertifikat yang terbit adalah HGB. Jika tanah tersebut akan menjadi areal perkebunan, perikanan, pertambangan, pertanian maka sertifikat yang akan terbit adalah HGU.
Dari sisi penguasaannya, girik ini biasanya telah dikuasai secara turun temurun, karena girik ini terbit sebelum tahun 1980-an, maka para pemiliknya atau nama yang tercantum di dalam girik tersebut pada umumnya sudah meninggal sehingga kepemilikannya sudah turun ke para ahli warisnya.
Tanah girik di masyarakat dikenal juga sebagai tanah hak milik adat. Tapi yang tidak banyak diketahui masyarakat bahwa sebenarnya girik bukanlah sebagai tanda pemegang hak atas tanah. (more…)
Setiap transaksi jual beli tanah dan bangunan dikenakan pajak. Penjual tertagih PPh final sebesar 2,5% dan pembeli wajib membayar BPHTB sebesar 5%
Bagaimana Cara Menghitung Pajak Pembeli atau BPHTB dalam Proses Jual Beli Properti?
Besarnya BPHTB yang tertagih pada tiap-tiap transaksi jual beli properti adalah sebesar:
5% x (NPOP – NPOPTKP)
Dimana NPOP adalah Nilai Perolehan Objek Pajak. NPOP ini bisa juga dianggap sebagai nilai transaksi yang tercantum di dalam Akta Jual Beli (AJB).
Sementara NPOPTKP adalah Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak, nilainya angka tetap sebesar rata-rata tiap daerah Rp60 juta. Pengecualian untuk DKI Jakarta NPOPTKP-nya adalah Rp80 juta dan Surabaya Rp75 juta.
Mungkin ada beberapa daerah lain yang menerapkan besarnya NPOPTKP yang berbeda. Silahkan tanya ke dinas pendapatan daerah masing-masing atau tanya ke kantor notaris/PPAT. Karena notaris/PPAT pasti tahu tentang besarnya NPOPTKP di wilayah kerjanya.
Karena mungkin saja ada perubahan peraturan saat atau setelah Anda membaca artikel ini. Karena peraturan-peraturan selalu ada kemungkinan berubah.
Pengaturan tentang BPHTB
Mengenai Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau BPHTB diatur dalam UU No. 21 Tahun 1997 dan telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2000 (selanjutnya hanya disebut UU BPHTB), menyebutkan bahwa BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
Setiap perolehan hak atas tanah dan bangunan, warga negara diwajibkan membayar BPHTB. Dalam bahasa sehari-hari BPHTB juga dikenal sebagai pajak pembeli, jika perolehan berdasarkan proses jual beli.
Tetapi dalam UU BPHTB, BPHTB dikenakan tidak hanya dalam perolehan berupa jual beli. Semua jenis perolehan hak tanah dan bangunan dikenakan BPHTB, diantaranya: (more…)